Friday, January 30, 2009

Babyface Protes


Untuk ukuran seorang fresh-graduated, krisis perempat baya kadang-kadang bisa menyakitkan. Apalagi kalo yang fresh-graduated-nya itu lulusan sekolah dokter.

Gw ngga terlalu suka ngomongin diri sendiri, apalagi kepada orang yang baru gw kenal. Gw paling sebal diajukan pertanyaan bodoh, "Vic, kamu udah lulus belum?"

Biasanya gw jawab aja, "Belum lulus masternya, coz kuliahnya juga ngga dateng, hehehe.."

Maka yang nanya melongo, dan nanya lagi, "Oh..tapi S1-nya udah?"

Ya oloh, nih orang tolol apa dungu sih? Mana ada umur 26 belum lulus sarjana juga? Memangnya gw tipikal mahasiswa abadi yang ngga lulus-lulus? (Eh.. Ada ding, temen gw masih bekutetan juga sama bangku kuliah dan belum diwisuda jadi SE dan SPsi, padahal umurnya sama ama gw. Berkat dosennya yang selalu rajin nolak skripsinya.)

Maka gw menjawab dengan sabar, "Kalo ngga salah sih, kayaknya udah. Tapi coba nanti gw liat dulu di rumah, ijazahnya ada apa enggak. Soalnya seingat gw, gw dapet S1 gw empat tahun lalu.."

Nah, si penanya itu nanya lagi, "Lha sekarang kerjaan kamu ngapain di dusun situ?"

"Ah," gw mencoba menjawab dengan bahasa yang kedengarannya ringan. "Ada beberapa orang sakit yang butuh perawatan di sana dan Depkes ngirim gw untuk berusaha membantu mereka sedikit-sedikit."

"Ooh..PTT ya?" sang penanya mengangguk-angguk. "Enak ngga di sana? Kan ngga ada TV, DVD.."

Gw nyengir. "Ya dienak-enakin. Toh cuman bentar, sampai kontraknya kelar."

Dan sang penanya pun berseloroh, "Wah, berat juga ya perjuangan calon dokter tuh.."

Mahagubrag! Maksudnya dia mungkin simpati, tapi gw mendengarnya sebagai kebodohan.

Calon?! Jadi dikiranya PTT tuh belum jadi dokter?!

Pertanyaan-pertanyaan kayak gini biasanya keluar dari mulut orang-orang yang kenalan ama gw, dan mereka biasanya pernah sekolah sosial-politik, farmasi, atau teologi. Gw kadang-kadang bertanya-tanya mereka diajarin apa aja sih selama kuliah dulu, sampai hal-hal basic kayak gini aja ngga tau. Apakah kebetulan gw sebenarnya telah ngobrol dengan orang-orang yang salah?

Coz kalo pembicaraan di atas dirangkai mirip puzzle, maka gw bisa narik benang merah bahwa:
1. Penanya ini ngga tau bahwa seseorang berumur 26 yang pernah sekolah kedokteran itu harusnya udah lulus sekarang sebagai dokter. Kalo umur segini belum lulus juga, berarti dia punya masalah seperti kebanyakan beranak, tukang bolos, atau pernah ngegembosin ban mobilnya Dekan.
2. Penanya ini ngga tau bahwa para PTT yang dikirim pemerintah ke tempat-tempat terpencil itu adalah dokter beneran yang punya registrasi, bukan sekedar calon dokter yang belum lulus. Punya registrasi artinya cukup kompeten untuk membelah kutil yang ada di bokongmu.
3. Penanya ini ngga tau bahwa PTT itu pegawainya Negara yang punya gaji dan harus bayar pajak. Bukan mahasiswa KKN atau PKL yang disuruh mengabdi untuk rakyat desa.
4. Penanya ini ngga tau bahwa dokter itu lebih tinggi kastanya ketimbang S.Ked yang cuman S1. Coz dokter punya gelar pendidikan profesi, bukan sekedar sarjana. Artinya dalam urusan akademis, dokter ngga boleh disamain sama SF, SH, ST, atau apapun lainnya yang dimulai dengan huruf S. Dokter cuman boleh disejajarin sama apoteker, pengacara, notaris, arsitek, atau apapun yang punya asosiasi profesi.

Apakah dunia profesi gw terlampau tertutup sampai-sampai orang awam di luarnya ngga bisa mengira-ngira seberapa eksekutifnya kami? Apakah orang lain terlalu awam sampai-sampai kami kira pertanyaan mereka yang terlalu basic itu adalah pertanyaan tolol? Atau..apakah pembawaan gw ini lebih mirip mahasiswi keranjingan dugem ketimbang seorang profesional?

Memang susah, kalo umur gw udah perempat baya tapi tampang gw masih baby-face..:p

Thursday, January 29, 2009

Jabatan-jabatanan


Staf ahli. Kedengarannya mengagumkan. Gw ngira jabatan itu untuk orang yang dihargai ilmunya, yang saking pinternya sampai diangkat jadi penasehat buat seorang pemimpin. Nah, hari ini gw baru belajar bahwa ternyata jabatan staf ahli itu ngga selalu asyik.

Gw belajar istilah itu tahun lalu. Waktu itu boss gw mengumumkan dirinya ditawarin jadi staf ahli untuk militer Angkatan Darat, dan semua orang langsung tepuk tangan. Nah, gw yang waktu itu masih bermental beo (yaa..sekarang masih beo juga sih..:p), ikut-ikutan applaus, biarpun gw ngga tau apa bagusnya jadi staf ahli. Kata kolega senior gw sih, kalo ada dokter yang diangkat jadi staf ahli untuk Angkatan Darat, berarti kalo Kepala Staf Angkatan Darat butuh pertimbangan apapun yang menyangkut kesehatan prajuritnya, maka dokter yang bersangkutan itu yang akan dimintai pendapatnya. Jadi, tidakkah staf ahli itu posisi yang terhormat sekali?

Ngga selalu. Nah, minggu ini, bupati di sebuah kabupaten yang ngga usahlah gw sebut namanya, biar kalian aja tebak-tebak sendiri.. melantik seorang mantan kepala dinas menjadi staf ahli bupati. Padahal, orang yang gw ceritain ini, sudah enak-enak menikmati posisinya sebagai kepala dinas terdahulu. Sampai suatu hari di hari kerja, sang kepala dinas ini tau-tau papasan sama bupati di Bandara Cengkareng. Sang bupati langsung marah-marah coz sang kepala dinas malah berkeliaran di Jakarta tanpa surat perjalanan dinas, padahal mestinya dos-q kan berada di area kerjanya di Cali. Buntut dari insiden itu adalah mutasi sang kepala dinas menjadi staf ahli bupati.

Itu ngundang banyak kekecewaan, apa pasal? Coz, ternyata yang namanya staf ahli bupati itu, cuman namanya doang yang staf ahli. Tapi pada prakteknya, kalo bupati perlu ambil keputusan apapun yang menyangkut disiplin ilmu sang staf ahli, staf bersangkutan ngga pernah ditanyain. Sang staf cukup masuk kerja aja saban hari seperti biasa, tapi ilmunya ngga pernah diaplikasikan buat kemajuan daerah itu, coz bupatinya juga ngga pernah make dia. Untuk sisi anggaran daerah, ini jelas pemborosan sumber daya manusia. Untuk staf yang bersangkutan, ini perintah terstruktur untuk makan gaji buta. Bagi bupati terkait, dia terhindar dari benjol coz udah melaksanakan hukum yang mewajibkan bupati buat mengangkat staf ahli demi membantu tugas-tugasnya.

Lepas dari masalah skandal jepit kelas lokal ini, gw menyorot makna dari jabatan staf ahli itu sendiri. Bagaimana seorang staf ahli militer bisa dianggap keren, sedangkan staf ahli pemerintah daerah malah ngga dianggap apa-apa. Padahal namanya sama-sama staf ahli. Katanya sih, masih lebih keren jadi kepala dinas ketimbang jadi staf ahli. Gw ngga terlampau ngerti. Tapi menurut gw, kalo pemerintah daerah punya staf ahli yang ngga dipake, mendingan jabatan itu ngga usah ada aja sekalian. Kata para penggemar parodi satir, itu namanya jabatan-jabatanan. Kata orang Madura, itu namanya tan-jabatanan.

Kita semua mimpi jadi pejabat. Pejabat itu artinya punya jabatan. Staf ahli itu pejabat juga, kan? Tapi kalo jabatan itu ngga ada artinya, lantas apa gunanya?

Sebab, hidup itu harus bermakna. Buat diri sendiri, dan buat orang banyak.

Wednesday, January 28, 2009

Memboikot Banci


Berhadapan dengan orang-orang bego kadang-kadang sungguh nyiksa. Masih mending kalo orang bego itu ngga nyenggol kita, lha ini kalo ampe nyenggol, hal cerdas apa yang mesti dilakukan oleh kita yang katanya lebih cerdas ini?

