Thursday, January 30, 2014

Facial Itu Diapain?

Seorang kawan pria nanya ke saya dengan malu-malu, facial itu diapain. Soalnya dos-q habis potong rambut dan salonnya nawarin discount buat facial. Saya yang tahu persis bahwa dos-q bukan metroseksual, memandang wajahnya dan memutuskan bahwa mukanya memang tidak semulus Vanness Wu, pantesan ditawarin facial sama kapster salonnya.

Kawan saya menolak tawaran discount itu, tapi dos-q tetap penasaran, jadi dos-q tanya ke saya. Saya memandangnya sebagai bahan buat nulis blog. Dan saya yakin masih banyak pembaca blog saya juga nggak tahu facial itu diapain.

Wednesday, January 29, 2014

Anti Made in China

Ini akibatnya kebanyakan baca artikel tentang eksploitasi buruh.

Kemaren adek saya nunjukin ke saya kalo adek baru beli micro SD card baru. Dos-q bilang, waktu di tokonya dos-q udah celingak-celinguk cari card. Terus pramuniaganya nunjukin dos-q dua pilihan. Pilihan pertama card bonus adaptor. Pilihan kedua card nggak pake adaptor. Kalo pake adaptor, selisih harganya lebih mahal seribu perak. Ya udah, dos-q beli yang pake adaptor aja.

Jadi kesimpulannya, adaptor itu harganya seribu perak. Itu yang mau dos-q pamerin ke saya.

Saya ngeliat kemasan produknya, terus saya bilang gini. Adaptor seharga seribu perak ini dibikin di negara Republik Rakyat China, orang yang membuat barang ini telah diupah dengan harga yang sangat tidak layak, bekerja dengan jam kerja yang berlebihan dengan beban kerja yang overburden, dan dos-q harus hati-hati dengan kehidupan rumahtangganya karena istrinya akan dipaksa untuk aborsi bila mereka berkeluarga lebih dari satu anak.

Tuesday, January 28, 2014

Suatu Pagi di Roti Gempol

Hai! Hai! Kali ini saya mau bagi-bagi cerita tentang kedai roti yang udah legendaris banget di Bandung ini.

Pada dasarnya kedai ini jualan roti bakar. Roti-roti gandum diolesin dulu pake mentega, lalu diisi pakai topping sesuai permintaan kita. Topping-nya macem-macem, ada yang isi daging + telur, ada juga yang isi daging + keju. Boleh juga request isi susu, isi cokelat, isi kacang, atau isi selai. Setelah diolesin topping roti akan dibelah jadi empat bagian dan dipanggang, lalu disajikan hangat-hangat ;)



Monday, January 27, 2014

Anniversary

Tanggal ini, setahun yang lalu, jam tiga pagi saya udah dibangunin nyokap buat mandi dan sarapan kilat. Kami pergi boyongan dengan dua mobil, satu mobil isi saya, satu lagi disupirin adek saya, dan tuh mobil penganten udah dihiasin pake stiker bertuliskan "Vic & Ed".

Kami tiba di gedung hall jam 4, di sana ketemu tukang rias. Tukang riasnya tanya apakah saya bisa tidur semalem, saya jawab nggak bisa. Dos-q ngerti saya gelisah, jadi dos-q berdoa dan bilang dos-q bakalan bikin saya cantik sekali hari itu. Saya nyerah dan pasrah, saya cuman berdoa semoga hari itu tidak akan ada tamu yang nekat menyanyi dangdut.

Sunday, January 26, 2014

Merayap(!) di @BragaCulinary Night

Bau aroma sosis panggang merebak dari sisi kiri. Sementara itu pasukan surabi berterak-teriak nawarin dagangan, suaranya berpadu dengan suara minyak yang lagi nggoreng cireng. Air liur menggelegak di mulut saya, sementara saya tersiksa karena nggak bisa gerak kecuali pilihannya harus berjalan maju. Depan saya adalah serombongan muda-mudi yang terus-menerus cekikikan guyon sembari ngetawain diri mereka yang nekat nyebur ke lautan manusia yang memadati jalan andesit itu. Ini Braga Culinary Night, dan semua jajanan favorit orang Bandung ada di sini.

