Thursday, December 3, 2015

Georgetterox Ditutup

Pertanyaan seputar karier ngeblog saya yang paling sering saya temukan adalah, kenapa blog saya dinamain Georgetterox? Jawabannya, ceritanya panjang.

Dulu, waktu saya masih suka chatting pakai Yahoo Messenger, saya pasang nama Georgetterox sebagai nama pena. Georgetterox itu gabungan dari kata "gorgeous" (=cantik banget) dan "rocks" (=keren). Iya, alay, maksa, I know. :-p

Sewaktu saya mulai ngeblog, di platform-nya itu ada pertanyaan, blognya mau dinamain apa? Karena saya bertujuan ngeblog itu untuk jadi curahan jati diri saya, jadi saya pasang nama itu, Georgetterox. Begitu terus sampai sekarang, nama itu melekat di diri saya, seperti merk. Kalau saya ketemu blogger dan memperkenalkan diri, hampir semua orang bilang, "Oh ini Mbak Vicky yang punya Georgetterox itu ya?"

Tetapi dunia kemudian berubah. Orang kalau mau blogwalking, males ngapalin alamat, maunya langsung pencet link aja di share-an socmed atau di reader masing-masing. Rekan-rekan blogger saya lama-lama bosen ngeblog, mereka lebih cenderung hiperaktif di dunia socmed. Saya merasa kesepian. Iya sih, banyak blogger baru bermunculan, tetapi saya jarang banget nemu blogger yang tulisannya bernyawa. Yang tulisannya smart. Yang memancing diskusi smart. Bukan cuman komentar basi a la kadarnya yang cuman one liner doang alias cuman sumbang satu kalimat. Lu komen atau setor muka?

Friday, October 16, 2015

Lebih Tenang Dipayungi Kantor, atau Beli Asuransi?

Karena, sakit itu menguras dompet dan bikin kerjaan jadi keteteran. Memaksa tetap kerja padahal badan lagi sakit, bikin performa jadi lelet, dan buat kantor yang mempekerjakan sendiri pun jadi tidak asyik. Bagi penderitanya sendiri, sakit adalah momentum buat mengancam kesejahteraan. Risetnya perusahaan sumber daya manusia Towers Watson bilang bahwa sakit itu bikin bokek lantaran tempat berobatnya sering boros menyuruh pemeriksaan lab ini itu. Plus obat-obatannya yang harganya sering melilit pinggang. Mengharap asuransi kesehatan? Duh, preminya saja mahal nian. Belum lagi kalau pasiennya centil mampir-mampir berobat ke tempat-tempat alternatif yang tidak kompeten lantaran mengharap murah. Makin tinggilah biaya yang kudu keluar cuma karena sakit.

Sebenarnya permasalahannya tidak akan sebegitu peliknya kalau saja orang yang sakit itu ditolong biayanya oleh kantor tempat dia bekerja. Ya dong, kan orang bekerja banting tulang itu untuk kepentingan kantornya, maka produktivitas pegawai adalah sumber untuk profit kantornya juga. Tapi di Indonesia, tidak semua orang punya peluang untuk mendapat pekerjaan, sehingga tidak semua orang yang sakit bisa dibayari oleh kantornya. Bahkan yang sudah dapat pekerjaan pun belum tentu juga dapat asuransi kesehatan dari kantor. Karena kalau perusahaannya sendiri masih usaha kecil-kecilan, dan profit usaha belum besar-besar amat, mana sanggup pemiliknya membayari biaya semua karyawannya yang jatuh sakit?

Memiliki jaminan dana kesehatan merupakan bagian dari perencanaan keuangan.
Gambar diambil dari sini
Kalau ingin sakit yang tidak bikin miskin, baik pegawai maupun bossnya ya tentu kudu mencantumkan jaminan kesehatan dalam perencanaan keuangannya. Jaminan ini bisa datang dibayari oleh kantornya, bisa juga dari pegawainya sendiri punya asuransi kesehatan. Di masa kini asuransi bukan lagi barang mewah, karena makin banyak asuransi mikro dijual dengan premi yang harganya semurah pulsa telepon. Bahkan usaha CV kecil-kecilan pun bisa bikin asuransi untuk pegawai-pegawainya, meskipun mungkin jumlah anak buahnya cuma lima orang. Mudah?