Gw naik travel kemarin dulu ke Pulang Pisau. Nama travelnya..ah sudahlah, ngga layak buat gw promosikan. Pokoknya punya kantor di Jl S Parman di Palangka, dan ada kantor cabangnya pula di Banjar dan Buntok. Tarif jalan dari Palangka ke Pulang Pisau lumayan, cuman 50.000 perak. Gw nyobain ini atas rekomendasi hostess gw.

Dia jemput ke rumah. Krunya ramah. Supirnya sopan, setidaknya bukan tukang towel perempuan. Sampai di situ aja, gw harus mendefinisikan ulang apa itu sopan.

Menurut yang diinfokan krunya ke gw, travel itu akan mengangkut 4 orang ke arah Kuala Kapuas, termasuk gw. Gw duduk di depan. Ada 3 orang penumpang duduk di bangku tengah Innova itu. Maka kita berlima, termasuk supir, pun meluncur.

Di Kereng Bengkerei, tau-tau mobil berhenti di depan segerombolan laki-laki yang dadah-dadah. Mereka teriak, "Banjar! Banjar!"

Berikutnya, sudah ada tiga orang tambahan naik ke bangku belakang. Satu orang lagi, yang rupanya masih kenalannya si supir, meloncat ke bangku tengah yang sudah penuh diisi tiga orang penumpang.

Aha, sahut gw dalam hati.

Jalan sekilo, mobil itu berhenti lagi di sebuah warung rokok. Si supir buka jendela gw, lalu meneriakkan sesuatu dalam logat Banjar ke si pemilik warung. Berikutnya, dua bungkus rokok terjual ke dalam mobil itu.

Lalu..ini nih yang ngga gw suka: Si supir nyalain rokoknya persis di sebelah gw. Aha, sahut gw lagi.

Gw bisa nerima bagaimana sebuah mobil travel berubah menjadi taksi gelap. Tapi gw ngga terima supir ngebul dalam mobil, biarpun dia buka jendelanya lebar-lebar. Apa gunanya gw pake minyak wangi kalo ada yang ngebul di sebelah gw?!

Jadi inget posting gw bulan lalu, yang gw belagak mau muntah dalam taksi brengsek yang penuh preman merokok. Lha gw ngga punya cukup amunisi buat melakukan hal serupa, soalnya:
1. Si supir udah berusaha tidak ganggu penumpang dengan membuka jendela lebar-lebar supaya asapnya langsung keluar.
2. Si supir bertingkah sopan kepada gw, dan dia ngga rese sok akrab.
3. Gw kan udah pasang aksi mabok itu bulan lalu, masa' diulang lagi bulan ini? Di mana kreativitas gw?

Gw ngadu ke bokap gw besoknya, bilang ngga mau lagi pake travel yang itu lagi. Ngga peduli tarifnya miring. Mending gw naik travel mahal daripada gw kena resiko kanker paru.

Bokap gw minta gw lebih toleran. Katanya merokok itu sifat pribadi individual. Gw makin berang.

Kalo tiap orang di negeri ini ngira bahwa merokok itu sekedar masalah kecanduan individu, maka negara ini mesti siap nyediain lebih banyak fasilitas radioterapi coz pasien kanker paru makin bejibun.

Gw ngerti kenapa orang-orang ini ngebul. Mereka ngebul karena kebiasaan. Kebiasaan karena awalnya coba-coba. Nyobain karena liat temennya ngebul. Katanya kalo ngga ngebul, itu namanya banci.

Gw ngga maksa para perokok itu berhenti ngebul. Biar aja mereka bakar paru mereka sampai bonyok. Tapi orang lain berhak untuk bebas dari asap rokok. Jadi kalo situ mau merokok, menyingkirlah. Bukan sekedar menyingkirkan asapnya keluar jendela, tapi singkirkan juga bokongmu sekalian.

Tapi buat gw, mereka yang ngebul lantaran takut dibilang banci oleh temennya kalo ngga ngebul, salah besar. Kalo hanya itu alasannya, berarti mereka ngga punya jati diri kecuali citra yang dibentuk temennya itu. Dan yang ngga punya jati diri itulah yang lebih pantas disebut banci.

Indonesia bukan negara maju yang sanggup menyeret supir taksi gelap ke denda jutaan rupiah lantaran iseng merokok dalam kendaraan umum. Banci-banci ini ngga akan berhenti ngebul dan cuman maut aja yang bisa nyetop kebiasaan mereka.

Tapi kita, para korban asap rokok, bisa berbuat sesuatu untuk menghindar dari kanker paru. Cara sederhana: Boikot! Jangan lagi pake travel itu kalo supirnya masih ngebul dalam mobil. Jangan jadikan harga miring sebagai alasan, coz kesehatan paru kita jauh lebih berharga ketimbang selisih harga travel yang sebenarnya ngga ada apa-apanya.

Dan boikot jangan berhenti di situ. Pergilah jauh-jauh dari orang yang merokok: teman sekantor, pengantre di restoran, termasuk paman yang berkunjung ke rumah, bahkan pacarmu. Jangan layani suamimu kalo dia baru ngebul, dan katakan kepadanya, bahwa kamu ngga sudi berciuman dengan orang yang mulutnya bau asbak. Ingat semboyan Samantha Jones, "I love you. But I love me more."

Hidup itu emang harus milih. Toleransi terhadap rokok itu adalah pilihan. Dan memboikot banci yang kecanduan merokok, itu juga pilihan.

Tuesday, January 27, 2009

Cincin Itu Bukan Milik Gw


Gw salah pilih tempat PTT! Harusnya gw minta ditugasin di Lampung aja, bukan di Kalimantan Tengah, supaya gw bisa motret gerhana matahari cincin dengan lancar jaya.

Kemarin, Senin, 26 Januari 2008. Gw baca di koran hari itu mau ada gerhana matahari, tapi katanya cuman jelas di Anyer dan Lampung. Gw yang lagi nongkrong di Palangka udah pasrah aja, pasti ngga bisa liat deh. Seumur-umur gw ngga pernah liat gerhana, padahal gw selalu melakukan persiapan segala rupa begitu gw dengar gosip mau ada gerhana.

Nah, kira-kira jam 4-an sore, gw dalam mobil travel, perjalanan Palangka menuju Pulang Pisau, gw lagi chatting sama kolega-kolega gw Dini dan Christo. Lalu tau-tau Dini ngomongin gerhana sore itu. Katanya sih, keliatan di Kalimantan bagian tengah. Gw udah ngga peduli, gw kan di sisi kiri supir, mobil berjalan ke arah timur, ngapain juga mbalik badan buat liatin matahari.

Tapi gw mendadak tersadar bahwa kami masih di Kereng Bengkerei, dan mobil sedang bergulir ke selatan. Spontan gw noleh ke supir, dan..itu dia! Matahari bersinar, dan su-er..ada cincin menyala di sekelilingnya! Cincin yang indah sekali..

Gw buru-buru snapshoot, tapi hasil di display cuman figur bulat terang, dan gambaran cincin ngga keliatan sama sekali. Gw kecewa, dan segera jepret lagi, mumpung mobil kita masih menghadap selatan. Tapi lagi..kamera gw ngga cukup tajam buat ngejepret cincin itu.

Huu.. Sayang ya? Seumur hidup gw cuman tau gerhana matahari cincin dari buku doang, tanpa tau yang sebenarnya, dan kini gerhana itu terjadi tepat di depan gw, dan gw ngga bisa ngabadiin momen langka itu.

Mungkin kalo gw emang mau niat motret gerhana, gw akan tetap tinggal di teras rumah host gw di Palangka, bukannya di mobil travel ini. Tapi gw mengabaikan kemungkinan gerhana nampak jelas di Palangka, hanya coz secuil kalimat di koran bahwa gerhananya cuman jelas di Anyer dan Lampung.

Seringkali kita begitu menginginkan sesuatu, tapi kita ngga mau berjuang meraihnya hanya karena melihat peluang memperolehnya itu terlalu kecil. Akibatnya ketika yang kita inginkan itu betul-betul jatuh ke tangan kita, kita ngga siap menerimanya. Dan pergilah yang kita inginkan itu begitu saja, padahal kita nyaris memilikinya.

Kapan, pemandangan gerhana matahari cincin itu jadi milik gw lagi?

Sunday, January 25, 2009

Anak Dusun (Besar) Itu Pintar-pintar


Bicara tentang geliat teknologi di kota-kota kecil itu punya daya tarik sendiri. Saat kita masih merasa pesimis ngomongin bisnis internet di kota kecil, gw malah nyaksiin minimnya kesempatan buat anak sekolah di sini untuk melek teknologi.

