Wednesday, June 18, 2014

Gaji Naik, Terus Kenapa?

Kalau Anda sudah naik gajinya, berikutnya Anda ingin apa?
Gambar diambil dari sini
Menjelang pemilu gini, isu kenaikan gaji memang santer jadi sasaran empuk buat mendongkrak dukungan. Pada debat capres weekend lalu, seorang kandidat bilang bahwa jika gaji dinaikin, maka akhirnya kualitas masyarakat meningkat. Meningkat itu ya maksudnya lebih maju, lebih sejahtera, dan lain-lain. Gaji siapa yang dinaikin? Ya gaji guru, gaji dokter, gaji tentara, gaji hakim, dan lain-lain, pokoknya yang dikasih gaji.

Saya tergelak-gelak. Ini mirip dagelan.

Saya sendiri penasaran, memangnya gaji pegawai negeri sekarang berapa sih? (Saya bukan pegawai negeri). Terus, mestinya gaji pegawai negeri itu berapa? Kalau sudah pakai kata MESTINYA berarti kita akan bertanya berapa standar gaji seharusnya itu.


Karena saya baru berpengalaman jadi dokter, belum berpengalaman jadi guru, apalagi jadi tentara atau hakim, saya cuman bisa berbagi tentang rasanya digaji sebagai dokter.

Bekerja semenjak lulus kuliah, saya merasakan yang namanya digaji swasta maupun digaji pemerintah (sebagai tenaga kontrak). Cukup atau enggak? Yah, tergantung. Kalau buat makan tiga kali sehari, dan menciptakan standar gizi berupa indeks massa tubuh masih berkisar 19-23, ya cukup. Buat beli baju dan memastikan bajunya bisa dicuci pake air bersih tanpa merusak pakaian, ya cukup. Buat bayar kost-kost-an yang punya air bersih, ya cukup.

Tapi..karena standar hidup saya rada sok elite, gaji itu jadi terasa kurang. Karena saya kepingin pake minyak wangi. Karena saya kepingin internetan melulu tiap hari buat ngeblog. Karena saya malu kalau ke kondangan nggak ngasih angpaw. Karena saya seneng bolak-balik naik pesawat pulang ke rumah orang tua tiga bulan sekali. Karena saya seneng makan pizza di mall sambil nyeruput smoothies mangga. Pendek kata, karena alasan gaya hidup yang nggak sepadan dengan gaji, maka gaji saya ya nggak cukup.

Semakin tambah umur, kebutuhan pegawai pasti akan semakin bertambah. Orang menikah, punya istri, maka dia harus kasih makan istrinya. Jika dalam satu rumah itu ada anak, maka dia harus kasih makan anak-anaknya juga. Ketika salah satu anggota keluarga ada yang knocked out kena flu, pasti mereka harus beli obat. Oleh sebab itu diciptakan tunjangan beras, tunjangan kesehatan, dan tunjangan entah apa lagi. Pemerintah sudah kasih regulasi, beras untuk pegawai negeri adalah beras merk X, yang sekiranya kalau dimasak pun rasanya masih pulen, dan nggak ada kutunya. Untuk berobat pun sudah dikash fasilitas Askes/BPJS. Jadi, mau kurang apa lagi?

Persoalan akan jadi repot, jika saban hari raya para pekerja ngeyel minta dikasih THR. Saya biarpun merayakan Lebaran, tetap nggak ngerti di sebelah mana pengaruhnya kalau sekiranya THR itu nggak diberikan. Apakah Lebaran harus pakai baju baru? Memangnya baju lamanya kenapa? Apakah Lebaran itu harus mudik? Kalau memang sudah rencana mau mudik, ya menabunglah untuk biaya mudik itu dari jauh-jauh hari, bukan dengan menunggu datangnya THR. Apakah karena pada hari Lebaran itu semua daging naik? Lho, bukankah keluarga Indonesia kalau lagi kumpul-kumpul itu senengnya makan Ind*mie?.. *ditoyor jemaah blog*

Jadi, kalau gaji polisi naik, gaji dokter naik, gaji guru naik, gaji hakim naik, apakah rakyat Indonesia lantas akan jadi lebih tajir? Saya kok ragu..

Karena masalah ketidaksejahteraan kita nggak akan serta-merta selesai dengan menaikkan gaji. Tapi masalah cara kita memanajemen gaji itu yang lebih mudah untuk diperbaiki. Kalau kita ini nggak banyak gaya, pikir deh, Insya Allah gaji itu cukup lho..

Memang ada masalah yang tetap krusial untuk diselesaikan. Misalnya memastikan semua orang dapet rumah yang layak. Memastikan semua orang bisa makan kenyang dengan indeks massa tubuh tetap di rentang 19-23. Memastikan semua orang bisa dilayani dokter tanpa harus mengurangi standar pelayanan. Memastikan semua orang bisa berhubungan pasutri tanpa harus takut kebanyakan anak. Memastikan semua anak tetap bisa bersekolah tanpa harus takut dipungli kepseknya yang kejar setoran.

Cari capres yang mengerti kesusahan rakyat. Yang bisa kasih alternatif win-win-solution untuk semua orang. Yang mau tertib, nggak mau korup, dan beriman kepada profesionalisme. Bukan yang cuman naikin gaji.