Thursday, December 3, 2015

Georgetterox Ditutup

Pertanyaan seputar karier ngeblog saya yang paling sering saya temukan adalah, kenapa blog saya dinamain Georgetterox? Jawabannya, ceritanya panjang.

Dulu, waktu saya masih suka chatting pakai Yahoo Messenger, saya pasang nama Georgetterox sebagai nama pena. Georgetterox itu gabungan dari kata "gorgeous" (=cantik banget) dan "rocks" (=keren). Iya, alay, maksa, I know. :-p

Sewaktu saya mulai ngeblog, di platform-nya itu ada pertanyaan, blognya mau dinamain apa? Karena saya bertujuan ngeblog itu untuk jadi curahan jati diri saya, jadi saya pasang nama itu, Georgetterox. Begitu terus sampai sekarang, nama itu melekat di diri saya, seperti merk. Kalau saya ketemu blogger dan memperkenalkan diri, hampir semua orang bilang, "Oh ini Mbak Vicky yang punya Georgetterox itu ya?"

Tetapi dunia kemudian berubah. Orang kalau mau blogwalking, males ngapalin alamat, maunya langsung pencet link aja di share-an socmed atau di reader masing-masing. Rekan-rekan blogger saya lama-lama bosen ngeblog, mereka lebih cenderung hiperaktif di dunia socmed. Saya merasa kesepian. Iya sih, banyak blogger baru bermunculan, tetapi saya jarang banget nemu blogger yang tulisannya bernyawa. Yang tulisannya smart. Yang memancing diskusi smart. Bukan cuman komentar basi a la kadarnya yang cuman one liner doang alias cuman sumbang satu kalimat. Lu komen atau setor muka?

Friday, October 16, 2015

Lebih Tenang Dipayungi Kantor, atau Beli Asuransi?

Karena, sakit itu menguras dompet dan bikin kerjaan jadi keteteran. Memaksa tetap kerja padahal badan lagi sakit, bikin performa jadi lelet, dan buat kantor yang mempekerjakan sendiri pun jadi tidak asyik. Bagi penderitanya sendiri, sakit adalah momentum buat mengancam kesejahteraan. Risetnya perusahaan sumber daya manusia Towers Watson bilang bahwa sakit itu bikin bokek lantaran tempat berobatnya sering boros menyuruh pemeriksaan lab ini itu. Plus obat-obatannya yang harganya sering melilit pinggang. Mengharap asuransi kesehatan? Duh, preminya saja mahal nian. Belum lagi kalau pasiennya centil mampir-mampir berobat ke tempat-tempat alternatif yang tidak kompeten lantaran mengharap murah. Makin tinggilah biaya yang kudu keluar cuma karena sakit.

Sebenarnya permasalahannya tidak akan sebegitu peliknya kalau saja orang yang sakit itu ditolong biayanya oleh kantor tempat dia bekerja. Ya dong, kan orang bekerja banting tulang itu untuk kepentingan kantornya, maka produktivitas pegawai adalah sumber untuk profit kantornya juga. Tapi di Indonesia, tidak semua orang punya peluang untuk mendapat pekerjaan, sehingga tidak semua orang yang sakit bisa dibayari oleh kantornya. Bahkan yang sudah dapat pekerjaan pun belum tentu juga dapat asuransi kesehatan dari kantor. Karena kalau perusahaannya sendiri masih usaha kecil-kecilan, dan profit usaha belum besar-besar amat, mana sanggup pemiliknya membayari biaya semua karyawannya yang jatuh sakit?

Memiliki jaminan dana kesehatan merupakan bagian dari perencanaan keuangan.
Gambar diambil dari sini
Kalau ingin sakit yang tidak bikin miskin, baik pegawai maupun bossnya ya tentu kudu mencantumkan jaminan kesehatan dalam perencanaan keuangannya. Jaminan ini bisa datang dibayari oleh kantornya, bisa juga dari pegawainya sendiri punya asuransi kesehatan. Di masa kini asuransi bukan lagi barang mewah, karena makin banyak asuransi mikro dijual dengan premi yang harganya semurah pulsa telepon. Bahkan usaha CV kecil-kecilan pun bisa bikin asuransi untuk pegawai-pegawainya, meskipun mungkin jumlah anak buahnya cuma lima orang. Mudah?

Wednesday, October 14, 2015

Swaranabya: Lirik Puisi Musik Jadi Satu

Genre lagu musikalisasi puisi baru nongol beberapa tahun belakangan, dan belum banyak band yang bisa menampilkan musik ini. Swaranabya, band asal Semarang, merupakan salah satu contoh band yang mengkhususkan dirinya main di genre musikalisasi puisi. Mereka mengambil lirik puisi, baik puisi karya mereka sendiri maupun karya orang lain, lalu menyanyikan kata-kata puisinya secara terstruktur.

Kenalkan Swaranabya, band beranggotakan tiga orang. Tri Styawan a.k Iwan, personelnya bertindak memainkan gitar sebagai pengendali kunci nada. Personel lainnya, Ipanx Arsyad, bertugas membawa jimbe (sejenis alat perkusi yang mirip tifa) dan biola untuk menciptakan nuansa dalam lagu. Latree Manohara, menggawangi grup ini sebagai vokalis dan punya rentang suara yang melengking.


Swaranabya membawakan lagu musikalisasi puisi
dalam penampilan mereka di Solo, bulan Agustus lalu.
Foto diambil dari sini

Tampil membawakan lima lagu sebagai bintang tamu di Malam Puisi Surabaya di Kaya Resto pada weekend lalu, Swaranabya bikin penonton yang sudah mulai kelelahan ingin pulang, terpaku di kursi masing-masing. Baru membuka lagu pertama, Dinding yang Retak di Bulan Januari, penonton sampek tertegun dan menaruh HP masing-masing. Panitia tergopoh-gopoh mematikan lampu supaya suasana temaram, padahal penonton sudah kadung tercekam beku terbius penampilan Swaranabya.