Di Pulang Pisau ngga ada warnet. Dulu seorang pensiunan berbisnis warnet, tapi kemudian tutup coz dikit banget penduduk yang melek internet. Maka gw pun meregang nyawa lantaran kesepian karena ngga bisa googling dengan murah-meriah.

Saban gw ke Palangka, gw manfaatin kesempatan gw di ibukota Kalimantan Tengah itu dengan nyatronin warnet. Untung warnet di Palangka lumayan banyak, dan sialnya selalu padat dengan anak sekolah. Kebanyakan mereka nongkrong sampai berjam-jam, dan itu abis buat main game. Paling banter sih buka Friendster. Di sini Facebook ngga ngetren.

Maka gw belajar bahwa sebenarnya pangsa besar warnet di kawasan Cali adalah anak sekolah. Mungkin kalo di Pulang Pisau dibangun warnet juga, pasti penuh sama anak-anak sekolah pula.

Di sinilah sebabnya internet masih dipandang ngga sedap oleh orang awam. Para anak sekolah kebanyakan on-line cuman buat main game dan mejeng di Friendster. Yang lebih dewasa, misalnya kaum mahasiswa dan kaum pekerja, on-line cuman buat buka Facebook dan YouTube. Yang ngga masuk kategori di atas, yaitu kaum pengangguran, ngabisin waktu melototin webcam dan nonton film porno. Dikit banget yang make internet buat tujuan edukatif seperti nyari lowongan kerjaan, blogging, atau sekedar nonton siaran ulang yang mamerin gambar Bush dilemparin sepatu (Ya! Gw sebut itu edukatif!:-P).

Makanya bisnis internet di kota kecil jadi seret lantaran orang awam masih paranoid terhadap teknologi. Susah merangsang anak sekolah di sini buat belajar internet coz fasilitasnya emang ngga ada.

Tapi bulan lalu se-Central Cali geger oleh video penabokan seorang guru di Palangka terhadap murid-murid di suatu lapangan sekolah. Sang oknum guru sama sekali ngga tau, bahwa tindakannya itu direkam diam-diam oleh seorang murid pake HP. Adegan itu disebarin luas ke mana-mana, bahkan sampai dimuat di koran lokal. Yap, emangnya cuman video porno anak sekolah aja yang bisa disebarin via HP? Video pelecehan guru terhadap murid juga bisa lho..

Ini pertanda bahwa sebenarnya potensi anak sekolah di kota sekecil Palangka terhadap pemanfaatan teknologi itu terbilang tinggi. Tinggal dibina aja kok. Dan warnet adalah sarana yang pas buat ngajarin anak sekolah tentang teknologi informasi.

Memang, pada masa-masa awal berdirinya warnet, anak-anak sekolah paling-paling hanya make warnet buat main game, buka Friendster, atau nonton video. Sama kayak anak kecil belajar baca majalah anak, yang dibaca pasti hiburan melulu.

Tapi seiring dengan berjalannya waktu, anak sekolah akan belajar manfaatin warnet untuk tujuan yang lebih berbobot. Guru bisa membina mereka memaksimalin internet, misalnya untuk cari bahan tugas sekolah. Boleh juga belajar bikin blog tentang sekolahnya, itung-itung gantinya majalah sekolah. Atau yang paling gampang, kasih PR via e-mail, dan suruh nyerahin PR-nya via e-mail juga. Hemat kertas, sekalian ngajarin prinsip go green. Kuncinya cuman satu, gurunya ngga boleh gaptek!

Pulang Pisau, dan kota-kota kecil lainnya di Indonesia, harus betul-betul berdayain anak-anak sekolahnya kalo memang kepingin jadi kota maju. Dan sebaiknya, itu dimulai dengan bikin warnet di kotanya.

Thursday, January 22, 2009

Dicegat Polisi


Seumur-umur baru kali ini gw naik kendaraan dan dicegat polisi. Gw sebenarnya paling sebal kalo lagi naik apa aja lalu disuruh berhenti ama polisi. Mereka suka nanya-nanya ngga penting, ngomentarin apa-apa yang ada di kartu identitas, sok akrab padahal ujung-ujungnya mau ngajak kenalan.

Nah, gw ngga tau kenapa mendadak polisi-polisi di Pulang Pisau jadi pada rajin. Setidaknya minggu ini gw liat polisi lagi rajin nyetop motor-motor yang lewat. Untungnya gw ngga nyetir sendiri, coz ada para staf kantor yang bergiliran jemput gw pake motor tiap hari. Gw sih seneng-seneng aja coz ngehemat biaya ojek. Tapi gw punya salah besar, gw ngga pernah nanyain apakah staf-staf kantor yang ngejemput gw itu punya SIM.

Nah, hari ini, staf kantor jemput gw. Pas kita meluncur ke kantor, tau-tau di perempatan kita distop sama seorang bintara. Dengan sopan sang polisi nanya mana SIM staf gw. Dan ternyata, staf gw ngga bawa SIM; tapi ngakunya bawa STNK.

Mahagubrak! Terang aja si polisi nyuruh kita menepi ke pos dulu. Staf gw ngotot mau ke kantor dulu, tapi polisinya maksa (ya iyalah!). Akhirnya gw bisik-bisik ke staf gw, nurut ajalah ke tepi, sambil gw nelfon ke kantor.

Pikiran gw bekerja kilat cari-cari alasan buat ngeles. Gw pernah nyiapin alasan-alasan ini kalo suatu hari ditangkap polisi. Gw bisa bilang,
1. "Pak, itu motor sebenarnya punya saya, tapi saya lagi sakit perut jadi saya suruh ajudan saya yang nyetir." (padahal SIM gw kan SIM A)
2. "Pak, saya ini dokter. Saya lagi ditungguin pasien gawat sekarang dan saya harus buru-buru!" (dan gw segera nyuruh orang-orang kantor gw buat pura-pura bikin pasien karbitan)
3. "Pak, saya ini anaknya Kapolri."

Bahkan kalo pun gw jadi polisi, gw ngga akan percaya alasan bohong murahan ini.

Jadi kita menepi. Gw turun dan mulai nelfon kantor supaya mereka melakukan sesuatu; bikin SIM-SIM-an, kasih sesajen soto ayam ke polisi, atau apalah. Staf gw bilang ke polisi kalo SIM-nya ketinggalan di kantor.

Ajaib, tau-tau sang polisi nyuruh staf gw ambil SIM-nya di kantor. Gw naik motor lagi, dan kita berdua melesat pergi.

Nggak ada jaminan apapun. Gw menggerutu kepada semua staf di kantor; seumur-umur baru kali ini gw dicegat. Dari semua tempat yang bisa nyegat gw, kenapa gw mesti dicegat di Pulang Pisau? Di Bandung aja gw ngga pernah disentuh polisi! Gw ngebayangin berapa orang yang bisa repot turun-tangan kalo gw ampe mendekam di tahanan kota kecil ini: bokap-nyokap gw, hostess gw, bapak kost gw, bidan yang ngelahirin gw (dia kan tokoh masyarakat sini!), Pelaksana Harian DinKes Kabupaten, Kadinkes Provinsi.. Menteri Kesehatan?!

Gw emang ngga pernah cerewet inspeksi SIM staf-staf kantor gw. Lha gw kan pegawai kiriman dari Menteri buat nolongin kesehatan daerah perifer, jadi gw ngga ada kapasitas buat ngurusin SIM pegawai-pegawai lokal yang memfasilitasi transportasi gw.

Staf-staf kantor gw terbahak-bahak. Mereka nggak ngira kejadian gini bisa ada. Jelas-jelas kita pake motor plat merah, biasanya aman-aman aja kok. Mungkin polisi-polisi itu cuman pengen liat gw turun dari motor. Mungkin mereka cuman pengen minta nomer HP gw. Mungkin mereka batal nilang ajudan gw lantaran jiper liat tampang gw yang mirip kucing Angora yang sok elite.

Gelo juga yah, polisi-polisi periode sekarang jadi rajin-rajin. Dan, kayaknya staf kantor gw mesti dibikinin SIM baru deh.

Tuesday, January 20, 2009

Ketika Pesawat Menabrak Burung


Mereka bilang, kendaraan yang paling jarang nabrak tuh pesawat terbang. Coz, di jalan, motor bisa nabrak kucing, mobil bisa nabrak becak, kereta bisa nabrak orang. Lha pesawat mau nabrak apa coba?

Tapi setelah kejadian pesawat terbang mendarat darurat di Sungai Hudson minggu lalu, gw kaget sendiri baca penjelasan musibahnya. Pesawat itu, mesinnya mati mendadak pas lagi terbang, gara-gara nabrak segerombolan burung angsa!

