Tuesday, November 27, 2012

Ngomong Aja Langsung

Saya sakit. Mula-mula radang hidung, lama-lama ekstensi jadi radang tenggorokan. Sudah tiga hari. Saya sudah ngeh sejak tiga hari yang lalu, jadi saya sudah beli segepok obat, salah satunya obat pilek.

Obat pileknya adalah sirup bikinan Inggris yang pabrik manufakturnya ada di Jakarta. Saya sudah lama langganan pakai obat ini, karena saya tahu kalau alergi saya lagi kumat, bisa reda kalau pakai obat ini. Cuman saya biasanya beli obatnya yang kemasan 120 ml. Kali ini saya beli yang kemasan 60 ml. Perhitungan saya, ini cuman alergi temporer, bisa sembuh sendiri kalau saya mau rendah hati untuk tidur dan nggak maksa begadang.

Baru kali ini saya beli yang kemasan 60 ml, dan saya mengalami kebingungan yang sangat konyol: Tutup obatnya nggak bisa dibuka!

Saya puter-puter, saya dorong-dorong, saya cungkit pakai pisau, nggak berhasil. Pilek saya semakin meradang, hidung saya mengamuk dan meler-meler. Siyalan, gw lagi sakit, demit. Apa maksudnya ini Gl^xo Sm*th Kl*ne bikin obat yang tutupnya nggak user friendly?

Kesal, saya geletakkan obatnya di meja. Tiga hari. Saya masih minum obat antibiotik saya, sementara sirup pileknya saya cuekin. Sampek tiga hari, my hunk datang ke apartemen saya.

Lalu dos-q bukain obatnya. Nggak ada satu menit, tuh obat pun membuka. Ya ampun, saya memang kayaknya butuh kawin laki-laki buat bereskan masalah-masalah sepele.

Saya tutup obatnya, lalu my hunk pulang. Begitu my hunk pulang, saya buka lagi obatnya. Heeh..tutupnya nggak bisa dibuka lagi!

Oke, ini sudah cukup.

Saya jalan ke apotek tempat saya beli obat itu. Kepada mbak-mbaknya yang jaga di apotek itu, saya bilang kalau obat yang dos-q jual nggak bisa saya buka. Si mbak ketawa geli, "Lho, jadi obatnya belum diminum?"

"Belum," jawab saya dengan suara parau karena radang saluran napas mulai mengacaukan pita suara saya.

Si mbak membuka tutup obatnya, dan terhenyak. Eh, dos-q juga nggak bisa buka tutupnya..!

Saya menatapnya dengan tampang sayu.

Kata si mbak apotek, dos-q mau minta salah satu temannya untuk membuka obat siyalan bikinan Inggris itu, tapi temannya lagi pergi nganter obat ke tempat lain saat itu. Dos-q suruh saya tunggu di apartemen saya aja, nanti obatnya dianterin ke apartemen saya. Saya angkat tangan. Terserah elu dah.

Saya nunggu di apartemen, beres-beres blog. Kira-kira satu jam kemudian, concierge saya ngetok kamar nganterin kiriman obat. Ternyata si apotek telah mengganti tutup obat saya dengan tutup obat dari produk lain.
Obat ini, setelah tutup obatnya diganti sama tutup obat yang lain.

Jadi ini kesalahan desain produk?

Oh, biarin lah. Yang penting sekarang saya bisa minum obatnya.

***

Pernahkah Anda beli produk sesuatu lalu merasa tidak puas dengan produk itu karena merasa produk itu cacat desain? Apa yang Anda lakukan? Pasrah aja? Atau balik ke toko yang jualnya dan protes? Atau malah ngamuk-ngamuk tidak karuan terhadap pabriknya di Twitter padahal direktur pabriknya nggak tahu apa-apa atas kesalahan anakbuahnya (dan lebih parah lagi, direkturnya itu nggak punya account Twitter sehingga dos-q tidak tahu kalau dos-q sedang dimaki)?

Jika tidak puas, ngomong ajalah langsung. Itu namanya komunikasi. Nggak usah dipendam. Dewasa dong ah.