Sunday, February 15, 2009

Menghindari Penyadapan Telepon


Kalo penjahat mau sukses, sebaiknya penjahat nggak boleh bloon. Sebaliknya kalo polisi mau sukses nangkep penjahat, maka polisi nggak boleh gaptek.

Kita ingat waktu putra seorang mantan presiden yang udah lama buron akhirnya ditangkap polisi beberapa tahun lalu. Pengejaran buronan yang makan waktu setahun lebih ini akhirnya berhasil setelah polisi menyadap telepon yang dipake mantan pacar si buronan. Memang namanya manusia nggak mungkin bisa menghilang lama-lama; suatu saat dia pasti kangen sama teman lamanya, dan kalo udah kepepet, dia akan menghubungi mereka lagi, minimal nelfon mantan pacarnya. Gw salut polisi-polisi ini kepikiran akan ide ini. Memang yang namanya faktor "eX" itu akan selalu jadi penolong kalo diaplikasikan dengan tepat.

Sadap-menyadap telfon inilah yang telah bikin para penjahat ngeri. Logikanya, kalo kamu nelfon orang, apakah itu pake HP atau telfon rumah, maka sebenarnya jejak telfon kamu akan dapat dilacak. Bahkan nggak cuman penjahat yang ngeri disadap, bahkan katanya telfon pejabat aja bisa disadap. Ingat kasus Watergate-nya Nixon, affairnya Bill Clinton dengan Monica Lewinsky, perselingkuhan Pangeran Charles dengan Camilla Parker Bowles, itu semua terbongkar gara-gara telfon mereka disadap. Di kancah negeri kita, suara hasil penyadapan akan pembicaraan telfon seorang ibu-ibu bernama Artalyta yang sukses mengungkap korupsi pejabat, malah laris-manis jadi ringtone.

Makanya gw nggak pernah mau kasih nomer telfon ke orang asing. Gw takut gw ditelfon, lalu telfonnya disadap, dan suara gw diperjualbelikan jadi ringtone. Masih mending kalo gw dapet bayaran sebagai aktris utama, lha kalo enggak..? Suara gw ini mahal lho!

Nah, buat yang gemar sadap-menyadap, sekarang siap-siap mati kutu. Tau nggak, para penjahat kawakan sekarang udah nggak mau lagi pake telfon, dan sekarang mereka maunya pake internet. Ini terjadi di Italia. Seorang gembong kokain tawar-menawar transaksi dengan pengedarnya di telfon. Tapi begitu pembicaraan mulai merepet ke arah lokasi transaksi, si gembong nyuruh pengedarnya buka Skype dan bilang akan nyebut lokasi penyerahan duitnya di sana. Alhasil polisi yang udah kadung nyadap kabel telfonnya jadi BT, soalnya mereka kan nggak bisa nyadap Skype.

Bisakah ini terjadi di Indonesia? Mungkin aja! Kalo sekarang kita biasa ngomongin bisnis sama klien pake Yahoo Messenger di HP, bukan nggak mungkin transaksi kejahatan juga bisa dilakukan pake aplikasi chatting yang gampang banget itu. Lagian siapa sih yang bisa nyadap obrolan kita di YM?

Blog ini bukan ditujukan buat kasih ide modus operandi baru buat penjahat lho. Tapi polisi juga udah harus mikirin modus yang ini dan nyiapin antisipasinya. Mungkin polisi mesti kerja sama bareng Departemen Komunikasi dan Informatika untuk memanfaatkan teknologi internet buat mengamankan negeri kita dari penjahat-penjahat yang melek teknologi.

Yah, nggak mesti ekstrim niru-niru George Bush yang bela-belain buang anggaran Pentagon buat ngupah hacker untuk nyadap website di negaranya, atau niru-niru Thailand yang mbungkam blog-blog yang demen mengkritik kelakuan rajanya. Tapi bisa dimulai dengan kasih pelatihan internet kepada polisi, mulai dari bintara sampai perwiranya.

Contoh soal, kalo ada penjahat di Kelurahan Kahayan Hilir diambil sidik jari, maka sidik jari itu bisa dimasukin ke database yang online di kantor-kantor polisi seluruh Indonesia. Kalo kita udah biasa pake internet untuk hal-hal cemen kayak gitu, tinggal masalah waktu sampai kita bisa menyadap transaksi kejahatan yang dilakukan di chatroom. Singkatnya, polisi nggak boleh gaptek!