Gw yang udah berkali-kali naik speedboat, seringkali ngalamin mesti berhenti di tengah sungai, gara-gara baling-balingnya keserimpet eceng gondok. Gw ngga bisa terima alasan pesawat bisa juga nabrak burung angsa terbang. Apa pesawat ngga punya klakson yang cukup keras buat nyuruh burung-burung minggir? Kenapa tuh burung ngga nyingkir aja dari jalan kalo ada pesawat mau lewat? Apa burungnya bolor dan budek?

Kata kakak gw yang ahli pesawat terbang, bisa aja sih bikin pesawat yang baling-balingnya anti keserimpet burung, tapi itu ngga efisien. Entah apa maksudnya.

June, 26, ini nama benernya lho, teman gw yang juga ahli pesawat terbang, mencoba nerangin ke gw yang awam. Kata June, mesin pesawat tuh bisa nyedot apa aja kalo lagi nyala. Boro-boro burung, manusia aja bisa kesedot kalo deket-deket mesin pesawat yang lagi dipanasin. Itu sebabnya ngga sembarangan orang boleh berkeliaran di parkiran pesawat di bandara.

Manusia sih bisa baca tanda DILARANG MASUK. Tapi sialnya burung mana bisa baca, kan mereka ngga pernah sekolah? Jadi mungkin jalan terbaiknya ya, pesawatnya didesain akustik, jadi dibikin ngeluarin suara yang ngga kedengeran ama manusia, tapi bisa kedengeran burung, dan burungnya ngga suka suara itu. Sekarang, gimana caranya nentuin burung apa yang kira-kira daerahnya dilewatin sama pesawat itu, terus suara apa yang kira-kira ngga disukai sama burung itu.

Waaks..ribet banget yak? Sekarang bayangin pesawat langganan gw yang trayek Palangka Raya-Jakarta, daerah mana aja tuh yang dilewatin, terus burung apa aja yang mondar-mandir di situ, lalu mereka alergi suara apa aja. Nentuin suara selera burung aja udah susah, apalagi nentuin alergi suara para burung?

Yang lebih repot lagi kalo burungnya rabun ngga bisa lihat pesawat lewat, apalagi budek ngga bisa denger suara klakson. Heran juga mereka masih bisa terbang, pasti indera penciumannya kuat banget. Barangkali pesawat kita mesti dipasangin bau-bauan yang kira-kira ngga disukai burung. Waduh!

Jelasnya, manajemen masalah ini butuh peran serta para ahli burung. Sialnya gw ngga yakin para pakar perburungan udah diundang untuk duduk semeja dengan para ahli pesawat terbang, membahas cara bikin pesawat yang kira-kira ngga akan sampai nyedot burung lewat.

Teman gw lainnya, malah ngasih tau gw solusi buat ngusir burung dari bandara yang anti burung. Katanya, mereka pasang pawang burung gitu, yang tugasnya make burung-burung predator macam elang atau mungkin rajawali, buat ngusir burung-burung lainnya. Tapi menurut gw itu ngga efektif, coz itu belum bisa melarang elang atau rajawali supaya jangan deket-deket pesawat. Lagian, burung yang potensial buat nabrak kesedot pesawat yang lagi ngebut tuh bukanlah burung-burung mungil macam burung kenari atau burung gereja; tapi justru burung-burung berbobot macam belibis misalnya.

Nah, karena musibah burung nabrak pesawat ini bisa terjadi di mana aja, termasuk di negeri sendiri; dan karena para ahli pesawat terbang belum temenan sama para ahli perburungan buat mencegah musibah ini, maka marilah kita sama-sama berdoa sebelum naik pesawat. Tuhan, selama pesawat ini mengangkut saya, tolonglah lindungi saya.
1. Jangan sampai di tengahnya terbang lalu ada hujan. Nanti pesawatnya kotor, padahal tadi pagi baru dicuci.
2. Kalo di pesawat nanti saya dikasih makan, mohon makanan itu jangan ada racun arseniknya. Kalo bisa dikasih saos mayonaise atau Thousand Island aja, coz pasti rasanya lebih enak.
3. Jangan sampai selama pesawat ini terbang, lalu papasan sama burung dan burungnya bandel ngga mau minggir, bahkan malah ngintip-ngintip ke tempat mesin. Mohon kasihanilah burung itu, dan kasihanilah saya. Amien..

Sunday, January 18, 2009

Souvenir Pembawa Petaka


Laki-laki memang tolol. Kadang-kadang mereka ngga tau tindakan mereka nyakitin kekasih mereka.

Di sebuah dusun di kota kecil di kabupaten gw, hiduplah sepasang suami-istri tua yang menyewakan apartemen di samping rumah mereka untuk seorang dokter perempuan yang lagi PTT di sana. Suatu hari masa tugas sang dokter itu berakhir, dan dia harus pulang ke Jawa. Lalu sebagai kenang-kenangan lantaran udah tinggal selama setahun di situ, sang dokter ninggalin fotonya kepada bapak-ibu kostnya.

Sebagai apresiasi tinggi terhadap dokter yang telah setia mengabdi untuk dusun itu, sang bapak kost majang foto sang dokter yang ukurannya cukup gede itu di dalam kamarnya. Foto itu ditaruh di sebelah foto si bapak sendiri, dan cuman dipisahin sama jam.

Foto itu tidak bertahan lama. Sang ibu kost ngebanting foto sang dokter sampai pecah, dan dikuncinya kamar itu sampai bapak kost ngga bisa masuk.

Selanjutnya ada dua dokter PTT yang tinggal ngekost di situ dan bertugas sampai masa kontraknya selesai, dan kisah itu turun-temurun ke dokter PTT berikutnya sebagai lelucon a la usia lansia. Selama bertahun-tahun bapak kost selalu bingung kenapa istrinya cenderung ketus kepada dirinya, sampai-sampai ia selalu minta konsul kepada dokter-dokter yang mendiami apartemen mungil itu. Dengan pendekatan a la dokter fresh-graduated yang masih perawan, mereka selalu bilang bahwa ibu kost punya sakit darah tinggi yang ngga boleh tersinggung. Tapi ngga ada satu pun yang berani bilang bahwa ibu kost punya masalah serius sama bapak kost, yaitu cem-bu-ru.

Akhirnya datanglah dokter PTT yang ketiga yang mendiami apartemen itu, seorang dokter yang keranjingan blogging dan senang jalan-jalan ke pasar malam. Suatu hari, setelah dia tinggal di situ selama empat bulan, sang bapak kost mengeluh kenapa istrinya ketus melulu dan dia sudah bosan lantaran dua dokter sebelumnya cuman ngasih nasehat favorit mereka ("Sabar ya Pak, sabar..")

Setelah memutar-mutar pembicaraan beberapa kali, akhirnya dengan muka memerah si dokter blogger ini terpaksa bilang bahwa si ibu marah coz si bapak memajang foto perempuan muda di sebelah foto si bapak bertahun-tahun lalu.

Si bapak menyeringai bingung. Kenapa, dia ngga ngerti. Itu foto kenangan. Dokter itu pernah tinggal lama bersama mereka, jasanya tiada tara. Kenapa ia tidak boleh mengenangnya.

Di sinilah gw sadar kenapa wanita dan pria bisa berantem. Bukan lantaran yang satu dari Mars dan yang satu lagi dari Venus. Tapi lantaran yang satu berpikir pake perasaan, dan yang satu lagi..berpikir ngga pake otak.

Kepada si bapak kost, dokter blogger itu mencoba menjelaskan tentang perempuan yang cemburu. Cemburu ngga kenal umur, sudah tua pun bisa aja cemburu. Apalagi kalo udah menopause dan mesin peranakannya udah "turun". Bapak kost manggut-manggut berusaha ngerti. Teori itu hanya bikin dia geli. Bagaimanapun dia hanya seorang pria yang kebetulan kelewat apresiatif terhadap foto mantan anak kostnya.

Mantan teman sekamar gw di apartemen gw ini, pernah bilang; sesuai kepercayaan orang Dayak, jika kamu mau meninggalkan tempat itu, baiknya tinggalkanlah salah satu barangmu. Dia sendiri, sebelum pulang ke kampung halamannya, dia ninggalin macem-macem; sendal jepit, jepitan jemuran, bahkan helm.

Masih 8 bulan lagi gw tinggal di sini, jadi gw belum tau mau ninggalin apa kalo gw pergi nanti. Yang pasti, ngga akan ninggalin foto. Ntar dipecahin juga deh..:-S

Saturday, January 17, 2009

Makanya, Tanya Dong!


Kita selalu kepingin hidup kita sesempurna John dan Jane di film Mr and Mrs Smith. Ketemu di tempat eksotis, jatuh hati pada pandangan pertama, nge-date sebentar, lalu melamar dan langsung menikah. Semuanya berlangsung cepat dan sempurna.

