Thursday, May 2, 2013

Sekongkol dengan Juragan Tanaman

Menikah itu seharusnya mudah. Tinggal dateng ke pemuka agama, ada saksi, ucapkan sumpahnya, dan resmi deh jadi suami-istri.

Tapi di Indonesia, menikah bisa jadi acara maha ribet. Teman saya, yang sebentar lagi mau menikah, cerita bagaimana untuk mengurus rencana pernikahannya ke KUA itu susahnya bukan main. Di Malang, seseorang yang mau menikah, ke KUA-nya harus nunjukin ijazah SMA.

Heh? Ini mau menikah atau mau cari pekerjaan?

Tapi nyatanya memang begitu. Yang kesiyan yang cuman lulus SMP, ya cuman bisa pamer ijazah SMP. Yang cuman lulus SD apa lagi.

"Kurasa mereka mau pendataan penduduk," saya menanggapinya tenang, sewaktu teman saya itu ngobrol dengan saya di sebuah tempat dugem di kawasan Jalan Pemuda. "Supaya mereka tahu berapa banyak penduduk mereka yang menikah dalam keadaan terdidik."

"Aku kasih ijazah S1-ku!" kata temen saya itu.
"Oh, that's better," kata saya sambil melahap nasi goreng.
"Tapi mereka tolak! Mereka maunya ijazah SMA! Nggak boleh ijazah S1!" tukas temen saya kesal.

Saya langsung keselek nasi goreng. Demit, saya memaki dalam hati. Mana nasi gorengnya pedes banget pula!


***

Begitulah. Selain direpotin karena harus ngobok-ngobok ijazah SMA yang udah lupa di mana naruhnya (siapa butuh ijazah SMA kalo kita sudah lulus kuliah, woy??), temen saya juga kudu disuntik tetanus tiga kali.

Mungkin KUA-nya mengantisipasi, siapa tahu pengantennya mau kawin sambil naik kuda. Kotoran kuda kan banyak kuman tetanusnya.

Saya jadi inget sendiri bahwa saya menikah tanpa disuntik tetanus. Lha bokap saya kan dokter anak, so pastilah saya lulus imunisasi waktu kecil dulu. Saya menduga ini sebenarnya akal-akalan Dinas Kesehatan karena takut terjadi tetanus pada istri-istri yang hamil dan nekat melahirkan di dukun. Yang sebetulnya tidak perlu terjadi karena temen-temen saya ini orangnya terpelajar banget, jadi kayaknya nggak mungkin melahirkan di dukun. Dan lagian kalau kita udah diimunisasi lengkap waktu kecil, mestinya nggak butuh booster ulang. Tapi kalau diimunisasinya di Posyandu desa, yang vaksinnya disimpen di kulkas Posyandu, terus kulkasnya sempat mati sesaat gara-gara desanya kena pemadaman bergilir, ya mungkin aja sih imunisasinya sebenernya nggak sah..

Tapi menurut saya itu alasan nanggung. Kenapa nggak imunisasi BCG aja sekalian? Mengingat sepertiga dari penduduk Indonesia ini ngidap TBC. Syukur-syukur yang mau menikah diwajibkan vaksin Hepatitis B. Kalau saya sih kepinginnya semua calon pengantin disuruh vaksin anti kanker serviks aja sekalian.

"Aku disuruh bikin surat pernyataan bahwa aku masih perjaka," tukas temen saya lagi.
Saya ketawa terbahak-bahak. "Bagaimana cara mereka membuktikannya?"

Bahkan saya yang asisten dokter kandungan pun masih nggak tahu caranya mendiagnosis keperjakaan orang. Mungkin harus dikitik-kitik dulu di bagian-bagian tertentu badannya, kalau orangnya gelian berarti dia masih perjaka, gitu?

Padahal daripada bikin surat perjaka, kan mendingan persyaratannya diganti dengan bikin NPWP kan? *kedip-kedip sama temen-temen dari kantor pajak*

"Dan surat nikah orang tua!" kata temen saya lagi. "Bayangin, aku yang mau kawin, tapi aku harus kasih surat nikah orangtuaku sekalian? Lha apa dikiranya kalau aku anak haram lantas aku nggak boleh kawin, gitu tah?"

"Dan surat kematian orang tua juga," kata temen saya yang satunya. Karena ibunya sudah meninggal. Sementara temen saya yang satunya lagi malah ayahnya yang sudah meninggal. Dan dia bingung lantaran lupa di mana nyimpen surat kematian ayahnya.

Pokoknya dengan segala tetek-bengek persiapan pernikahan ini, kita jadi sadar betapa pentingnya nyimpan surat-surat itu. (Dan spontan saya teringat bahwa SIM saya udah abis.)

"Aku ambil positifnya. Dengan cara dipersulit begini, orang yang nggak siap menikah jadi mikir berkali-kali kalau mau kawin," kata teman saya.

"Iya, tapi sesajen-sesajennya itu lebay," gumam saya. Ijazah SMA, surat perjaka, surat kematian ortu, suntik sana suntik sini, dan entah apa lagi. Saya inget dulu pas saya mau nikah, saya nggak disuruh nyiapin ini-itu.
Mungkin karena semuanya udah diurusin wedding organizer. Saya cuman tahu beres, tugas saya cuman memastikan berat badan saya nggak boleh nambah karena kostum pengantennya udah diukur semenjak enam bulan sebelum hari H (dan saya gagal mengemban amanat itu, heheheheh).

"Eh ya, dulu kakakku waktu mau nikah syaratnya harus ngasih pohon lho.." kata my hunk.
Saya langsung nyamber, "Halah, itu pasti sekongkol KUA sama tukang taneman supaya dagangannya si juragan pohon itu laku..!"
www.laurentginekologi.wordpress.com
www.laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com