Wednesday, October 14, 2015

Swaranabya: Lirik Puisi Musik Jadi Satu

Genre lagu musikalisasi puisi baru nongol beberapa tahun belakangan, dan belum banyak band yang bisa menampilkan musik ini. Swaranabya, band asal Semarang, merupakan salah satu contoh band yang mengkhususkan dirinya main di genre musikalisasi puisi. Mereka mengambil lirik puisi, baik puisi karya mereka sendiri maupun karya orang lain, lalu menyanyikan kata-kata puisinya secara terstruktur.

Kenalkan Swaranabya, band beranggotakan tiga orang. Tri Styawan a.k Iwan, personelnya bertindak memainkan gitar sebagai pengendali kunci nada. Personel lainnya, Ipanx Arsyad, bertugas membawa jimbe (sejenis alat perkusi yang mirip tifa) dan biola untuk menciptakan nuansa dalam lagu. Latree Manohara, menggawangi grup ini sebagai vokalis dan punya rentang suara yang melengking.


Swaranabya membawakan lagu musikalisasi puisi
dalam penampilan mereka di Solo, bulan Agustus lalu.
Foto diambil dari sini

Tampil membawakan lima lagu sebagai bintang tamu di Malam Puisi Surabaya di Kaya Resto pada weekend lalu, Swaranabya bikin penonton yang sudah mulai kelelahan ingin pulang, terpaku di kursi masing-masing. Baru membuka lagu pertama, Dinding yang Retak di Bulan Januari, penonton sampek tertegun dan menaruh HP masing-masing. Panitia tergopoh-gopoh mematikan lampu supaya suasana temaram, padahal penonton sudah kadung tercekam beku terbius penampilan Swaranabya.



Penampilan Swaranabya dalam lagu musikalisasi puisi di Kaya Resto, 10 Oktober 2015
Gambar diambil dari sini




Tuesday, October 13, 2015

Kotajancuk: Kumpulan Penggila Puisi

Seperti apa sih kumpulan pecinta puisi itu? Dalam pengetahuan kalangan orang awam, lirik puisi diapresiasi di gedung-gedung teater; contoh kalau bukan berupa lomba baca puisi ya pembacaan monolog/dialog berupa baris-baris yang bunyi suku katanya mirip (dan itu membuat saya susah membedakan mana puisi, mana lirik lagu rap). Tapi komunitas Kotajancuk, kumpulan penggemar perangkai kata-kata puisi di Malam Puisi Surabaya ini, mengubah suasana pembacaan puisi jadi gaul.

Ilham, contoh salah satu penampil di acara komunitas Kotajancuk
Gambar diambil dari sini


Monday, October 12, 2015

Banjir Kata-kata Puisi di Kafe Gaul

Dugem saya di acara pecinta kumpulan puisi ini jauh banget dari stereotype orang penyair. Kawan-kawan yang biasa merangkai kata-kata puisi ini nggak ada mirip-miripnya sama pujangga penggombal yang biasa bikin lirik puisi cinta; orang-orang ini nggak romantis. Style-nya nggak klasik juga kayak pembaca karya-karyanya Chairil Anwar. Nggak cupu bin nerdy. Dan style-nya juga nggak mirip mahasiswa militan yang bisa berhari-hari nggak mandi gegara sibuk bikin puisi. Penampil terakhirnya malah bacain contoh puisi pake mode lagu musikalisasi puisi.

Donal membacakan kata-kata puisi diiringi Iwan dalam Malam Puisi Surabaya
Gambar diambil dari sini

Monday, October 5, 2015

Berbagi Cara Menjadi Pengusaha

Menjadi pengusaha muda itu sebenarnya asik. Duit dimodalin sendiri, usahanya dijalanin sendiri, hasilnya juga dinikmatin sendiri. Tetapi pada prakteknya, masih banyak pengusaha newbie (dan bahkan yang sudah menjadi pengusah sukses sekalipun) yang keteteran. Biarpun filosofinya udah jadi boss buat diri sendiri, nyatanya banyak yang jam tidurnya tersunat lebih sering daripada yang masih kerja ikut orang lain. Lebih parah lagi, banyak yang merasa udah keluar modal, tapi nggak merasa modalnya balik biarpun usaha udah jalan. Entah itu profitnya kurang, atau justru malah tekor. Dan pengusaha-pengusaha ini bingung, problem utamanya ada di mana sih?
Para wanita berbagi di pojok ruangan tentang
bagaimana menjadi pengusaha.
Foto oleh Vicky


Wednesday, September 30, 2015

Cari Hotel, Nggak Cuma Cari yang Murah

Kadang-kadang, permintaan tamu itu memang berlebihan.