Penampilan Swaranabya dalam lagu musikalisasi puisi di Kaya Resto, 10 Oktober 2015
Gambar diambil dari sini




Tuesday, October 13, 2015

Kotajancuk: Kumpulan Penggila Puisi

Seperti apa sih kumpulan pecinta puisi itu? Dalam pengetahuan kalangan orang awam, lirik puisi diapresiasi di gedung-gedung teater; contoh kalau bukan berupa lomba baca puisi ya pembacaan monolog/dialog berupa baris-baris yang bunyi suku katanya mirip (dan itu membuat saya susah membedakan mana puisi, mana lirik lagu rap). Tapi komunitas Kotajancuk, kumpulan penggemar perangkai kata-kata puisi di Malam Puisi Surabaya ini, mengubah suasana pembacaan puisi jadi gaul.

Ilham, contoh salah satu penampil di acara komunitas Kotajancuk
Gambar diambil dari sini


Monday, October 12, 2015

Banjir Kata-kata Puisi di Kafe Gaul

Dugem saya di acara pecinta kumpulan puisi ini jauh banget dari stereotype orang penyair. Kawan-kawan yang biasa merangkai kata-kata puisi ini nggak ada mirip-miripnya sama pujangga penggombal yang biasa bikin lirik puisi cinta; orang-orang ini nggak romantis. Style-nya nggak klasik juga kayak pembaca karya-karyanya Chairil Anwar. Nggak cupu bin nerdy. Dan style-nya juga nggak mirip mahasiswa militan yang bisa berhari-hari nggak mandi gegara sibuk bikin puisi. Penampil terakhirnya malah bacain contoh puisi pake mode lagu musikalisasi puisi.

Donal membacakan kata-kata puisi diiringi Iwan dalam Malam Puisi Surabaya
Gambar diambil dari sini

Monday, October 5, 2015

Berbagi Cara Menjadi Pengusaha

Menjadi pengusaha muda itu sebenarnya asik. Duit dimodalin sendiri, usahanya dijalanin sendiri, hasilnya juga dinikmatin sendiri. Tetapi pada prakteknya, masih banyak pengusaha newbie (dan bahkan yang sudah menjadi pengusah sukses sekalipun) yang keteteran. Biarpun filosofinya udah jadi boss buat diri sendiri, nyatanya banyak yang jam tidurnya tersunat lebih sering daripada yang masih kerja ikut orang lain. Lebih parah lagi, banyak yang merasa udah keluar modal, tapi nggak merasa modalnya balik biarpun usaha udah jalan. Entah itu profitnya kurang, atau justru malah tekor. Dan pengusaha-pengusaha ini bingung, problem utamanya ada di mana sih?
Para wanita berbagi di pojok ruangan tentang
bagaimana menjadi pengusaha.
Foto oleh Vicky


Wednesday, September 30, 2015

Cari Hotel, Nggak Cuma Cari yang Murah

Kadang-kadang, permintaan tamu itu memang berlebihan.

“Ky, tolong cariin hotel,” suatu hari nyokap saya nitah saya di telepon.
Saya njawab: “Oke, mau hotel yang gimana?”
Mom: “Jangan yang mahal-mahal, Mom lagi ngirits.”
Saya: “Ya udah deh, ntie nginep di boarding house ajah ya? Yang tempat tidurnya tumpuk-tumpuk?”
Mom:  “Jangaan..yang bagusan dong ah. Yang bersih gitu. Mom nggak mau yang bantalnya bauk.”
Saya: “Lho, gimana sih, katanya nggak mau yang mahal? Lha ini ta’ cariin yang murah, ya yang tempat tidurnya tumpuk-tumpuk..”
Gitu aja terus perdebatannya ruwet nggak selesai-selesai.

Untungnya saya akhirnya booking-in hotelnya. Hotel yang cukup keren kalau difoto, kayak di brosur-brosurnya biro perjalanan mahal. Yang semua pegawainya ganteng dan selalu sigap bukain pintu. Yang lobbynya ada karpet merahnya sehingga melangkah di situ berasa kayak Julia Roberts. Nyokap saya senang.

Begitu masuk kamar hotel yang harum, nyokap saya mendudukkan dirinya di tempat tidur yang empuk. Matanya jelalatan mengagumi setiap detail interior kamar yang minimalis. Yupz, minimalis. Saking minimalisnya, sampai-sampai tahu-tahu dos-q tertegun.

“Ky?” panggilnya parau. “Nih kamar nggak ada kulkasnya, ya?”

Deg. Kulkas? Nggak ada?

Singkat cerita, saya nelfon ke resepsionis, protes kenapa kamar kami nggak ada kulkasnya.
Terus minta dipindahin ke kamar yang ada kulkasnya.
Lalu resepsionisnya bilang, “Maaf, Bu Vicky, di hotel kami memang kami tidak menyediakan kulkas di kamar..”
(Gambar dari sini)

Lalu saya nyaris terpekik di dalam hati, “Kalian pasang kunci magnetik untuk setiap kamar tapi nggak pasang kulkas??”

Wednesday, September 16, 2015

Melawan Kabut Asap demi Grand Prix



Oh ususku, judulnya berat banget. Oh my gut, it's a hard topic.

Selamat, tagar #MelawanAsap bertengger jadi puncak di trending topic.

Yang saya sendiri heran kenapa kok baru sekarang (sebagian dari) kita ribut soal kabut asap. Sudah 48 tahun kita hidup bareng kabut asap, presidennya sudah ganti lima kali, kok dulu-dulu nggak ada yang ribut? Apakah karena waktu tahun 1967 itu belum ada Twitter? Atau generasi waktu itu terlalu sibuk cari beras jadi nggak ada yang mempertanyakan kabut asap? :p

Apakah penduduk Riau perlu dievakuasi?
Foto oleh @ridhobono

Sunday, September 13, 2015

Edukasi Keuangan: Orang Indonesia Memang Takut Kaya

Coba dipikir-pikir dulu: Kalau dapat uang Rp 100 juta, dan uang ini bukan penghasilan rutin, Anda mau apakan uang ini?

Survey ini disebarkan Sun Life Financial Indonesia kepada 505 responden di Jakarta dan Surabaya. Ternyata hasilnya, hanya 11% yang mau pakai uang ini untuk jadi modal usaha, dan hanya 6% yang mau pakai untuk beli rumah. Sekitar 8% bersedia menggelontorkannya untuk pergi ibadah (misalnya naik haji atau umroh). Tapi 30% masih pakai cara kolot: menyimpan dalam bentuk deposito (dan depositonya rupiah, pula!). Dan 34% lainnya lebih parah lagi, dikekep di tabungan bank.

