Wednesday, May 29, 2013

Ulang Tahun di Tunjungan

Tahun ini pertama kalinya saya ulang tahun sembari dikadoin sama mall. Lucunya saya sendiri hampir nggak inget kalau saya pernah ngumbar tanggal lahir saya ke mall manapun. Jadi waktu mall-nya kirimin saya kartu ulang tahun berisi voucher, saya terkejut bukan main.

Memang sebetulnya dulu saya pernah daftar jadi anggota Pakuwon Privilege Group. Ini klub buat orang-orang yang bayar banyak di mall-mall miliknya perusahaan properti Pakuwon di Surabaya. Saya sendiri memang sering dateng ke salah satu mall-nya, yaitu Tunjungan Plaza. Soalnya tempat itu paling lengkap buat belanja dan makan-makan.

Nah, lantaran saya anggota klub itu, jadi mereka kirimin saya kartu ulang tahun. Katanya saya dapet hadiah voucher, terus saya disuruh nukerin tanda voucher-nya ke Tunjungan Plaza sebelum bulan ini habis. Konon di dalem kartu itu ada voucher nonton gratis, voucher valet parkir gratis, dan voucher makan gratis. Nah, bikin ngiler nggak sih?

Sunday, May 26, 2013

Turis Religi

Di dunia ini ada beberapa hal yang ingin saya lakukan. Nonton parade orang pura-pura jadi Yesus di Larantuka pada bulan April. Nonton biksu pake jubah warna kuning meramal garis tangan di Nepal. Nonton teman saya si Ketut bakar-bakaran mayat di Bali. Saya bahkan punya cita-cita nonton orang Yahudi sembahyang di Tembok Ratapan.

Friday, May 24, 2013

Melamun Itu Lebih Sip!

Pemerintah daerah Surabaya nampaknya gerah kalau rakyatnya nggak bisa baca. Karena itu mereka bikin perpustakaan kecil-kecilan di tempat-tempat umum. Salah satunya ya di Rumah Sakit Suwandhi ini, di ruang tunggu poli rawat jalannya, di sudut kecil ini disediakan Sudut Baca. Lemari kecil empat rak ditaruh di sana berisi buku-buku untuk dibaca selama pasien menunggu giliran untuk diperiksa dokternya.

Tapi nampaknya nggak banyak yang memanfaatkan sudut baca ini. Pengunjung poli yang sebenarnya bejibun nampaknya lebih seneng duduk-duduk diam sembari menguap kebosanan daripada minjem buku di perpustakaan mungil situ. Padahal buku yang dipajang di situ juga nggak tebel-tebel amat, cukup ringan sebetulnya. Dan minjemnya pun nggak dipajekin, alias gratis.

Wednesday, May 15, 2013

Dokter, Jalan Tak Berujung

Sudah musim ujian. Orang-orang tua mulai kebat-kebit hatinya nganterin anak-anaknya ke tempat ujian masuk perguruan tinggi. Pekan ini di sebuah kampus kecil di Jawa, gempar gara-gara beberapa orang tertangkap lantaran jadi joki untuk ujian masuk kampus sana. Ditengarai remaja calon mahasiswa baru yang dijokiin itu lagi digadang-gadang buat masuk fakultas kedokteran. Dan yang mbayarin jokinya itu orang tua si calon itu. Saya ngakak waktu denger kabar itu. Segitunya kepingin anaknya masuk sarang beludak. Padahal, saya nggak bermaksud menghina, tapi kampus yang dijokiin itu juga kualitas mengajarnya juga nggak bagus-bagus amat.

Friday, May 10, 2013

Mispersepsi, Argumentasi, dan Asertif

Bahkan bilang "tidak" itu pun ada seninya. Persoalannya, tidak semua dari kita itu lihai berseni, bagaimanapun kita bukan seniman.

***

Pekan ini saya dapet wangsit dari seorang kolega supaya saya bikin peringatan ke seorang kolega yunior supaya jangan "melawan".

Saya masih menimbang-nimbang apakah wangsit ini layak dieksekusi atau tidak.


Thursday, May 2, 2013

Sekongkol dengan Juragan Tanaman

Menikah itu seharusnya mudah. Tinggal dateng ke pemuka agama, ada saksi, ucapkan sumpahnya, dan resmi deh jadi suami-istri.

Tapi di Indonesia, menikah bisa jadi acara maha ribet. Teman saya, yang sebentar lagi mau menikah, cerita bagaimana untuk mengurus rencana pernikahannya ke KUA itu susahnya bukan main. Di Malang, seseorang yang mau menikah, ke KUA-nya harus nunjukin ijazah SMA.

Heh? Ini mau menikah atau mau cari pekerjaan?

Tapi nyatanya memang begitu. Yang kesiyan yang cuman lulus SMP, ya cuman bisa pamer ijazah SMP. Yang cuman lulus SD apa lagi.

"Kurasa mereka mau pendataan penduduk," saya menanggapinya tenang, sewaktu teman saya itu ngobrol dengan saya di sebuah tempat dugem di kawasan Jalan Pemuda. "Supaya mereka tahu berapa banyak penduduk mereka yang menikah dalam keadaan terdidik."

"Aku kasih ijazah S1-ku!" kata temen saya itu.
"Oh, that's better," kata saya sambil melahap nasi goreng.
"Tapi mereka tolak! Mereka maunya ijazah SMA! Nggak boleh ijazah S1!" tukas temen saya kesal.

Saya langsung keselek nasi goreng. Demit, saya memaki dalam hati. Mana nasi gorengnya pedes banget pula!