Yang ngga diketahui John, Jane adalah pembunuh bayaran. Dan yang ngga diketahui Jane, John juga sebenarnya pembunuh bayaran.

Kisah berikut ini mirip kasusnya, cuman ini ngga melibatkan senapan mesin. Seorang teman asal Jakarta, ditugaskan ke daerah Timur Tengah selama beberapa minggu. Di tempat yang katanya penuh berkah tapi menurut gw isinya berantem melulu itu, dia ketemu laki-laki yang sangat ganteng asal Surabaya, yang juga dipekerjain di tempat yang sama.

Selanjutnya kejadiannya bisa direka-reka sendiri (tentu saja tanpa melibatkan adegan tanpa busana di sprei putih yang melibatkan tequila, coz ini kan di Timur Tengah! Di sana ngga ada tequila, paling banter adanya juga kebab dan shisha..:-o). Pokoknya ujung-ujungnya teman gw naksir si ganteng ini.

Padahal mereka kan baru kenal beberapa minggu, atau mungkin cuman beberapa hari. Kuatir baru saja kepincut dengan kucing dalam karung (gw ngga sopan juga ya; masa' cowok ganteng disamain sama kucing?), teman gw berusaha nyelidikin asal-usul si Ganteng. Dan itu bukan perkara gampang, coz mereka tinggal di kota yang beda, dan tidak punya lingkungan teman yang nyambung. Gampang aja melacaknya di situs pertemanan, tapi Friendster dan Facebook bukan tempat yang tepat untuk nyari borok-boroknya si Ganteng. Foto-foto di situ udah diedit, profilenya terlalu rapi, semuanya seolah sempurna tapi palsu.

Jadi teman gw ngontak sohibnya, seorang blogger yang sedang bertapa di Pulang Pisau, Kalimantan. Kenapa dia milih blogger cantik yang tengah menyendiri di negeri antah-berantah itu, coz si blogger ini dikenal punya networking luas yang jaringannya menjangkau sampai ke asosiasi profesi si Ganteng di Surabaya. Teman gw cuman mau tau borok yang paling dicemaskannya; apakah si Ganteng bukan bujangan lagi.

Gw, (ya, blogger cantik itu tentu aja gw; emangnya siapa lagi?!) langsung gerak cepat ngontak kakak gw yang masih kolega si Ganteng di Surabaya. Tidak butuh waktu lama untuk mengetahui bahwa ternyata si Ganteng adalah seniornya Mas gw, dan dia cuman beda dua angkatan di atas Mas gw. Dan Mas gw mengkonfirmasikan bahwa si Ganteng itu udah punya bini. Itu boroknya.

Untung teman gw ngga jadi ama si Ganteng. Kalo ampe jadi, bisa-bisa tempat tidurnya berisik nantinya.

Thanx to networking, jadi bisa mencegah terjadinya hal-hal yang (tidak) diinginkan. Si Ganteng jelas ngga merasa perlu kasih tau teman gw bahwa dirinya udah menikah, sama seperti John Smith ngga merasa perlu kasih tau Jane bahwa dirinya kerja sebagai pembunuh bayaran. Mungkin pria-pria ini mengira para "perempuan mereka" (apa sih frase Indonesia yang tepat untuk "their girls"?) akan tau sendiri yang sebenarnya nantinya. Mereka ngga akan pernah bilang kalo kita ngga pernah nanya.

Gw harus mulai nanyain teman-teman kencan gw sekarang. Mas, apakah kau punya bini? Dan apakah kau punya pekerjaan sampingan lain, misalnya..jadi pembunuh bayaran?

Bisa-bisa gw dikira kebanyakan nonton HBO.

Thursday, January 15, 2009

Koreksi Teh Inggris


Baiklah, apa yang ngga beres di gambar ini? Ini cuman gambar dari iklan teh Inggris favorit gw. Waktu gw nyoba produknya, gw langsung suka coz rasa buahnya yang manis dan harum berkesan riang, cocoklah sama gambar iklannya. Tapi tetap aja iklan ini ngga beres, kenapa? Yap, coz mana ada orang minum teh dengan kantong tehnya masih ada di dalam cangkirnya?

Gw nyobain sekantong, lalu gw celupin di cangkir. Sesuai petunjuk di kemasannya, gw mau nyeduh tehnya di air panas selama 3-5 menit. Tapi di tengahnya baru menit pertama, tehnya keburu cokelat kemerahan. Takut kemanisan, buru-buru gw pindahin kantongnya ke cangkir lain.

Ternyata dengan satu menit pun, teh buah yang mestinya diseduh tiga menit juga masih tetap enak. Bahkan satu kantong yang menurut petunjuknya cukup untuk satu porsi aja, bisa buat dua porsi. Meskipun gw belum nyobain, apakah kalo gw nyeduh tehnya untuk satu porsi selama tiga menit, hasilnya seenak percobaan pertama.

Ada hal-hal yang ngga diajarin di buku tapi harus tau dari pengalaman. Misalnya ya itu, kalo nyuguhin teh, jangan sama kantongnya. Padahal iklannya ngajarin sebaliknya. Dan masalah porsi-porsian teh itu ngga mutlak juga.

Tapi satu hal yang gw pastiin. Biarpun konon teh ini diimpor langsung dari teh a la keluarga Buckingham di Inggris, minum teh ini sama sekali ngga bikin gw ngerasa seperti Ratu Inggris!

Wednesday, January 14, 2009

Penggemar Berat Amoksisilin


Betul, nampaknya ngga cuman Barack Obama yang punya banyak penggemar, karena ternyata amoksisilin juga banyak banget penggemarnya.

Tersebutlah seorang awak kapal datang ke klinik gw ngeluh berdarah saban kali boker. Selidik punya selidik, ternyata kelasi ini sudah lama susah boker, jadi begitu dikeluarin dia maksain terus sampai anusnya lecet berdarah. Dia datang ke klinik gw coz udah bosen minum amoks tapi bokernya ngga kunjung normal. Gw ngga ngerti kenapa dia milih amoks sebagai pertolongan pertamanya. Kalo memang dia kepingin darahnya berhenti, kenapa ngga make Betadin aja sih?

Gw jadi inget, host gw yang perokok berat tahun lalu batuk-batuk. Dia gusar coz amoks yang diminumnya ngga mempan nyetop batuknya. Padahal selama ini batuk selalu rajin menyatroninya hampir 1-3 bulan sekali seperti arisan RT, dan untuk itu dia selalu minum amoks yang bisa dibelinya sendiri di pasar obat Palangka. Saking bosennya dia minum amoks itu, dia cuman minum amoks satu-dua tablet aja, begitu batuknya membandel, jadi ngga pernah diminum sampai obatnya abis.

Contoh-contoh di atas adalah bukti kenapa masyarakat kita (dan termasuk kita juga) begitu tololnya dalam urusan minum antibiotik. Amoks sekarang banyak banget dijual bebas di pasar obat murah, jadi orang awam bisa seenaknya beli aja tanpa pake resep dokter. Padahal kalo suatu antibiotik ngga diminum ampe abis, maka kuman yang udah kolaps di dalam tubuh, batal mati dan bisa hidup lagi, bahkan lebih ganas daripada sebelumnya. Dan ngga semua penyakit bisa sembuh dengan minum antibiotik, contohnya ya kasus sembelit tadi, coz sembelit memang bukan disebabkan kuman yang patut dibunuh pake antibiotik.

Yang paling repot, yang namanya obat itu punya efek merusak ginjal. Jadi istilahnya, kalo ngga perlu-perlu amat, ya ngga usah minum obat. Itulah sebabnya kenapa dokter kadang-kadang ngga mau kasih obat ke pasien, coz memang dianggap tuh pasien bisa sembuh sendiri kalo ngga minum obat. Gw sendiri sering becanda sama para kolega gw, kalo mau jadi dokter laris, jadilah dokter ginjal. Coz, pasien yang sakit ginjal itu bejibun, lantaran di masa lalu mereka doyan beli obat sembarangan di pasar obat. Dan yang paling asyik, sakit ginjal itu sampai sekarang ngga ada obatnya. Orang-orang antre buat cuci darah bukan buat perbaikin ginjalnya; tapi hanya untuk pake mesin yang bisa gantiin ginjal mereka bersihin racun yang gerogotin tubuh mereka, kasarnya sih alternatif supaya mereka bisa meninggal pelan-pelan "dengan cara yang lebih enak". Dan biaya cuci darah itu mahal banget, bisa bikin pasiennya ampe jual rumah segala. Ngga heran para dokter ginjal itu tajir-tajir.