Thursday, September 10, 2015

Siapa Yang Koneksi Internetnya Tercepat?

Pertanyaan ini selalu bikin saya geli. Buat saya, jawabannya nggak pernah konsisten, karena jawaban saya selalu ganti enam bulan sekali. Dan akhir-akhir ini, jadi tiga bulan sekali.

Saya pengguna internet aktif sudah lebih dari 10 tahun yang lalu. Semua operator internet telekomunikasi seluler di negeri ini pernah saya cobain. Setiap operator ternyata memberikan performa yang berbeda-beda. Ajaibnya, kinerja masing-masing operator sangat ditentukan musim, lokasi, dan lucunya, jenis paket yang dibeli penggunanya.

Sunday, August 30, 2015

Tidur Sama Aku Aja

"Oeee..! Oeee..!"

Tuh kan, bayinya nangis lagi. Buru-burulah nyokapnya tergopoh-gopoh mendatangi si bayi dan menggendong bayinya. Segera dos-q buka dadanya dan nyodorin ke bayi. Tapi, lho..lho..kok si bayi malah membuang muka dan nangis makin keras? "Oeee..! Oeee..!"

***

Aneh ya, logikanya bayi laper itu kalau disodorin kelenjar susu nyokapnya ya langsung minum. Tapi ternyata ajaibnya bayi itu bisa ngambek, karena terlalu lama dicuekin waktu dos-q nangis. Sehingga pas minumnya dateng, dos-q malah nggak mau nyusu. Kalau gini pasti nyokapnya jadi bingung. Apa yang salah?

Saturday, August 29, 2015

Lomba Sold Out

"Sorry, Che, kuenya abis.."
Saya terperangah dan mendelik ke nonik yang punya stand itu. "Kok udah abis lagi? Ini kan baru hari pertama?"
Si nonik: "Iya, Che, tadi yang beli banyak banget.."
Saya: "Kapan restock lagi?"
Si nonik: "Besok ke sini aja lagi, Che. Jam 11."
Saya: "Huuh!" 
Saya langsung ngeloyor pergi. Tapi nggak bisa jalan cepet juga dari stand itu. Coz bazaar-nya penuh buanget kayak es dawet!

Friday, August 28, 2015

Sarung Tinju Bayi

Saya nggak bisa bedain kaos kaki dan sarung tangan bayi. Dua benda itu kelihatannya sama.

Orang yang pertama kali ngajarin saya tentang baby stuffs adalah pemilik toko Stars, sebuah baby shop di kawasan Dukuh Kupang di Surabaya. Di situ jugalah pertama kali saya belanja kebutuhan bayi (ya iyalah pemiliknya langsung ngajarin saya. Saya kan emak hamil newbie yang nggak ngerti apa yang harus dibeli). Di sana saya belajar kalau ternyata pabrik-pabrik baju bayi membuatkan kaos kaki yang satu stel dengan sarung tangannya juga biar matching.

Ketika Fidel pulang ke rumah dari rumah sakit, saya dan my hunk memasangkan sarung tangannya dan kaos kakinya dengan antusias. Maklum, anak pertama, dan kami baru pertama kali jadi orang tua.

Masalah baru timbul ketika kami mencuci baju-bajunya dan menyetrikanya. Saya kebingungan, ini yang mana sarung tangan, yang mana kaos kaki. My hunk, yang matanya informatik banget, langsung bisa membedakan bahwa sarung tangan lebih bulet, sedangkan kaos kaki lebih gepeng. Saya, yang otaknya sudah njelimet, melihat bahwa benda-benda itu bulet semua.

Monday, August 24, 2015

Lima Kali Ya Ampun

Bokap saya bingung kenapa tagihan kartu HP-nya selalu banyak padahal aktivitas online-nya dikit banget. Nggak kayak saya atau nyokap saya yang paling-paling budget pulsanya seret banget tapi bisa internetan ke sana kemari. Semula nyokap saya mencoba menolong, tapi kartu bokap saya itu Halo, sedangkan nyokap saya baru berpengalaman dengan kartu Simpati dan operator XL doang.

Saya komporin bokap saya buat konsul ke kantor Grapari Telkomsel aja, tapi bokap saya ogah option itu. Menurutnya orang-orang operator telpon seluler itu selalu bicara dengan istilah-istilah teknis yang sulit dimengerti oleh kami-kami yang cuma dokter ini. Nungguin adek saya buat jadi "penerjemah" juga nggak mungkin. Bagaimana pun adek saya sudah pergi dari rumah sekarang, jadi tinggallah bonyok saya cuman berdua di rumah dan terperangkap dalam kegaptekan mereka.

Sementara itu, aktivitas internet bokap nyokap semakin meningkat, apalagi semenjak cucu pertama lahir. Dan pengeluaran untuk internet terus meningkat, seiring dengan berkembangnya sinyal 3,5 G di rumah.

Ketika bokap saya ketemu saya kemaren dan mengeluh soal tagihan yang terlalu banyak, saya suruh aja turunin standar paket internetan yang dos-q beli. Siyalnya bokap saya nggak ngerti dos-q pake paket apa. Saya tanya bokap saya abis berapa buat bayar pulsa HP tiap bulannya, jawabannya Rp 200k atau Rp 250k, gitu deh. Dos-q pake kartu Halo. Saya dengernya langsung keselek. Untuk ukuran seorang lansia gaptek, tagihan segitu kebanyakan.

Saturday, August 22, 2015

Seiprit Doang

Anak saya ternyata bersihan.
Berulang kali dia bikin saya gondok.

Ya know, saya udah cerita kan sebelomnya kalau saya ini empet banget sama ruam popok. Maka kalau dia nangis dikit aja, yang saya cek pertama kali bukanlah dia laper atau haus, melainkan apakah dia pipis atau pup. Kalau dia pup, buru-buru saya ganti clodinya dengan yang baru.