“Ky, tolong cariin hotel,” suatu hari nyokap saya nitah saya di telepon.
Saya njawab: “Oke, mau hotel yang gimana?”
Mom: “Jangan yang mahal-mahal, Mom lagi ngirits.”
Saya: “Ya udah deh, ntie nginep di boarding house ajah ya? Yang tempat tidurnya tumpuk-tumpuk?”
Mom:  “Jangaan..yang bagusan dong ah. Yang bersih gitu. Mom nggak mau yang bantalnya bauk.”
Saya: “Lho, gimana sih, katanya nggak mau yang mahal? Lha ini ta’ cariin yang murah, ya yang tempat tidurnya tumpuk-tumpuk..”
Gitu aja terus perdebatannya ruwet nggak selesai-selesai.

Untungnya saya akhirnya booking-in hotelnya. Hotel yang cukup keren kalau difoto, kayak di brosur-brosurnya biro perjalanan mahal. Yang semua pegawainya ganteng dan selalu sigap bukain pintu. Yang lobbynya ada karpet merahnya sehingga melangkah di situ berasa kayak Julia Roberts. Nyokap saya senang.

Begitu masuk kamar hotel yang harum, nyokap saya mendudukkan dirinya di tempat tidur yang empuk. Matanya jelalatan mengagumi setiap detail interior kamar yang minimalis. Yupz, minimalis. Saking minimalisnya, sampai-sampai tahu-tahu dos-q tertegun.

“Ky?” panggilnya parau. “Nih kamar nggak ada kulkasnya, ya?”

Deg. Kulkas? Nggak ada?

Singkat cerita, saya nelfon ke resepsionis, protes kenapa kamar kami nggak ada kulkasnya.
Terus minta dipindahin ke kamar yang ada kulkasnya.
Lalu resepsionisnya bilang, “Maaf, Bu Vicky, di hotel kami memang kami tidak menyediakan kulkas di kamar..”
(Gambar dari sini)

Lalu saya nyaris terpekik di dalam hati, “Kalian pasang kunci magnetik untuk setiap kamar tapi nggak pasang kulkas??”

Wednesday, September 16, 2015

Melawan Kabut Asap demi Grand Prix



Oh ususku, judulnya berat banget. Oh my gut, it's a hard topic.

Selamat, tagar #MelawanAsap bertengger jadi puncak di trending topic.

Yang saya sendiri heran kenapa kok baru sekarang (sebagian dari) kita ribut soal kabut asap. Sudah 48 tahun kita hidup bareng kabut asap, presidennya sudah ganti lima kali, kok dulu-dulu nggak ada yang ribut? Apakah karena waktu tahun 1967 itu belum ada Twitter? Atau generasi waktu itu terlalu sibuk cari beras jadi nggak ada yang mempertanyakan kabut asap? :p

Apakah penduduk Riau perlu dievakuasi?
Foto oleh @ridhobono

Sunday, September 13, 2015

Edukasi Keuangan: Orang Indonesia Memang Takut Kaya

Coba dipikir-pikir dulu: Kalau dapat uang Rp 100 juta, dan uang ini bukan penghasilan rutin, Anda mau apakan uang ini?

Survey ini disebarkan Sun Life Financial Indonesia kepada 505 responden di Jakarta dan Surabaya. Ternyata hasilnya, hanya 11% yang mau pakai uang ini untuk jadi modal usaha, dan hanya 6% yang mau pakai untuk beli rumah. Sekitar 8% bersedia menggelontorkannya untuk pergi ibadah (misalnya naik haji atau umroh). Tapi 30% masih pakai cara kolot: menyimpan dalam bentuk deposito (dan depositonya rupiah, pula!). Dan 34% lainnya lebih parah lagi, dikekep di tabungan bank.

Thursday, September 10, 2015

Siapa Yang Koneksi Internetnya Tercepat?

Pertanyaan ini selalu bikin saya geli. Buat saya, jawabannya nggak pernah konsisten, karena jawaban saya selalu ganti enam bulan sekali. Dan akhir-akhir ini, jadi tiga bulan sekali.

Saya pengguna internet aktif sudah lebih dari 10 tahun yang lalu. Semua operator internet telekomunikasi seluler di negeri ini pernah saya cobain. Setiap operator ternyata memberikan performa yang berbeda-beda. Ajaibnya, kinerja masing-masing operator sangat ditentukan musim, lokasi, dan lucunya, jenis paket yang dibeli penggunanya.