Mereka menulisnya di social media secara masif dalam bulan ini sampek saya penasaran sendiri. Ridwan Kamil, walikota yang baru itu, nekad menutup jalan Braga pada hari Sabtu malam dan menyulapnya menjadi pasar tumpah khusus jualan makanan. Alhasil tempat itu sekarang seperti pasar malam, mengingatkan saya pada pesta musik jalanan di kota-kota di Perancis. Cuman bedanya kalau itu di tiap gangnya ada tukang ngamen, maka di sini di tiap gang ada tukang jual makanan. Saya nemu basreng, nasi uduk, pizza, yamien. Tapi my hunk sangat tertarik pada sosis panggang.

Maka semalam, saya dan my hunk melibatkan diri ikut join dengan kerumunan rakyat. Festival itu padet sekali seperti tumpukan ikan pindang. Kami susah-payah mengenali setiap gerobak vendor yang jualan, karena semuanya penuh dikerumuni pengunjung. Padahal harganya ya nggak murah-murah amat, saya ngitung satu porsi cemilan aja bisa ngerogoh kocek sampek minimal Rp 15k. Tapi sepanjang saya ikut umpel-umpelan sama pengunjung, nggak ada satu kali pun saya denger ada yang ngeluh kemahalan. Yang ngeluh antrenya panjang kayak ular ngantre beras, banyak.

Friday, January 24, 2014

Mereka Ada di Mana-mana

Kemaren, lantaran saya lagi sumpek kehabisan objek foto-fotoan, jadi saya ke Pasar Baru. Sudah tiga tahun saya nggak ke Pasar Baru semenjak saya pindah ke Surabaya, jadi kesempatan pulang ke Bandung lama-lama gini saya pakai buat ngunjungin tempat belanja itu.

Saya sebenernya benci Pasar Baru. Itu tempat mau diapain aja tetep kumuh kayak gang senggol. Toiletnya nggak enak, dan mushollanya nggak enak, plus di sana toko-tokonya banyak yang nggak mau pakai kartu kredit. Tapi nyokap saya seneng di sana. Dan tante-tante saya yang dari luar kota selalu minta dianter ke sana. Soale katanya, murah.

Wednesday, January 22, 2014

Serangan Cicit Cuwit

Iseng buka Path dan terkesiap, liat ada 47 notifikasi belom kebaca. Hah? Perasaan saya baru ninggalin Path 12 jam kok udah notifikasi 47 biji? Terus saya buka satu-satu, lalu kaget, ternyata sekitar 40-an notifikasi adalah ngomongin tas. Apa pasal? Ternyata sepupu lagi jualan Kate Spade, terus foto dagangannya itu di-tag ke temen-temennya, termasuk saya. Ya yang namanya cewek ya, temen-temennya itu langsung cicit cuwit nggak karuan di bawah foto tas itu, dan semua cicit cuwit itu numpuk-numpuk dan menuh-menuhin daftar notifikasi saya. Saya langsung pusing. Saya nggak minat sama sekali dengerin obrolan tentang tas!

Bukannya saya nggak suka Kate Spade. (Saya punya satu unit di rumah, sebagai hadiah pernikahan dari teman.) Tapi saya lagi ngumpulin uang untuk sekolah lagi. Jadi Kate Spade jelas bukan prioritas utama di kepala saya sekarang.

Ya know, kalau kayak gini biasanya saya jadi ngamuk dan langsung men-delete kawan dari socmed karena kapok di-tag. Tapi kemudian saya urung karena kepikiran, yaah..mungkin si kakak nge-tag coz dos-q mikir siapa tahu saya mau beli. Berarti dos-q masih ngira saya (masih) tajir. Itu seharusnya pujian, yang harus saya hargai, iya kan?

Tuesday, January 21, 2014

Balada Cangkir Seng

Jadi weekend lalu saya dan nyokap pergi jalan-jalan ke sebuah restoran di Lembang. Restoran itu bertemakan kampung Sunda, dengan segala atribut yang mendukung. Mulai dari makan di saung, menunya juga menu Sunda, dan pelayannya pun pakai kain batik Sunda. Tempat itu menyasar konsumen dari luar Bandung yang tergila-gila pada suasana Bandung yang dingin dan hijau, sehingga kayaknya suasana Sunda-nya dibikin seotentik mungkin.