Tapi, begitu dia pup lagi sedikit aja, Fidel langsung nangis. Saya semula mengira, kamu kok rajin banget pupnya, Nak? Belom setengah jam popok diganti, kok udah pup lagi? Ternyata begitu saya lihat isi popoknya, yaah emang dia pup sih, tapi yaa itu, pupnya cuman seiprit. Saya yang gondok. Yaah..clodi masih baru kok udah kudu diganti lagi sih?

Mana clodi yang dia punya itu rata-rata tipe yang pocket semua pula. Itu kan yang kalau bayinya pup, langsung pupnya langsung jatuh ke inner sehingga seluruh clodi kudu diganti.

Tadinya setan nongol di kepala saya. "Ayo laah..gak usah diganti dulu clodinya. Kan baru dikit ini pupnya. Ntar aja kalo pupnya udah banyak, baru diganti. Jadinya kamu ndak capek, Vic.." (Setannya pake logat Jawa)

Wednesday, August 12, 2015

Apotekernya ke Mana?

Suatu hari saya lagi ngantre di sebuah apotek untuk beli vitamin. Vitamin yang saya minta lagi diambilin di gudang apoteknya tatkala seorang emak berumur sebut aja sekitar 50-an dateng.
"Mbak, mau beli Sanaflu empat, Neozep empat, Decolgen empat," katanya.

Saya mengerutkan kening mendengarnya, kepo. Situ punya warung obat dan lagi kulakan ya?

Petugas apoteknya mencatet pesenan si emak. "Ada lagi, Bu?"

"Ndak, itu dulu," kata si emak. Tapi kemudian.. "Eh ya, mintak M Kapsul ya satu."

Petugas apoteknya manggut-manggut dan jalan ke gudang di balik kasir.

Di situ ada bapak-bapak yang juga lagi ngantre mau beli obat kayak saya, dan ternyata dia juga sama keponya dengan saya. Tapi dia lebih terang-terangan. "Belinya banyak bener ya, Bu? Padahal kan obatnya sama aja?" komentarnya usil . Sebetulnya ngomongnya nggak gitu, dia bertutur dalam bahasa Jawa.

Tau-tau si emak malah curhat. "Lha gimana, kayaknya musim flu ini. Anak saya cocoknya sama Sanaflu, kalo bapaknya cocoknya sama Neozep, kalo saya sih senengnya Decolgen."

Monday, August 10, 2015

Taruh HP-mu Sekarang

Saya lagi nulis draft untuk ngeblog di HP saya waktu saya baru menyadari kalau anak saya sedang memandangi saya. Dos-q nampak kepingin bilang sesuatu, tapi dos-q nunggu sampek saya selesai ngetik.

Saya: "Ada apa, Fidel?"
Fidel: ".. .."
Saya (mendekat, tapi belum naruh HP): "Kenapa? Fidel mau cerita apa?"
Fidel: "Aooh aooh.."
Saya (bingung): "Maksudnya?"
Fidel: "Aooh aah.." (Tangannya goyang-goyang, ikut menjelaskan maksud) "..aah eeh."
Saya (terdiam. Lalu naruh HP.): "Ooh. Mama juga kepengen." (Sok-sok ngerti bahasa bayi, padahal sumpah saya nggak ngerti apa yang dia pengenin.)
Fidel: ".. .." (Matanya tahu-tahu bersinar)
Saya nyengir. Dan tiba-tiba Fidel nyengir juga. Saya langsung lumer dan memeluknya.
Fidel langsung ketawa. "Ah!"

Bagaimana saya tega nerusin ngetik draft blog padahal anak saya kepengen ngobrol sama saya?

Friday, August 7, 2015

Ngantre Sampai Mati

Nggak enaknya jadi pasien yang kudu berobat itu, mesti ngantre. Antreannya panjang amit-amit.

Seorang temen saya, penderita diabetes insipidus. Suatu hari dos-q curhat. Untuk berobat itu, dos-q kudu ngantre di rumah sakit dari jam lima pagi.

Saya bingung kenapa dos-q, sebut aja namanya Alexis, kudu ngantre sesubuh itu. Padahal poliklinik rumah sakitnya sendiri baru buka jam tujuh. Tapi Alexis nggak becanda, dos-q potretin ruang tunggu rumah sakitnya, terus dos-q upload fotonya di social media. Bener aja, jam lima itu ruang tunggunya sudah penuh sama pasien yang ngantre. Padahal lampu ruangannya sendiri belom nyala. Saya penasaran apakah di antara pasien-pasien ngantre itu ada yang bawa senter atau minimal lilin gitu? Jangan-jangan kalau ada yang nyempil nawarin jualan senter, kayaknya laku.

Wednesday, August 5, 2015

Berlindung dari Ruam Popok

Saya empet banget sama yang namanya ruam popok.

Saya kasihan banget sama bayi-bayi yang kena ruam popok. Bokong yang tergores-gores karena kulit yang masih terlalu tipis, dan mereka nggak bisa protes apapun selain nangis karena mereka memang belom bisa ngomong. Dan iritasi kulit bokong itu makin menjadi-jadi saban kali mereka pup. Adeeuuhh..kesiyan. Terus gimana, mosok mereka harus nggak pup dulu sampek ruamnya ilang?

Karena ngeri sama ruam popok, Fidel saya pakein popok kain. Saya jaraang banget pake popok sekali pake (pospak) yang merknya P*mp*rs itu, kecuali kalau lagi tidur di malem hari atau lagi jalan-jalan keluar rumah. Sekarang Fidel sudah mulai besar, bisa pake clodi, alhamdulillah. Dulu pas dia baru-baru lahir, clodi apapun masih kegedean di bokongnya, sehingga dos-q baru bisa pake popok kain segiempat doang. Saban hari praktis saya kudu gantiin popok kainnya saban dua jam. Gempor nyetrikanya, boo'!

Lantaran ngeri ini juga, saya pun selalu waspada saban kali Fidel buang air. Begitu dia nangis dikit-dikit aja, saya langsung ngernyit dan ngintip popoknya. Ada pup dikit aja, langsung saya ganti. Dan karena sekarang Fidel baru umur dua bulan, dos-q masih pup enam kali sehari, jadi ya lumayan sering clodinya saya ganti. Bayangin kalau saya milih pake pospak, bisa bangkrut duit saya kalau ganti pospak tiap empat jam.