Membredel pasar obat supaya mereka ngga jual obat sembarangan tanpa resep hanya sampai batas wacana. Yang penting adalah kasih tau para orang awam (termasuk kita juga lho!) supaya mereka ngga beli sembarang obat. Duit bisa didapat, obat bisa dibeli, sehat itu murah. Tapi sembuh itu, harganya bisa mahal banget.

Tuesday, January 13, 2009

Melawan, atau Benjol..!


Silakan sebut gw munafik lantaran ngga pro-Palestina, tapi setelah baca cerita ini, biarkan Tuhan tentukan siapa yang benar.

THE UNMEASURABLE PRICE OF WAR
Paul Martin

Sahabat saya Ashraf dan saya telah bekerja, makan, mengobrol..bahkan bertentangan pendapat, melalui begitu banyak tugas siaran - sebagian di bawah tekanan keras sebagai militan Palestina di Gaza melawan Israel, atau satu sama lain.

Pada hari ke-6 perang saat ini saya tak dapat menghubungi Ashraf di ponsel.

Kelak, dengan berlinangan air mata, dia memberi tahu saya kenapa. Adiknya yang paling kecil, Mahmoud, 12 tahun, dan sepupunya yang berumur 14 tahun, diberi tahu keadaan di luar sedang terlalu berbahaya. Rumah keluarga Ashraf berada di jalan yang sisinya merupakan gurun. Jadi anak-anak itu bermain dengan polos di atap datar rumah keluarga itu.

Lalu pesawat terbang Israel yang tak berawak menembakkan dua roket kecil.

Ashraf lari ke atas dan membawa anak-anak itu ke rumah sakit, tapi sia-sia. Keduanya dimakamkan hari itu juga.

Itulah yang terbaru dalam seri bencana bagi ayah Mahmoud dan Ashraf yang amat terpuji, seorang dokter. Dia telah berubah menjadi pengungsi sejak perang 1948.

Tahun lalu dia kehilangan satu putra, kameramen saya yang mengagumkan dan sulit tertahankan, Ahmed, dalam tabrakan mobil. Dan kini anaknya yang terkecil, Mahmoud.

PERISTIWA MENGERIKAN
Adakah alasan untuk serangan roket itu?

Mungkin saja. Kendaraan antena Israel tak berawak mungkin telah menyiarkan kembali gambar langsung yang tak menunjukkan anak-anak tapi sekedar figur tidak jelas yang bergerak di atas atap. Seberapa jelasnya gambaran pesawat terbang akan dak atap rumah Ashraf, akan menjadi subyek pemeriksaan, seperti yang dijanjikan Israel.

Juga, rumah Ashraf dekat dengan salah satu markas besar keamanan kota itu.

Pada Juni 2007 saya telah melihat - sedang berteduh di bawah papan daging yang berayun di dalam toko daging - ketika gedung itu ditangkap oleh pasukan Hamas.

Saya telah melihat rakyat sipil Israel tewas juga, hancur berkeping-keping dalam bom bunuh diri. Sebelas orang tewas - termasuk sekeluarga berenam di sisi jalan Jerusalem - kepingan badannya berhamburan di dinding.

Ada peristiwa mengerikan pada tahun 2001 di hotel pinggir pantai di Netanya. Pisau dan garpu tergantung menempel dalam langit-langit ruang makan, tempat 30 pria dan wanita lansia berkumpul untuk pesta makan-makan, semuanya kini sudah tewas.

Dan di kota Sderot, Israel, pada dua tahun lalu, saya bertemu supir ambulans yang telah ngebut ke peristiwa serangan roket yang meratakan rumah dekat jalur Gaza.

Ditemukannya cucuny sendiri, Osher, 1 tahun, terbaring dengan mata kirinya berayun keluar dan kepalanya pecah terbuka. Dokter menyelamatkan jiwanya.

Lalu di pinggir jalan Sderot, ada bangku kecil, terlukis dengan bebungaan merah dan biru pada titik tempat Ella, 17, seorang musisi yang berbakat, sedang jalan-jalan ketika sebuah roket menghantam dan membunuhnya.

PAKSAAN UNTUK MEMBUNUH
Saya juga telah bertemu para pembunuh - orang-orang yang telah merontokkan orang-orang tak berdosa macam Ella si Israel atau Mahmoud si Palestina. Mereka punya penjelasan sendiri. Beberapa bulan lalu, saya pergi dengan brigade penembak roket Palestina yang tekun mengirim persenjataan mereka ke jantung kota Israel (Sderot itu sendiri sebenarnya).

Mohammed, 24, (pada misi penembakan roket pertamanya) bilang bahwa pria, wanita, dan anak-anak Israel suatu hari nanti akan menghabisi para pejuang. "Jadi ayo bunuh mereka duluan," katanya.

Berbulan-bulan kemudian, saya ketemu dia di jalanan Gaza. Dia telah memutuskan pensiun dari penembakan roket dan kembali ke pemrograman komputer.

Perdana menteri Hamas punya penasehat didikan Amerika, yang pernah bilang kepada saya di kamera, "Roket kami belum cukup mematikan, tapi suatu hari nanti, dengan izin Tuhan, they will be."

Saya juga ketemu dua pilot Israel dari brigade Kobra, belitan ular menghias pada sisi helikopter satu-awak mereka, masing-masing dipasangi peluncur roket dan senapan mesin.

Salah satu pilot, Uri, menurunkan kacamata pilotnya, lalu mencabut keluar kliping koran Yahudi dengan foto seorang bocah pria dan kakeknya.

Mereka tewas, ceritanya, waktu pria ini sedang menjemput anak ini dari penitipan anak. Uri sedang terbang, bertujuan membunuh mereka yang disebutnya teroris. "Saya selalu bawa foto-foto ini kalau sedang bertugas," dia menjelaskan. "..untuk mengingatkan saya bahwa saat saya memburu teroris, saya sedang melindungi orang-orang macam ini."

Tidur nyenyakkah ia di malam hari? Saya bertanya kepadanya.

Terdiam sejenak. "Tidak," katanya. "Terkadang saya terbangun dan penasaran, ketika saya melihat target kami yang dekat dengan rakyat sipil, apakah benar jika tidak saya tembak. Mungkin saya biarkan dia hidup dan besok dia akan bunuh rakyat sipil kami."

Dari kaum pejuang Israel atau kaum Palestina, dapatlah saya rasakan empati yang besar terhadap mereka yang tidak bersalah.

Monday, January 12, 2009

Toko Obat Macam Mana Ini?


Sebel ngga sih kalo malem-malem kita butuh banget sesuatu dan ngga bisa ngedapetin? Duit buat beli sih ada, tapi toko yang jualnya tutup? Mungkin begitu kira-kira perasaan pasien gw waktu suatu malam dia ngiderin kota buat nyari apotek yang buka. Dia udah cukup merasa ngga enak lantaran udah ngegedor apartemen gw malam Minggu karena infeksi saluran kencingnya yang udah sakit banget, tapi waktu dia mau nebus resep gw, ternyata apoteknya tutup. Apa gunanya kalo berobat ke dokter tapi obatnya ngga bisa didapat?

Padahal orang sakit kan harus diobatin saat itu juga, masa' mau nunggu ampe apoteknya buka? Berarti jam 2 pagi pun apoteknya harus buka dong?

Ketidakpuasan pelanggan pun berlanjut besoknya, waktu cucu ibu kost gw mencret-mencret. Buat nebus resep gw, pasien sampai harus ngegedor pintu belakang apotek demi diladenin penjaganya. Ibu kost gw terpaksa harus kecewa lantaran sirup yang gw resepin ternyata ngga dijual di apotek itu.

Maka gw gantilah resep sirup itu dengan puyer. Gw tulisin aja, obatnya dosis 250 mg sebanyak enam bungkus. Maka ibu kost gw balik lagi ke apotek.

Eh kata apoteknya, mereka ngga punya tuh puyer 250 mg. Mereka cuman punya puyer yang itu.. 480 mg.

Duh, ingin sekali gw tatar tuh penjaga apotek. Ya 480 mg dibagi 2 aja, kan dapet 240 mg. Tambahin sisa 10 mg-nya, ukur pake timbangan. Sampeyan nih katanya apotek, masa' ngukur obat puyer aja ngga bisa?! Tapi gw ogah kalo mau bikin ribut sama penjaga apotek pagi itu, soalnya:
1. Besar kemungkinan dia cuman pelayan yang ngga cukup sebanding buat diajak berantem
2. Masih pagi, gw belum mandi, belum makan, jadi kayaknya ngga asik aja kalo berantem tapi belum mandi (padahal apa hubungannya ya?)

Dokter ngga bisa berdiri sendiri tanpa apotek, coz apotek yang jual obatnya. Tapi apotek juga mesti tau diri bahwa masyarakat butuh mereka, jadi mereka pantas siaga 24 jam dengan harga obat yang pantas. Dan apotek tuh harus punya standarisasi supaya mereka bisa kasih obat sesuai peraturan yang ada, coz namanya juga mereka tuh apotek, bukan warung obat kelas teri.

