Wednesday, February 26, 2014

Jawaban Jam Dua Pagi

Sekarang ini banyak perusahaan yang bikin account Twitter, tujuannya buat jadi customer service online. Banyak keuntungan dari bikin account Twitter ini daripada jalur hotline, salah satunya karena kalo nulis di Twitter kan bisa diedit dulu, jadi jawabannya bisa dipikir. Beda dengan hotline yang harus njawab spontan. Pada akhirnya pelanggan bisa dapet jawaban yang memuaskan.

Cuman yang namanya keluhan pelanggan itu bisa dateng kapan aja, nggak pagi, nggak sore, nggak tengah malem. Persoalannya sekarang, apakah yang ngeluh di tengah malem itu harus ditanggepin?


Beberapa penyedia layanan memang punya jam kerja 24 jam. Misalnya rumah sakit, pemadam kebakaran, atau bandara. Itu pun juga nggak semua divisinya. Divisi di rumah sakit yang kerja 24 jam meladeni pelanggan kan cuman unit gawat darurat, sedangkan bagian kantin di poliklinik pasti nggak akan bangun sebanyak itu. Divisinya bandara yang kerja 24 jam pasti divisi yang ngurusin pembatalan atau penundaan pesawat terbang, bukan bagian keuangannya direktur bandara. Pendek kata, mereka yang bangun 24 jam adalah yang urusannya darurat lah, yang mengancam nyawa, yang kalau ditunda bisa mengacaukan urusan maslahat orang banyak.

***

Saya nulis ini waktu dini hari saya bangun dan kena insomnia. Terus saya buka timeline untuk lihat dunia dan saya nemu tweet-an dari account resmi sebuah bank internasional. Bank ini membales keluhan kliennya yang kebetulan kepingin ganti pin ATM. Tweet ini ditulis jam dua pagi.

Nampaknya nggak cuman saya yang kena insomnia, tapi kayaknya admin-nya Twitter-customer-online-nya bank ini juga kena.

Penting nggak mbales keluhan klien yang kepingin ganti pin ATM? Ya penting. Kan keluhan harus dikasih solusi.

Tapi, penting nggak mbalesnya jam dua pagi?

Kita sebagai pegawai punya kewajiban kerja sesuai yang udah diteken di kontrak. Kalo jam bertugasnya dari jam delapan pagi sampek jam empat sore, ya bekerjalah jam segitu. Tapi kalo tugas itu tahu-tahu nongol dari pihak lain di luar jam kerja, sebetulnya kita berhak menunda. Kenapa? Ya karena kontraknya bilang jam kerja kita dibatesin kok.

Bekerja lembur karena permintaan klien nggak bikin kualitas diri kita meningkat. Malah, kita layak mempertanyakan diri kita sendiri, apakah kita ini nggak cukup efektif melayani klien sampek-sampek di luar jam kerja pun mereka masih harus kita layani?

Coba kalau si klien dijawab tweet-nya pada jam delapan pagi aja, hasilnya juga sama signifikannya dengan dijawab jam dua pagi.

Kepuasan klien sama besarnya, karena pertanyaannya terjawab. Pegawainya juga kualitasnya lebih bagus, karena dia menggunakan jam dua pagi untuk istirahat supaya dia bisa kembali melayani orang pada jam delapan pagi.

Malah sebetulnya kepuasan klien lebih bagus, karena klien yang dalam keadaan bangun segar pada jam delapan pagi jelas kondisinya lebih siap ketimbang klien yang bangun pada jam dua pagi. Apalagi kalau jawaban keluhannya rada-rada berbau penolakan, misalnya "Mengganti pin ATM nggak bisa diwakilkan dan Anda harus dateng sendiri ke bank, Pak/Bu."

Lain soal kalau keluhannya berbau darurat dan harus dikasih solusi saat itu juga. Misalnya "Rumah saya kebakaran sekarang!", atau "Pesawat saya di-delay lagi?!", atau "Asma saya kumat n sekarang saya nggak bisa napas!" Yaa itu jelas harus dijawab dengan "Oke, kami kirim mobil tangki air ke sana", atau "Maaf, pesawat memang nggak boleh terbang soalnya lagi hujan abu. Mau nggak Bapak/Ibu nginep dulu di hotel pilihan kami sambil nunggu hujan abunya berhenti?" atau "Pak/Bu, cari ricecooker anget dan hiruplah uap panasnya pelan-pelan sekarang sementara kami terbang ke sana sambil bawa steroid!"

Sebab tubuh kita minta dihormati dengan dibiarkan istirahat cukup dan kita belom bisa menghormati orang lain kalau kita belom bisa menghormati tubuh kita sendiri.

(Blog ini ditulis oleh penderita insomnia yang tubuhnya ngamuk nggak mau tidur karena otaknya dipaksa kerja overload..)

http://laurentina.wordpress.com
http://georgetterox.blogspot.com