Alhamdulillah, lantaran keparnoan ini, Fidel nggak kena ruam popok. Amit-amit deh jangan sampek. Temen saya ada yang anaknya kena ruam popok. Dos-q sampek ganti merk pospak gegara dos-q pikir anaknya nggak cocok sama merk pospak itu. Kebetulan juga emaknya rada males pake popok kain. Saya nggak nyalahin seleranya sih, karena saya ngerti clodi itu benda yang cukup tebal untuk dijemur dan rumah mereka rada defisit area jemuran.

Nyokap saya suruh saya olesin bokongnya Fidel pake krim bokong saban kali Fidel abis buang air. Semula saya lebih seneng pukpukin bokongnya pake bedak aja, coz lebih cepet daripada ngolesin krim. Tapi terus kakak saya denger-denger kalau rutinitas ngebubuhin bedak di kawasan selangkangan bisa bikin kanker, jadi saya berhenti pakein bedak. Selanjutnya saya pakein krim dong. Nah, suatu hari kami lagi jalan-jalan, dan Fidel kayaknya masuk angin lantaran kelamaan piknik seharian. Dia mencret, dan bekas mencretnya lengket di bokongnya yang licin karena pake krim. Euww..rese bangeet! Semenjak itu saya nggak pakein dia apapun kalau abis buang air. Saya bakalan gini terus sampek saya nemu bukti ilmiah bahwa bedak atau krim atau saos apapun memang berguna buat mencegah ruam popok.

Tadi sore my hunk jalan sama temennya. My hunk jemput temennya di rumahnya. Si temen bawa kantong kresek penuh popok bekas anaknya, dos-q bawa masuk mobil. Di tengah jalan, mereka lewat sebuah sungai. Si temen minta stop bentar, terus dos-q buang itu kantong kresek ke sungai yang ngalir.

My hunk bingung kenapa temennya buang sampah ke sungai. Ternyata kata temennya, dia disuruh mertuanya buang popok itu ke sungai, supaya popoknya jadi satu dengan air. Coba kalau dibuang ke tempat sampah, pasti popok-popok itu ujung-ujungnya dibakar orang, karena sampah kan diakhiri dengan dibakar. Nah, kalau popok bekas anaknya itu terbakar, nanti bokong anaknya itu kepanasan.. :p

Mertuanya itu orang Banjar.

Saya denger cerita itu dari my hunk, dan saya nyengir. Mungkin sang mertua sedang berusaha melindungi cucunya dari ruam popok.

Komentar saya, pasti sang temen itu sangat menyayangi mertuanya.. :p
http://georgetterox.blogspot.com
http://laurentina.wordpress.com

Thursday, July 30, 2015

Apron Menghindari Porn

Selamat hari menyusui!

Tanggal ini rupanya dirayain sebagai hari menyusui, dan kawan-kawan dari Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (sumpah, perhimpunan ini betul-betul ada, bukan LSM bikin-bikinan) bikin tema Hari Menyusui hari ini berupa Menyusui Sambil Bekerja. Mereka bikin macem-macem kampanye buat menyemangatin para mommies kantoran, supaya tetap nyusuin para bayi mereka biarpun mereka harus berkutetan di balik kubikel masing-masing. Saya bukan anggota resmi AIMI, biarpun saya juga seorang mommy dan saya juga netekin bayi, tapi boleh dong acara blogging saya hari ini ngoceh tentang tema yang sama.

Salah satu barang yang saya nggak boleh lupa bawa jika saya keluar rumah, sekarang adalah apron. Kalau Jemaah nggak ngerti, biarlah saya jelaskan bahwa apron ini adalah semacam kain penutup. Fungsinya nutupin payudara kalau-kalau anak saya mendadak minta nyusu, sedangkan saya nggak nemu ruangan tertutup untuk itu. Coba bayangin kalau saya lagi dugem di restoran, lalu tahu-tahu Fidel kepingin nyusu saat itu juga, sungguh nggak fleksibel kalau saya harus buru-buru pulang hanya demi nyusuin Fidel. Dan nggak mungkin saya menggedor pelayan restoran dan nanya, "Permisi, boleh saya pinjem kamar karyawannya? Saya mau nyusuin anak." Oh ya, saya nggak nyusuin anak di toilet. Jadi mari kita berterima kasih kepada teknologi bernama apron menyusui.

Monday, July 27, 2015

Kapan Kamu Mau Ketawa?

Anak laki-laki saya sekarang berumur dua bulan dan semua orang mengharapkan dia ketawa.
Mungkin karena sering nguping saya dan my hunk mendadak berseru kegirangan lantaran Fidel mendadak ketawa, sehingga kakek-neneknya ngiler kepingin lihat ketawanya pula. Mereka melakukan hal-hal untuk memprovokasi dos-q ketawa, mulai dari nanya, "Fidel, ketawanya mana?" sampai narik-narik pipinya supaya seolah dia nampak ketawa (dan kalau sudah ada yang melakukan gestur ini kepada pipi anak saya, saya langsung mengambilnya sebelum pipinya cedera).

Monday, May 18, 2015

170000 IDR from your friend, Vicky Laurentina

Hi there,

Your friend Vicky Laurentina (vicky_laurentina@yahoo.com) wants to give you 170000 IDR off your first booking on HotelQuickly so you can enrich your life with last-minute, hassle-free travel. The app is so easy to use, you can book a room in just seconds.

Get the app now and use the invite code VLAUR6
www.hotelquickly.com

HotelQuickly saves travelers like you time and money by offering great deals on hand-picked 3 to 5 star hotels. On average, our prices are 28% lower than other websites in more than 120 destinations throughout 14 Asia-Pacific countries.


Terms and conditions:
You were not added to any mailing lists. The exclusive voucher is for new HotelQuickly users only. The HotelQuickly app is free and available on iOS, Android, and BlackBerry 10.

© 2014 HotelQuickly.com. All rights reserved.
Room D, 3/F, Chi Residence, 120 Connaught Road West, Sai Ying Pun, Hong Kong

Friday, May 8, 2015

Tips Menghindari Norak

Saya ini rada males cerita-cerita tentang harga barang-barang yang saya beli. Mulai dari yang sepele soal harga nasi ayam penyet di warungnya Mpok Siti, sampek harga tiket pesawat yang saya naikin. Karena saya males kalau sampai reaksi lawan bicaranya adalah ngomong, "Ih, mahal!"