Sunday, January 11, 2009

Rontgennya Rusak, Boss..!


Jangan pernah lihat kalender. Itu nasehat bijak teman gw sebelum gw berangkat ke Cali. Jangan pernah berharap waktu akan berjalan cepat, coz kecepatan waktu tetap segitu-segitu aja. Jangan pernah ngitung mundur hari sampai tiba waktunya kontrak kerja ini berakhir, coz jika kamu melakukannya, bisa-bisa kamu bunuh diri lantaran PTT ini rasanya ngga selesai-selesai.

Pasien yang disinyalir tangannya remuk yang gw ceritain kemaren itu, ternyata kisahnya ngga berakhir ampe di situ. Staf kantor gw nganterin sang pasien ke rumah sakit dengan pikep dinas, dan nyeritain kisah selanjutnya kepada gw.

Staf kami ngebut buru-buru ke rumah sakit. Tiba di sana, ternyata mereka nunggu lama sekali ampe dokter jaganya datang. Katanya masih lebih cepat nungguin kedatangan gw ke kantor, padahal gw kan jaga di rumah, bukan di kantor, dan jarak rumah ke kantor lumayan 3 km. Lha ini ada dokter jaga di rumah sakit, tapi nyamperin ke UGD-nya aja lama beut.

Dokternya akhirnya tiba dan baca surat rujukan gw. Dia meraba tangan si pasien yang mungkin remuk itu, lalu bilang ke kaptennya si pasien, "Kayaknya tangannya ngga pa-pa." Lalu ia meresepkan pil antimual dan salep antinyeri.

Karena gw udah pesenin supaya tangan pasiennya di-Rontgen, sang dokter nyaranin pasien itu supaya foto Rontgen dilakukan di rumah sakit di kabupaten tetangga. Rumah sakit yang kami rujukin ini, lagi ngga bisa nge-Rontgen, coz Rontgennya rusak.

Staf kantor gw patah hati. Bayangin, udah capek-capek nganterin pasien, tapi si pasien ngga bisa ditanganin di rumah sakit lantaran Rontgen rusak. Apa gunanya rumah sakit kalo cuman buat diagnosa fraktur aja alatnya ngga bisa dipake?

Sang pasien juga patah hati coz ngga bisa segera ditolong. Untuk dirujuk ke rumah sakit kabupaten tetangga, tak ada anggaran darurat untuk transportasi. Dia hanya seorang anak buah kapal, kecelakaan itu terjadi saat kapalnya lagi singgah di pelabuhan kota kami. Kalo ada apa-apa, siapa yang bisa nolong selain klinik yang cuman punya fasilitas seadanya?

Sekarang gw sadar bahwa gw ngga bisa berbuat apapun selain melakukan P3K dan merujuk ke ahli bedah. Gw tau ahli bedah juga ngga akan bisa nolong kalo ngga ada foto Rontgen. Bantuan gw terhadap sang kelasi terlalu kecil, tapi setidaknya gw telah memberi tahu pasien itu bahwa dia butuh Rontgen untuk mastiin tangannya mungkin remuk dan bisa cacat permanen. Kalo gw ngga bilang gitu, mungkin ampe sekarang dia masih mengaduh kesakitan di kapalnya lantaran tangannya ngga bisa dipake megang garpu.

Dan yang mengusik gw, peristiwa itu terjadi saat gw lagi tidur siang. Gw bisa aja nolak dengan dalih kecelakaan itu di luar kompetensi gw sebagai dokter umum, tapi yang gw lakukan malah pergi menanggulangi si pasien seadanya. Dan tindakan gw itu, memang akhirnya menolongnya.

Jadi gimana kalo pasien itu datang bukan pada suatu sore jam 3, tapi datang larut malam? Dan pada hari libur pula saat gw lagi ngga stand-by? Akankah pasien itu buru-buru langsung dibawa ke rumah sakit hanya untuk mendengar bahwa Rontgen-nya rusak?

Dengan berat hati, gw terpaksa menyadari bahwa kehadiran gw sebagai dokter umum satu-satunya yang berwenang di pelabuhan itu, ternyata masih sedikit berguna. Padahal, gw sedang berharap ada mukjizat yang bisa mempercepat berakhirnya masa tugas gw, supaya gw bisa buru-buru angkat kaki dari kota sepi ini.

Jika gw cukup mengerti betapa sebenarnya kota kecil ini butuh gw, akankah gw berhenti berharap supaya waktu segera berlalu? Jika gw sadar bahwa sebenarnya kota ini masih kekurangan dokter, maukah gw tetap di sini pada hari libur? Jika empati itu telah ada, cintakah yang samar-samar gw rasakan pada kota ini?

Saturday, January 10, 2009

Fobia Kamera?


Kita sudah berusaha keras, jangan sampai keluar rumah dengan tampang kusut seperti baru disambar genderuwo. Tapi kamera tetap aja setia mengintai dan siap menyerang setiap saat bak paparazzi tak diundang.

Suatu hari yang cukup terik, gw lagi enak-enak tidur siang, dan tiba-tiba dipanggil kantor. Ada pasien kecelakaan, jadi sebaiknya gw turun tangan. Maka gw segera nyiapin diri gw segesit mungkin; lempar selimut, ganti daster dengan baju kerja, nyisir, pake bedak, matiin lampu, tutup jendela. Ngga gampang melakukan itu semua dalam sekejap, coz gw kan cewek dan ngga bisa ngolesin lipstik sambil buru-buru, sementara gw ngga boleh kalah cepat sama supir kantor yang saat ini lagi ngebut buat ngejemput gw.. Oops, itu dia udah tiba di depan apartemen gw. Gw segera meraup tas dan ngunci pintu.

Kita tiba di kantor dan gw segera ngurusin pasien itu. Nampaknya tangannya retak, jadi gw kasih obat antinyeri, lalu rujuk dia ke rumah sakit terdekat. Masalah selesai.

Saat gw lagi duduk santai nulis laporan, staf kantor datang dan minta gw ke ruangan lain untuk difoto. Kantor memerlukan foto gw untuk pendataan pegawai. Dan kamera digital udah siap.

WHAT?! No way, gw ngga mau dipotret! Tidak hari ini, saat gw buru-buru ke kantor untuk kasus darurat di mana gw ngga sempat dandan lengkap!

Staf meyakinkan gw bahwa gw masih cantik sore itu, tapi gw menepis bujukannya yang buat gw hanya terdengar bak omong kosong. Tak ada orang yang boleh motret gw saat itu, tidak ketika gw sedang ngga pe-de dengan rona muka gw nan pucat. Jika gw tau hari itu kantor mau motret gw, gw akan dandan lengkap. Tapi mereka bangunin gw mendadak dari tidur siang demi pasien yang tangannya remuk, jadi gimana gw mau dandan lengkap? Bagaimana kalo gw nekat difoto dengan tampang seadanya dan foto itu dikirim ke Direktorat Jenderal Pusat? Apa kata Bu Menteri kalo pegawainya nampak pucat di foto?

"Aduh, jadi benar bahwa pegawai negara kita memang tidak sejahtera. Nih fotonya aja nampak mirip orang susah. Apakah tidak sebaiknya kita naikkan gaji mereka supaya mereka nampak sedikit lebih ceria?"

Gw janji sama staf kantor bahwa besok gw akan bawa foto resmi gw, jadi mereka ngga perlu motret gw sore ini. Staf gw sepakat.

Alangkah susahnya jadi perempuan dan jadi dokter sekaligus. Kami harus selalu gesit menghadapi masalah darurat kapanpun, dan secara bersamaan juga harus selalu tampak menawan untuk siap difoto setiap saat. Dan itu tak akan pernah jadi pekerjaan yang mudah.

Wednesday, January 7, 2009

Layak Disantet


Gw ngga percaya ilmu hitam. Itu cuman konsumsi orang-orang yang ngga pernah disekolahin. Dan posisinya sama nistanya dengan penyembah berhala. Tapi sekarang gw pengen tau di mana alamat biro penyedia jasa santet. Spesifikasi: Santetnya ngga boleh gaptek.

Ini bermula gara-gara kemaren pagi gw dibangunin e-mail notifikasi bahwa Georgetterox tersayang gw di Friendster baru aja dapet komentar. Begitu gw liat cuplikan komentarnya, ternyata iklan kasino gratis! Males liatnya, gw hapus tuh e-mail dan janji ntar kapan-kapan tuh komentar mau gw tandain spam aja langsung dari dashboard.