Tapi saya, yang udah pernah tinggal di Bandung selama 20 tahun, sudah kadung kebal dan nganggepnya ya biasa aja. Jadi ketika saya disodorin buku menu bersampul anyaman bambu dan membuka daftar minuman, saya milih capucino anget. Harganya Rp 16k.

Nyokap saya milih bandrek, coz di rumah nggak ada stok bandrek. Harganya Rp 11k.

Terus beberapa menit kemudian, pesenannya keluar. Capucino saya terhidang dalam sebuah cangkir porselen putih dengan tatakan. Saya nyesap kopi itu diam-diam. Wah. Enak.

Lalu tak lama kemudian, bandrek nyokap saya menyusul. Kami pun tertegun.

Monday, January 20, 2014

Ngirit Dulu

Di masa lalu saya sering menatap sebal pada kursi-kursi kosong di acara keluarga, merutuk kenapa beberapa orang yang diundang dari luar kota itu tidak datang. Padahal apa susahnya beli tiket pesawat, toh Air Asia waktu itu lagi doyan jualan tiket murah.

Setelah menikah, saya mulai ngerti pelan-pelan.

***

Teman saya menikah bulan ini di Jakarta. Saya dan my hunk udah berencana mau terbang dari Surabaya untuk datang. Kami ingin dateng coz dulu waktu kami menikah, sang teman itu juga dateng.
Kami udah jauh-jauh hari mengawasi grafik harga tiket. Kami langganan semua website yang jualan tiket murah. Jadi kalau kami dapet tanda bahwa harga lagi diskon, kami langsung sabet seperti elang. Sampek kemudian kami dapet harga pada tanggal incaran adalah sekian ratus ribu. Lalu kami mulai ngitung-ngitung isi celengan semar.

Lalu saya mulai ngitung urusan tetek bengek. Menghadiri pernikahan di Jakarta ternyata bukan urusan gampang. Apakah menuju venue itu naik taksi atau bis dari bandara? Berapa ongkosnya? Mau nginep di hotel atau nginep di rumah sodara supaya bisa tidur gratis? Tapi dari rumah sodara ke venue itu mau pake transportasi apa? Jangan bilang mau minta disupirin sodara, itu sungguh merepotkan.

Lalu saya dapet angka ongkos semua itu. Terus bahu saya merosot. Pertanyaan yang sangat pedih adalah, kalau kami memutuskan untuk ke Jakarta demi menghadiri pernikahan, maka bisakah tahun ini kami mudik ke rumah orang tua?

Sunday, January 19, 2014

Para Komentator Sinis

Era sekarang kita nggak bisa lepas dari social media. Mulai dari punya blog, punya Twitter, Instagram, dan entah apa lagi. Bertingkah eksis nampaknya juga bukan kegiatan langka. Pasang status, nulis posting, upload foto. Dan semuanya mengundang komentar. Dan, akuin aja deh.. kita selalu nunggu komentar.
Yang jadi problem, komentar itu nggak selalu pro dengan kita. Ada juga yang kontra. Siyalnya, nggak semua orang punya bekal ilmu berkomentar dengan sopan. Nggak jarang komentar itu malah bikin kita tersinggung.

Saturday, January 18, 2014

Gravitasi Bicara

Akhir-akhir ini foto Veri Afandi lagi jualan bakmi bareng Pasha Wijaya di Tangerang wara-wiri di internet. Bikin saya terharu.

Bagi yang nggak tahu siapa dua orang itu, sini saya bantuin. Pasha juara ke-6 (kalau nggak salah) AFI musim ke-2. Veri lebih parah lagi, juara pertama musim ke-1.

AFI, alias Akademi Fantasi Indosiar adalah kontes nyanyi bikinan Indosiar yang pernah ngetop sembilan tahun lalu. Kontes ini adalah "cabang" dari kontes Academia bikinan Mexico.

Sewaktu itu, AFI adalah acara yang punya rating yang tinggi banget. Juaranya jadi terkenal di mana-mana, dan sering muncul di tivi. Sayangnya, dua tahun kemudian, AFI anjlok. Penonton bosan. Satu per satu artis-artis AFI tenggelam dan nggak pernah kedengeran lagi namanya. Malah yang justru masih membekas dari AFI hanya jurinya, Trie Utami, yang gara-gara acara itu sampek beken dengan istilah "pitch control" yang lebih sering dos-q ucapin ketimbang namanya sendiri.