Pernah suatu hari saya habis potong rambut di sebuah salon. Disapa emak-emak yang sudah tua, "Eh, baru potong rambut ya? Habis potong di mana?"

"XXXX," jawab saya kalem.

"Berapa potong di sana?"

"Cepek," jawab saya.

"Ih, mahal!"

Entah kenapa bawaan saya langsung sebel dengernya. Rasanya pengen ngejotos tuh emak-emak. Kesannya kayak dihakimin gitu, seolah-olah saya ini cewek yang tipe suka buang-buang duit cuman demi potong rambut. Duit duit gw, kok lu yang rese?

Thursday, May 7, 2015

Mengapa RS Sampai Tidak Laku Untuk Melahirkan

Masih nyambung dengan tulisan saya kemaren. Seorang dokter anak bekerja di rumah sakit di Surabaya, curhat ke koleganya. Isi keluhannya, kenapa ibu-ibu hamil jarang banget mau melahirkan di rumah sakit tempatnya bekerja. Padahal dokter-dokter di situ sudah pasang senyum ramah, susternya sudah dididik buat senyum kayak karyawan hotel, gedungnya juga bersih kayak hotel, kurang apa lagi sih? Kalau dari masalah biaya kayaknya nggak mungkin, sebab banyak rumah sakit yang semahal tempat ini, tapi ya masih laris aja. Tapi sepertinya kok rumah sakit ini dijauhi orang buat melahirkan.

Padahal kalau dijauhin terus, rumah sakit ini bisa kehilangan omzet dari pasar-pasar yang potensial. Yang kasihan tentu pegawai-pegawai yang kerja di situ, termasuk dokter-dokternya, nggak jadi dapet komisi dong?

Wednesday, May 6, 2015

Gumoh

Saya baru ngeh kosakata ini waktu ngunjungin kolega yang melahirkan sekitar empat tahun yang lalu.

Waktu itu pagi-pagi, saya dateng ke rumahnya membawa hadiah, dan bayi itu baru berumur sekitar delapan hari.

"Tunggu sebentar ya, Vick, aku mau nyusuin anakku dulu," kata kolega saya.

"Oke!" Saya langsung kepo. "Eh, Lex, aku boleh liat kamu nyusuin?"

"Boleeh!"

Saya kirain dia akan melakukan aksi aneh itu, mengangkat dasternya dan memperlihatkan asetnya yang segede buah semangka, lalu menyusuin anaknya. Saya, cewek yang waktu itu belom pernah tahu rasanya hamil apalagi melahirkan, sangat excited kalau lihat ibu menyusui karena itu proses yang belum pernah saya lihat.

Tapi temen saya malah ngeluarin..botol dot.

"Kamu nggak kasih ASI?" Saya kecewa.

Tuesday, May 5, 2015

Kau Bisa Baca Nggak?

Beberapa orang memang nggak senang membaca.

Sudah dibilangin, kalau mau komentar, tulis nama dulu. Supaya nyaman. Komentatornya nyaman, yang punya rumah juga nyaman.

Tapi tetep aja dateng-dateng ngoceh panjang-panjang sembari nggak nulis identitas.
Nggak bisa baca kah?

Segitu susahnya daftar ikutan Kelompok Belajar Paket C sampai baca instruksi simpel aja sulit?
Biar saya kasih tau Bang Anies nanti, mumpung dia lagi jadi menteri.

Eh, sebentar, Bang Anies itu menteri pendidikan dasar atau khusus ngurusin pendidikan tinggi?
*Saya juga nggak baca daftar menteri itu*
http://georgetterox.blogspot.com
http://laurentina.wordpress.com

Monday, May 4, 2015

Dokternya Menyerah Di Tangan Dokter

Saya selalu dimarahi kolega kalau habis pergi ke dokter.

"Kamu ngapain gitu aja ke dokter? Obatin sendiri!" Saya inget begitu kata kolega senior saya, sekitar beberapa tahun lalu, waktu saya minta ijin hengkang duluan dari acara main badminton bersama gara-gara saya kepingin ngejar prakteknya seorang spesialis THT.

"Saya sakit," jawab saya sambil ngelap idung saya yang meler. Sumpah, jorok banget.

"Kamu kan juga dokter!" Dos-q nuding saya.

Saya mendelik ke sang senior. Mau bilang, "Kita nggak boleh sombong, Bang!" tapi saya ogah menggurui.

Monday, April 27, 2015

Mental Daerah Rumahan

Ini kisah nyata dari seorang kawan jemaah blog saya. Yang struggle untuk mencari nafkah, dan ironisnya perjuangannya dihambat oleh keluarganya sendiri. Atau mungkin oleh mentalnya sendiri.

Kawan saya laki-laki, mungkin umurnya sekitar 30 tahun. Bekerja jadi pegawai negeri sipil, di sebuah kantor dinas di sebuah kabupaten. Dos-q baru menikah, istrinya juga pegawai negeri sipil, bekerja di kantor yang lain di kabupaten itu. Pasangan muda ini punya seorang anak balita yang berumur kira-kira dua tahun.

Mungkin karena kinerjanya bagus, kantor tempat kawan saya ini dianggap berprestasi. Atasan dari kepala kantor ini menganggap lokasi kantornya nggak ideal lagi berada di kabupaten itu, karena kantor ini nggak cuman meladeni urusan sekabupaten itu, tapi bebannya sudah sampai tingkat propinsi. Jadi sang boss pun ambil keputusan, kantor ini mau ditutup dan dipindahkan ke ibukota propinsi. Termasuk pegawai-pegawainya, ya termasuk kawan saya juga, disuruh pindah sekalian ke ibukota.

Nggak tahunya, kawan saya mengerang keluh kesah. Karena istrinya juga mengeluh. Menurut dalih kawan saya, kalau dos-q disuruh pindah ke ibukota propinsi, dos-q harus ninggalin istrinya. Karena istrinya sudah betah bekerja di kabupaten itu, plus di kabupaten itu ada orang tua yang bisa dititipin anak mereka kalau istrinya sedang ngantor. Lha kalau istrinya ngikut kawan saya ke ibukota propinsi, istrinya mungkin harus ninggalin pekerjaannya yang sebagai PNS itu, biaya hidup akan meningkat coz mereka harus siap-siap cari rumah kontrakan, cari pengasuh anak, pokoknya jadi lebih mahal deh.