Eh, ngga taunya e-mail-e-mail notifikasi lainnya berdatangan, dan semuanya soal komentar dari pengirim yang sama tentang kasino gratisan. Edan, emangnya blog gw tuh sarana iklan, apa? Dan sang penjahat kasino masih aja ngirim iklan yang sama ke blog gw, semenjak gw nyalain e-mail gw jam 5 dan iklan itu baru stop jam 8, mungkin si moron itu kecapekan sendiri ngetik copy-paste-submit terus-terusan. Membuat gw yakin bahwa ini bukanlah perbuatan otomatis dari suatu komando, tapi ulah oknum yang masih nyebarin spam secara manual.

Pertanyaannya, siapa yang melakukan? Orang iseng? Kalo cuman iseng, kenapa dia melakukannya hanya pada posting Make Friends with Ghost, posting yang udah kadaluwarsa tiga minggu? Artinya, tindakan spamming itu bukan buat menarik perhatian pembaca Georgetterox.

Maka yang menarik, kalo emang ini tindakan acak, kenapa posting yang dipilih itu Make Friends with Ghost? Dan dengan jumlah spam yang dikirim banyak banget, hitungan terakhir gw ampe 100, maka orang ini terobsesi berat kepingin ngerusakin posting gw yang satu ini. Entah apa alasannya.

Dan tindakannya itu berlangsung selama jam pagi. Gw sih ngerti aja kalo yang melakukan ini adalah pengangguran amatiran yang ngga punya kewajiban sarapan dan berangkat ke kantor. Tapi bahwa spam itu tau-tau berhenti jam 8 pagi? Kenapa dia berhenti ngirim jam segitu?
Entah gimana gw kepikiran bahwa jam segitu tuh kalo di Boston udah waktunya tidur. Kenapa Boston? Coz orang yang gw olok-olokin di blog Make Friends with Ghost itu, tinggal di Boston. Dan dengan sifatnya yang rada ngidap ansietas-depresif, dia emang cocok buat terobsesi untuk ngirim ratusan spam ke blog gw.

Apa yang mesti gw kerjain? Nyuratin dia buat nuduh dia kirim spam dan nyuruh dia stop? Males banget gw berkomunikasi dengan orang gila. Tengadahin tangan dan berharap pertolongan jatuh dari langit? Tidak, itu bahkan bukan ide yang cerdas. Atau, buka yellow pages Banjarmasin dan cari alamat dukun yang bisa kirim santet ke alamat e-mail di Boston?

Mendadak gw terdengar seperti orang yang ngga intelek.

Blog bahkan bisa kena spam. Berbahagialah, coz itu pertanda bahwa blog kita udah beredar luas. Moderasi komentar akan butuh manajemen sendiri, dan saat itulah blog tidak lagi hanya sekedar jadi hobi.

Gw doain, orang yang kirim spam ke blog gw itu, suatu saat nanti akan meregang nyawa karena sifilis.:@

Tuesday, January 6, 2009

Jangan Bunuh Diri Dulu!


Ada banyak alasan kenapa orang ingin bunuh diri. Usaha bangkrut, suami selingkuh, atau malu belum bayar sekolah. Tapi motivasi tetangga gw untuk bunuh diri betul-betul aneh.

Gw lagi enak-enak tidur, pas bapak kost bangunin gw. Katanya tetangga kita pingsan di jalan, setelah muntah-muntah. Gw langsung ambil stetoskop dan lari keluar. Singkat cerita, tetangga gw, seorang perempuan paruh baya, dalam keadaan setengah nggak sadar dibopong ke rumah sakit. Saksi mata menyebutkan bahwa muntahan si ibu itu bau obat nyamuk.

Baru besoknya gw diberi tau bahwa si ibu ternyata emang minum obat nyamuk. Gw bingung kenapa dari sekian banyak alternatif minuman di Pulang Pisau, mulai dari air galon ampe air sungai, tetangga gw malah milih obat nyamuk untuk diminum. Seberat itukah krisis pangan di kota kita? Padahal bapak kost gw jualan air minum isi ulang pake teknologi ultra violet (promosi nih yee..)

Well, alasan kenapa si ibu minum obat nyamuk adalah, karena anak laki-lakinya baru saja pulang ke rumah bawa penyanyi dangdut.

Jangan ketawa! Gw juga ngga paham korelasinya. Maksud gw, kenapa kayak gitu aja harus minum obat nyamuk? Kebayang kalo yang dibawa pulang anaknya bukan penyanyi dangdut, tapi penyanyi seriosa. Akankah yang diminum bukan obat nyamuk, tapi malah minum minyak tanah? Gimana kalo anaknya pulang bawa penyanyi rap? Mungkin ibunya akan minum lisol.

Anyway, gw cukup berduka coz ulah si ibu telah membuat panik para tetangga sampai-sampai harus ngegedor kamar gw padahal gw lagi tidur. Ini kan Natal dan Tahun Baru, seharusnya jadi hari bahagia yang mesti dirayain dengan salam-salaman, bukan dengan minum obat nyamuk..!

Friday, January 2, 2009

Kejar Setoran


Tahun lalu Facebook booming, sementara popularitas Friendster mulai meredup. Dulu gw bisa kewalahan balas e-mail di Friendster saking bejibunnya, tapi sekarang belum tentu gw bisa dapet e-mail satu aja sehari di Friendster. Justru tiap hari ada aja yang ngundang gw masuk Facebook. Meskipun kalo dipikir-pikir, sebenarnya yang ngundang gw ke Facebook sih, orangnya masih yang itu-itu aja di account Friendster gw.

Gw ngerti sih, sekarang (hampir) semua orang merasa harus punya account Facebook. Pejabat-pejabat yang ngebet mau jadi presiden Indonesia juga berebutan bikin Facebook. Kayaknya niru-niru manuvernya Barrack Obama, yang konon punya 30.000 teman di account Facebook-nya. Teman gw yang seorang arsitek, juga jadi "teman"-nya di Facebook itu, biarpun gw ragu apakah Obama kenal sama teman gw itu, dan tau apakah teman gw itu punya rambut setengah gimbal dan demen makan batagor.

Padahal kalo dipikir-pikir Facebook juga ngga ada bedanya sama Friendster. Sama-sama buat nyari teman sekolah jaman dulu. Yang lucu, banyak yang ngundang gw, padahal gw ngga pernah ngerasa pernah ketemu sama mereka. Sialnya, waktu gw masih pake seragam sekolah dulu, gw bukan anak yang populer di sekolahan. Gw ngga kenal semua orang, tapi cuman tau segelintiran. Pendek kata, mereka mungkin kenal gw, tapi gw aja yang ngga kenal mereka.

Jadi suatu hari ada laki-laki asing ini ngundang gw di Facebook, dan di profilenya gw baru ngeh bahwa dia pernah satu sekolah sama gw, tanpa ambil pusing gw terima undangannya. Tapi waktu gw kirimin dia e-mail buat iseng nanyain sekarang dia kerja di mana, dia jawab, "Maaf, ini Vicky yang mana ya? Sorry saya rada pelupa, udah sembilan tahun, hehehe.." Nah, dia ngucapin password yang salah. Dia bukan lupa sama gw, tapi dia emang ngga kenal sama gw. Dan gw juga ngga ingat dia. Tanpa tedeng aling-aling, gw tendang dia dari daftar friend.

Ini jadi mirip fenomena Friendster dulu. Seorang dokter pernah ngundang gw di Friendster. Gw terlalu sibuk buat approve dia. Dia ngotot minta di-approve segera, dan akhirnya dia untung juga gw approve. Sekitar setahun kemudian, gw ngundang dia masuk Yahoo Messenger. Lalu dia balas undangan gw dengan pertanyaan ini, "Maaf, ini Vicky yang mana ya?" Wah, salah password lagi nih. Jelas dia ngga ingat gw, padahal ID gw yang tertera di situ jelas-jelas nunjukin nama lengkap gw. Gw hapus aja dia dari Messenger List, dan sekalian dari Friendster juga. Anehnya, kira-kira beberapa bulan kemudian, dia ngundang gw buat masuk Hi5. Jadi, kesimpulannya, orang-orang ini kenal gw apa engga, sih?

Gw bingung kenapa orang berlomba-lomba ngundang orang di Facebook, Friendster, Hi5, Plurk, dan entah situs mana lagi. Apakah kalo makin banyak temennya berarti dia makin eksis? Sekarang apa artinya punya daftar friend setumpuk kalo mereka kenal sama kamu aja engga? Kenal kamu itu, berarti tau kamu ini siapa, tinggal di jalan apa, RT berapa, udah punya selir berapa. Makanya gw ngga percaya bahwa temen arsitek gw "temenan" sama Obama.

Bagaimana dengan kamu? Berapa jumlah di daftar friend kamu? Dan yang lebih penting lagi, apakah mereka ini betul-betul temen kamu? Atau cuman nambah-nambah deret foto doang?