Ada beberapa sebab kenapa AFI ini gagal memperpanjang umur popularitas artis-artisnya sendiri. Salah satunya, karena AFI mewajibkan juara-juaranya untuk kontrak eksklusif dengan Indosiar doang selama tiga tahun. Artinya, artis-artisnya dilarang main di stasiun tivi lain. (Juara ketiga AFI musim pertama, Mawar, ngambek gegara kontrak ini dan mutusin nggak mau ikut manajemen AFI lagi semenjak kontes musim pertama itu ditutup.) Ini jadi bumerang karena Indosiar gagal mempertahankan mutu acaranya sendiri, sehingga penonton bosan, lalu market share menurun, dan itu mengurangi popularitas artis-artis Indosiar sendiri.

Yang kedua, AFI menjadi pelopor kontes artis instant di tivi. Dan ini pun diikuti tumbuhnya kontes-kontes serupa, misalnya Audisi Pelawak Indonesia di TPI, Kontes Dangdut Indonesia di TPI, bahkan ada kontes nasyid segala. Sebenarnya ini lumrah, tapi yang jadi problem adalah dibikinnya acara behind the scene dibalik acara-acara tersebut. Acara-acara behind the scene itu menyedot slot siaran yang banyak, akibatnya penonton jadi kebosanan, dan market share menurun, sehingga lama-lama acara itu ditinggalkan penontonnya.

Persoalan jadi muncul ketika show sudah selesai, produksi sudah berakhir, tetapi artis yang baru diorbitkan ini belum cukup populer untuk berdiri sendiri. Manajemen acara Indosiar yang morat-marit ternyata kewalahan memberi job buat mereka, sedangkan para artis baru ini nggak bisa tampil kreatif menjual diri karena terperangkap kontrak eksklusif Indosiar.

Padahal beberapa dari mereka sudah kadung berkoar-koar di kampung halaman bahwa mereka udah kadung jadi artis. Kalau diingat bahwa dulu untuk bisa menang kudu banyak-banyakan dapet SMS, keluarga mereka ada yang sampek jualan ini-itu demi nyogok beli pulsa.

Dengan tingginya tekanan yang harus dihadapin sebagai artis instant yang menang dari kontes, maka tidak heran nggak banyak dari mereka bisa bertahan. Maka melihat Veri dan Pasha sekarang jualan mie seharga ceban di Tangerang, seharusnya ini bukan hal yang mengejutkan.

Teman saya bilang, ini hukum gravitasi. Dulu di atas, sekarang di bawah. Dulu pernah hidup jetset jadi orang beken, sekarang ya jadi orang sederhana aja.

Saya memang nggak pernah percaya Indosiar bisa mengelola artisnya dengan baik. Kalah jauh dengan bagaimana RCTI memelihara Delon sebagai runner-up Indonesian Idol.

Coba kalau hadiahnya menang AFI itu bukan kontrak jadi artis, tapi digratisin sekolah di sekolah bisnis yang bermutu. Barangkali akan jauh lebih berguna. Ah, mungkin nunggu saya jadi produsernya AFI dulu..
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Friday, January 17, 2014

Agnes Mo, Bisakah Taklukkan Amrik?

Ceritanya begini, saya lagi keliling-keliling Twitter waktu ketemu bahwa Agnes Monica lagi ada di New York. Berita selebriti yang nampaknya merupakan sambungan dari link Instagram itu nyebut kalau Agnes lagi meet up dengan Nick Cannon. (Bagi yang tidak tahu Nick Cannon itu siapa, please cari di Google. Yang jelas penting bukanlah fakta bahwa Cannon ini suaminya Mariah Carey.)