Tuesday, April 21, 2015

Gawul Ciamik di Stasiun Kereta

Sering ribet sendiri mau beli maem apa kalau mau naik kereta? Well..nggak lagi-lagi deh, coz sekarang ada café yang cozy banget di stasiun. Yupz, bulan ini jadi istimewa coz di Stasiun Gubeng Surabaya ada café yang senyaman café bandara dengan setumpuk kuliner ciamik keren. Namanya Loko Café, dan nongkrong di sini betah banget. Eits..ati-ati bisa ketinggalan kereta nih, hahaha!
Fasad Loko Cafe di Stasiun Gubeng, Surabaya

Loko Café ini adalah gerai tenant kuliner yang ketiga bikinannya PT Reska, anak perusahaannya PT Kereta Api Indonesia. Sebelumnya PT Reska udah buka café di Stasiun Tugu Jogja dan café di Stasiun Poncol Semarang. Café di Tugu berkonsep restoran dine in, sama kayak café yang di Gubeng ini. Sedangkan café di Poncol berkonsep take away. "Di Poncol, orang datang ke café untuk beli minum, lalu langsung dibawa pergi. Di Surabaya ini, kami ingin orang datang ke café untuk makan (di tempat)," jelas Decil Christianto, manajer dari Consumer Business Directorate PT Reska kepada saya.

Friday, April 10, 2015

Berhadapan dengan Si Tunnel Vision

Orang nggak hamil: "Nanti melahirkan di mana?"
Saya: "Mungkin di Rumah Sakit P."
Orang nggak hamil: "Sama dokter siapa?"
Saya: "Nggak tau, gimana dokternya yang piket aja nanti pas saya dateng ke situ."
Orang nggak hamil: "Lho, emang selama ini periksanya sama siapa?"
Saya: "Oh, ganti-ganti. Kadang sama dokter K, kadang sama dokter L, kadang-kadang malah sama dokter M. Yaah tergantung pas saya dateng ke sana adanya siapa yang lagi praktek."
Orang nggak hamil: "Oh bukan sama dokter H*rt*n*?" (Sambil nyebut makhluk beruban paling kejam sekota yang nggak pernah njahit perut pasiennya sendiri setelah Cesar dan selalu nyuruh asistennya buat njahit.)
Saya: "Hahahaa..saya nggak mau sama orang itu!" (Sambil pasang gestur melambaikan tangan dan pasang ekspresi jijik.)
Terus orang nggak hamilnya langsung diem.

Ma'am, saya tahu kalau situ bisa hamil lagi, kamu ingin diberesin sama H*rt*n*. Tapi saya tidak kepingin disentuh sama dia, saya nggak peduli biarpun mungkin situ pikir dia dokter terbaik se-Indonesia.

Ini rahim saya, saya yang menentukan dengan siapa saya ingin mencari pertolongan medis, dan pendapat situ nggak ada nyantolnya sedikit pun di kepala saya. Eh, nyantol ding, setidaknya buat bahan ngeblog.

Belajarlah untuk tidak nyuruh orang lain berpikir seperti caramu berpikir.

Monday, April 6, 2015

Soal Naik-naik Berat Badan Ini

Sudah beberapa bulan terakhir saya terobsesi sama berat badan. Terutama berat badan janin saya. Gini nih repotnya jadi dokter, saya sampai hafal kalau usia janin sudah sekian minggu, berat badannya si janin mesti segini. Sementara kalau usianya sudah nambah lagi, berarti berat badannya si janin harusnya segitu.

Soal Bayi
Siyalnya saya nggak bisa mantau beratnya si janin saban hari, jadi saya cuman bisa mantau trend-nya sebulan sekali pas lagi periksa ke dokter kandungan. Saban kali USG, yang saya tanyain pertama kali pasti "Berapa berat dia sekarang?" (Dan saya nggak peduli sama sekali soal jenis kelamin.)
Kalau dokternya sudah sebut angka berapa ratus gram, saya selalu tanya apakah itu normal untuk usia kehamilan segitu. Kalau beratnya di bawah rentang normal, saya pasti deg-degan kebat-kebit. Tapi kalau beratnya di atas rentang normal, saya deg-degan juga coz takut sama fenomena giant baby. (Giant baby identik dengan keterlambatan perkembangan otak.)

Saturday, March 21, 2015

Yang Penting Anggarannya Habis

Dua hari terakhir ini saya dateng ke pameran fotografi di sebuah plaza di kawasan selatan Surabaya. Acaranya berupa pameran foto dan seminar tentang fotografi yang nampilin tiga fotografer sebagai pembicara. Sponsor utama dari acara ini adalah sebuah merk tinta printer.

Sebetulnya acaranya menarik, tapi saya mau ngulas tentang penyelenggaraan acaranya.

Sebagai seorang mantan event organizer amatiran, saya ngerti bahwa bikin seminar terbuka di pusat perbelanjaan itu cukup sulit. Salah satu kendala gede mungkin dari pembiayaan, jadi saya ngerti kenapa klub fotografi penyelenggara pameran ini mutusin buat menggandeng merk tinta printer sebagai partner-nya. Logika saya, kalau pemilik merk sudah rela bayar banyak untuk ngadain event ginian selama dua hari di plaza yang gede, mestinya mereka memanfaatkan ini semaksimal mungkin.

Nyatanya, dari awal sampai akhir acara, kalau saya nggak perhatian, saya nggak akan ngeh bahwa sponsor utama acara ini adalah merk tinta printer. Saya cuman ngeliat booth-booth polos yang didominasi meja-meja panitia yang isinya cuman orang-orang ngerumpi di depan leptop. Saya bertanya-tanya dalam hati, apakah orang-orang ini adalah staf tetap dari perusahaan sponsornya atau cuman SPB/SPG pajangan yang cuman disuruh njagain pameran.

