Saturday, September 4, 2010

Enaknya Sebuah Pelukan

Kemaren, saya lagi ngobrol sama temen di mesjid, lalu istrinya temen saya dateng. Istrinya itu, yang juga kolega saya, nongol dengan muka pucat lantaran semalaman jaga rumah sakit dan sampek siang besoknya belum tidur juga. Temen saya nampaknya kangen berat karena jaga itu bikin istrinya nggak pulang ke rumah, jadi dengan refleks temen saya langsung memeluk istrinya. Dan melihat manuver spontan itu, perut saya langsung mules.

Saya ngerti sih temen saya dan istrinya itu saling merindu, tapi saya tetep aja sebel. Saya kan juga kepingin, dan saya merana lantaran satu alasan: I haven't seen my baby for almost two months. Dan penyebab utamanya bukanlah lantaran sekarang lagi puasa.

Saya selalu sebel lihat orang-orang yang kangen ditinggal kerja suami/istrinya padahal baru nggak ketemu sehari. Buat saya, itu sih cemen, coz separah-parahnya kekasihmu nggak ketemu kamu, minimal kalian masih berada di kota yang sama. Jadi kalau kangen, ya satronin aja ke kantornya dan bawain donatnya, dijamin kangennya ilang. Lha saya nggak ketemu my hunk bisa sampek berminggu-minggu, karena buat ngapel aja mesti naik pesawat dulu. Itu pun ketemu cuman 2-3 hari, setelah itu "yuk dadah yuk bye-bye".

Alangkah enaknya sebuah pelukan spontan. Saya selalu heran kalau lihat para suami-istri merasa kaku buat berpelukan. Pelukan itu bahasa paling murah-meriah untuk nunjukin kasih sayang, melenyapkan basa-basi dan menyelesaikan semua kesulitan berkomunikasi. Dan kepada semua perempuan yang bisa meluk kekasihnya sekarang, saya sungguh iri dan saya ingin sekali berada di posisi mereka malam ini.

I can't take this anymore. Saya kangen, saya rindu. I miss my hunk's arms. And I wanna see him, before this September is over.

*diketik dari HP, tengah malem di tempat tidur, sambil nungguin mata yang nggak mau diajak merem. Sementara yang dikangenin, lagi keasikan berdoa di mesjid sampek subuh besok.*