Saturday, June 26, 2010

Lho.. Kok Bubbye Sih?

Berurusan sama kuli bangunan memang kadang-kadang butuh keterampilan tersendiri. Coz mempekerjakannya tidak sama kayak nyari seseorang buat jadi sekretaris atau satpam.

Bonyok saya mutusin bahwa beberapa unsur dari rumah kami mesti didandanin: Atap yang harus ditambal, beberapa sisi tembok yang mesti dicat, dan entah apa lagi. Jadi nyokap saya merekrut seorang kuli buat dateng ke rumah kami untuk melakukan itu. Kulinya dapet dari hasil kenalan sana-sini, tanya-tanya sama tetangga, satpam, sampek akhirnya dapet sebuah nama. Nyokap saya cuman tahu bahwa kuli ini tinggal di sebuah kawasan di kecamatan sebelah, nggak tahu warga kampung mana, pokoknya yang penting ada nomer HP-nya. Oh ya, itu ternyata bukan nomer HP sang kuli, tapi nomer HP anaknya. Sang kuli sih nggak punya HP..

Pokoknya, sang kuli serabutan itu setuju dengan nilai upah yang ditawarin bokap saya. Dan dia janji akan datang ke rumah kami buat mulai kerja. Kemaren, seharusnya.

Nyokap saya bela-belain jaga rumah demi nungguin sang kuli terjanjikan itu. Tapi sampek siang, sang kuli nggak dateng-dateng juga. Kami mulai resah, jangan-jangan sang kuli nggak bersedia betulin rumah kami. Well, dia nggak bersedia nggak pa-pa sih, tapi mbok ya bilang gitu supaya kami bisa cari orang lain. Memangnya kuli bangunan cuman dia doang?

Bonyok saya mau nelfon dia juga susah, coz dia kan nggak punya HP. Diduga tuh HP kan dibawa anaknya, mungkin anaknya nggak ngingetin bokapnya. Nih susahnya kalau orang freelance nggak punya nomer HP sendiri, dan terpaksa merekrut orang lain buat jadi contact person. Gini nih resikonya kalau merekrut sumber daya manusia yang bukan dari lembaga profesional.

Menjelang sore, akhirnya nyokap saya nelfon juga ke nomer HP itu buat protes. Kok ditungguin seharian nggak dateng sih?
Eh, sang kuli malah jawab, "Dateng kok, Bu. Tapi Ibu-nya nggak ada."
Nyokap: "Lho, ada kok. Kan saya nungguin Bapak seharian, saya nggak mungkin ke mana-mana. Saya kan udah janjian sama Bapak, nggak mungkin saya pergi."
Kuli: "Tapi kata yang jagain rumah Ibu, Ibu-nya nggak ada."
Nyokap: "Nggak ah, Pak. Kan dia juga nungguin Bapak. Orang dia yang bakalan nunjukin Bapak mana-mana yang mesti ditambal kok." (Lagian asisten pribadi nyokap saya juga udah dipesenin bahwa hari itu akan ada kuli dateng.)
Kuli: "Tapi katanya Teteh itu, udah ada yang kerja di rumah Ibu."
Nyokap: "Dia bilang begitu?" (Mosok sih si asisten ngomong begitu? Upaya sabotase? Tidak mungkin!)
Kuli: "Iya, tadi saya dateng. Terus ketemu teteh yang lagi nyuci mobil putih di dalem garasi. Katanya, 'Di rumah Ibu sudah ada yang kerja.'"
Nyokap saya tertegun. Asisten pribadinya nggak nyuci mobil hari ini. Yang nyuci mobil itu.. adek saya.

Nyokap saya menunda percakapan itu sejenak. Lalu nutup telepon. "Adeek! Adek! Tadi beneran waktu Adek nyuci mobil ada orang dateng ke garasi?"
Adek saya ngernyit. "Iya."
Nyokap: "Sama Adek diusir?"
Adek: "Iya."
Nyokap: "Lhoo..kenapa diusir?"
Adek: "Abisnya dia bilang, 'Mau minta pekerjaan..'"

Saya ketawa terbahak-bahak dengernya. Nyokap saya nepuk jidat, speechless berat.. Adek saya bingung. Lho, apa salah gw?

Well, Sodara-sodara, memang di keluarga saya ada kebiasaan, kalau ada orang asing dateng ke rumah minta sumbangan dan nggak dianterin Pak RT, pasti orang itu diusir..

Jadi, Sodara-sodara, sang kuli ternyata memang dateng dan bilang ke adek saya, "Mau minta pekerjaan.."
Adek saya, yang ngira bahwa itu orang minta sumbangan, menolak dan bilang, "Sudah ada yang kerja di sini."
Sang kuli kecewa, menyangka nyokap saya diam-diam telah mengontrak kuli lain. Jadi dia minggat, bubbye deh.
Padahal maksud adek saya, keluarga kami sudah punya pembantu rumah tangga yang telah bekerja pada kami bertahun-tahun, dan kami belum butuh pembokat baru..

Setengah ketawa, nyokap saya nelfon sang kuli dan minta maaf coz salah satu putrinya nggak ngeh bahwa itu kuli yang udah janjian. Untung sang kuli nggak pundung, dan dia mau dateng mulai kerja besoknya. Adek saya akan minta maaf ke sang kuli atas kesalahpahaman ini.

Ternyata, memang beginilah akibatnya kalau nggak menguasai pilihan berbahasa Indonesia yang baik dan benar..