Bertriplet bersama Timbaland dan T.I nampaknya belom cukup buat Agnes untuk berupaya menjual lagu-lagunya di Amrik, sampek-sampek dos-q merasa kudu berunding dengan Cannon segala. Oh ya, sudah pada denger ya lagunya Agnes yang bertajuk Coke Bottle yang dihiasin suara rap-nya Timbaland itu? Agnes nampaknya berusaha keras masuk pasar musik Amrik sebagai penyanyi hip hop. Dengan mengusung citranya sebagai penyanyi yang banyak nge-dance dan gaya fashion a la Harajuku. Coba tebak, belum ada kan cewek hip hop di Amrik yang kayak gini? (Tidak, Lisa Lopes jangan diitung, bagaimana pun dos-q sudah meninggal).

Saya cuman mikir, bagaimana gadis ini akan melakukannya? Single Coke Bottle-nya itu sudah diputar di Los Angeles semenjak empat bulan lalu, tapi sejauh ini saya belom melihat namanya disebut-sebut di Billboard. Timbaland mungkin merupakan nama besar (kalau mau mengingat bahwa dos-q sudah bolak-balik berduet dengan Justin Timberlake, Missy Elliot, Nelly Furtado, dan entah siapa lagi), tapi sepertinya itu belom jadi jaminan untuk meroketkan nama Agnes.

Thursday, January 16, 2014

Rebo Nyunda

Kemaren, saya turun ke jalan dan papasan dengan beberapa remaja yang nampaknya baru pulang sekolah. Kalau diliat dari rok yang mereka pakai sih kayaknya ini anak SMP. Tapi saya terhenyak liat atasannya. Eh, sekarang model seragam sekolah itu pakai renda-renda dineci di pinggirannya ya?

Nyokap saya bilang ke saya, sekarang ada peraturan baru. Pada hari tertentu anak SMP wajib pakai kostum tradisional. Manifestasinya, anak cewek disuruh pakai kebaya putih ke sekolah.

Sebetulnya anak cowok disuruh pakai blangkon, tapi sejauh ini saya belum papasan dengan cowok a-be-geh berseragam pakai tutup kepala yang satu itu.

Akibatnya, sekarang tukang dagang kebaya di Pasar Baru laris semua, dan mereka berlomba-lomba jualan kebaya putih itu. Kebayanya model kebaya encim gitulah.

Wednesday, January 15, 2014

Plonco Petugas Asuransi

Saya ke bank hari ini. Cuman mau ngeprint buku tabungan. Lalu teller-nya, seorang cewek bersasak tinggi yang sekseh, nawarin saya ikutan asuransi jiwa.

Saya tanyain apa yang ditanggung. Katanya Miss Sasak Tinggi Sekseh, kalau saya meninggal, saya dapet santunan.

Saya nanya, kalau rawat jalan, ditanggung nggak? Miss Sasak Tinggi Sekseh tampak ragu, takut salah njawab, lalu dos-q minta ijin saya untuk hubungkan ke pegawai lainnya. Saya yang hari ini lagi nggak ada kerjaan, menyilakan. Barangkali pegawainya ada yang butuh speaking training, saya bersedia kalau kuping saya dijadikan kelinci percobaan.

Lalu datang pegawai lain, seorang pria yang membungkuk rendah banget. Saya heran ngeliatnya, apakah dia kena hernia nucleus pulposus di punggungnya?

Tuesday, January 14, 2014

Boikot Path = Boikot Bakrie?

Minggu ini ada kejutan, Aburizal Bakrie beli saham Path. Gara-gara ini beberapa orang pengikut Path ribut, mau keluar aja dari Path. Alesannya, kalau ikut Path berarti mensukseskan rejekinya Bakrie.

Saya sendiri bingung bagaimana mekanisme memboikot Path bisa mengerdilkan Bakrie. (Eh, boleh dong saya pake istilah "mengerdilkan"? Saya nggak akan dicap subversif kan?)
Menurut saya, yang ikut Path itu nggak cuman orang Indonesia doang kan? Saya rasa nggak sampek setengahnya saham Path dipunyain oleh Bakrie. Bahkan saya nggak yakin Bakrie itu tahu Path itu apa. Orang milyuner kan gitu, taunya cuman beli perusahaan ini, beli perusahaan itu, sama kayak nyokap saya milih-milih beli kacang asin di Denpasar.