Sunday, March 15, 2015

Alasan Blogger Absen Ngeblog

Seorang jemaah ngingetin saya bahwa saya udah sebulan mengabaikan blog ini. Dos-q kangen. Saya nyengir. Aduh, seandainya aja sang jemaah ngerti kenapa saya ngilang dari jagat blogosphere ini.

Saya yakin yang absen nggak cuman saya. Ada ratusan blogger lainnya yang milih mundur. Ada yang mundur sebentar, ada yang mundur selamanya. Alasannya macem-macem.

1) Sudah mulai pilih-pilih topik.
Dulu, ngeblog bisa ngomong seenaknya sendiri. Apa aja pun bisa diomongin. Mulai dari tema serius kenapa di Mojokerto belum juga ada MRT, sampai tema remeh kenapa kucing piaraan kita nggak doyan makan indomi.

Sunday, February 15, 2015

Eliminasi Pegel-pegel di Hotel


Seperti cewek-cewek lain yang lagi hamil, saya juga merasa pegel-pegel. Seiring dengan kehamilan saya yang makin gede, ternyata pegelnya juga makin sering. Pegel yang paling terasa itu di punggung sama di tungkai. Saya sendiri heran, perasaan anak saya di perut ini beratnya paling-paling baru enam ons, tapi kok saya merasa kayak lagi nggembol karung beras.

Eh, ternyata keluhan pegel-pegel ini bisa dijarangin sekiranya kita ini sering olahraga. Cuman kan olahraga buat ibu hamil itu selektif banget. Saya kasih tahu ya, kalau lagi hamil janganlah sok-sok milih olahraga seperti angkat besi kayak Lisa Rumewas. Juga jangan milih olahraga atletik seperti lompat galah. Apalagi gulat, judo, wushu, pokoknya jangaaan!

Monday, February 9, 2015

Move On Itu Mulai dari Bersih-bersih

Saya lagi seneng bersih-bersih.

Ya know, mula-mula saya kirain cuman rumah aja yang perlu dibersihin dari barang-barang tak berguna. Tapi kemudian ternyata saya nemu hal yang lebih penting dan cukup mengganggu: the work station of mine yang ukurannya nggak lebih dari 10 inci ternyata juga perlu dibersih-bersihin. Guess what, netbook yang udah nemenin saya lebih dari tiga tahun ini ternyata penuh barang-barang bosok, mulai dari file-file makalah sekolahan sampai foto-foto yang pingin saya buang ke tempat sampah.

Semua dimulai dari mood saya ngeblog yang makin lama makin turun. Lha gimana nggak menurun, nyalain laptop ini aja leletnya bukan main. Mulai dari muncul layar wallpaper sampai buka layar Microsoft Word yang siap ngetik aja butuh waktu dua menit. Genderuwo macem apa yang nongkrongin laptop saya sampai-sampai mau buka MS Word aja berat banget?

Friday, January 23, 2015

Selamat Tinggal, Sepatu

Bukan, ini bukan omongan seorang shoe-fetish.

Dan ini juga bukan ucapan goodbye sungguhan. Saya nggak sungguh-sungguh kepingin mempensiunkan sepatu-sepatu kesayangan saya. Tapi saya cuman ingin pamit sebentar..sebentaar aja, setidaknya sampai anak saya lahir.

Kandungan saya sekarang baru 22 minggu. Tapi saya merasa badan saya membengkak. Beberapa bulan lalu saya kesulitan bangun tidur, mungkin karena muka saya itu muka bantal. Tapi sekarang kesulitan bangunnya luar biasa, coz badan saya memberat.

Kemaren my hunk ngajakin jalan kaki dari rumah ke mall di depan rumah. Dulu itu begitu gampang, tapi sekarang susahnya minta ampun. Baru jalan aja napas saya udah ngos-ngosan. Tadi pagi kami mencobanya lagi, sekali ini pakai sepatu keds coz niatnya mau olahraga. Dan saya kesulitan menikmatinya, coz ternyata sepatu saya udah mengecil! (Nggak terima bahwa kaki saya membengkak)

Monday, January 19, 2015

Bepergian Cantik dalam Sehari

Saya mau cerita pengalaman saya kemaren mondar-mandir naik pesawat dalam sehari cuman demi menghadiri kondangan. Kalau inget ini, saya masih aja ketawa geli coz saya masih belom percaya bahwa ternyata saya bisa melakukannya. Mondar-mandir naik pesawat dalam sehari, macam menteri aja.

Sepupu my hunk menikah kemaren, di Jakarta. Saya dan my hunk diundang. Mertua saya, yang tinggal bareng saya di Surabaya, diundang juga. Semula saya mengira mertua saya bakalan pergi ke Jakarta dan nginep barang semalam demi kondangan itu, tapi ternyata ayah mertua saya malah suruh saya pesen pesawat pagi dan pulang pake pesawat sore hari itu juga. Prinsipnya Ayah, biar nggak diribetin dengan urusan cari penginepan dan urusan transpor dalam kota.

Resepsi pernikahan itu digelar di Menara 165 di kawasan Cilandak jam sebelas siang. Akadnya pagi itu juga. Ayah minta saya ngatur supaya kami dateng sepagi mungkin di tempat kejadian perkara, supaya Ayah punya lebih banyak waktu buat ngobrol-ngobrol sama sanak sodaranya yang di Jakarta itu.

Setelah ngobrak-abrik jadwal penerbangan, saya pun dapet empat kursi pesawat Air Asia dari Sidoarjo yang berangkat jam 5.30 pagi. Jadwal yang bikin saya rada ribet dikit coz saya merasa kepagian. Sebetulnya kalau cuman pergi backpacking sih saya nggak seribet ini, tapi ini kan mau kondangan, bo'.. Saya rada nggak pede kalau mau ke kondangan tapi nggak dandan, hihihi.. Lha kalau pesawatnya berangkat dari Sidoarjo jam 5.30, lantas saya kudu make-up-an dari jam berapa?

(Kudu belajar dari ibu-ibu menteri yang kudu buka seremoni jam delapan pagi di Pekanbaru, padahal baru berangkat dari Jakarta subuh-subuh. Rambutnya disasak dari jam berapa?)
(Halah, ngapain dandan heboh? Emangnya dirimu yang jadi penganten, Vic?)