Saya penasaran apa dampaknya Path kalau dibeli Bakrie. Warna dasar Path jadi kuning, gitu? Perasaan Tipiwan yang jelas-jelas miliknya Bakrie warnanya dari dulu ampe sekarang ya tetep merah aja. Saya malah lebih curiga Bakrie sebenernya naksir PDI, tapi PDI nggak mau terima dia, karena dia ambisius kepingin jadi ketua umum, sedangkan ketuanya masih tetep ibu-ibu yang satu itu.

Monday, January 13, 2014

Kenapa Saya Pengen Jadi Caleg

Karena kalau saya jadi anggota DPRD, saya bisa me-maintain acara penjilatan terhadap rakyat dengan menyuruh dokter di rumah sakit untuk mengopname pasien yang semestinya nggak perlu diopname.
Kalau dokternya nolak ngopname, saya tinggal telfon wartawan koran kuning atau LSM abal-abal untuk mem-blow up kejadian ini di media.
Rakyat pasti lebih percaya wartawan daripada dokter, bukan begitu?

By the way on the way busway, Subagyo itu siapa?

Sunday, January 12, 2014

Hujan Menunduk

Nyokap saya pernah bilang, sewaktu turun hujan deras, Tuhan mengabulkan doa-doa yang diucapkan saat itu juga.

Saya, yang nggak ngerti-ngerti banget soal tauhid, berdoa di segala occassion.

Tapi saya menganggap ucapan nyokap itu sebagai iseng-iseng-berhadiah. Jadi setiap kali turun hujan deras, saya menunduk dan menambah dosis doa.

Semalam, ketika hujan turun deras, saya berdoa, semoga adek saya pulang dengan selamat. Coz saya tahu dia sudah dua jam pergi ke tukang pijat dan sampek jam segitu dos-q belom balik.

E-eh..belom ada lima menit saya mengucapkan doanya, tiba-tiba saya denger pintu membuka. Ternyata adek saya pulang..

Saturday, January 11, 2014

Emak Ingin Main Game

Nyokap minta dikasih game. Semula saya terheran-heran. Tidak cukupkah gadget itu dipakai buat ngobrol aja, masih harus dipakai main game pula? Tetapi nyokap terus-menerus minta. Saya, yang merasa belum bisa berbakti dengan membelikannya rumah di Bunaken atau di Mentawai, akhirnya mutusin berbakti kecil-kecilan. Oke, saya akan pasangkan game di talenan kecil itu!

Semula Mom minta dipasangin Tetris. Kenapa Tetris? Soalnya cuman itu game yang pernah dimainkannya. Selain bola bekel, voli, dan galah asin. Saya berusaha nyariin tetris di App Store, tetapi loading-nya lama. Lagian tetris sudah ketinggalan jaman.

Saya mencoba buka menu Top Free, nyari-nyari yang mirip tetris, mungkin dengan nama lain. Sambil terus menganalisis kenapa Mom suka tetris. Ternyata Mom senang menghancurkan sekumpulan blok sambil digencet waktu. Semakin cepat, semakin keren. Dan harus warna-warni.

Akhirnya saya tawarin, saya mau instalin Candy Crush. Ini bukan menghancurkan blok, tapi menghancurkan sederetan permen. Mom ragu-ragu apakah ini asyik. Tanyanya, warna-warni nggak?
Saya jawab, ya iyalah, Moom! Emangnya hari gini masih ada game item putih? Dikate tipi B n W apaaa?

Friday, January 10, 2014

Anti Gerebek Satpol PP

Saya kirain resepsionis kantor kecamatan itu mirip teller bank, tapi ternyata yang saya temuin di ruang depan kantor kecamatan itu adalah meja kantoran bentuk huruf L, dan sebuah meja kecil yang di sebelahnya ada kameranya. Nampaknya servis "andalan" yang lagi ngetrend adalah bikin KTP sampek-sampek mereka mengusung meja kamera di ruang utamanya.

Dan permohonan saya buat bikin e-KTP disambut dengan pertanyaan "Ada surat pengantar dari RT RW-nya?"
Oh how much I hate this question. Jelas-jelas saya sudah bawa kartu keluarga dan KTP saya yang asli gitu lho.

Saya bilang saya nggak ada waktu buat ketemu Pak RT apalagi Pak RW. Soalnya saya selama ini pergi dinas keliling Indonesia dan cuman pulang ke Bandung setahun dua hari doang. Saya dateng ke kantor kecamatan hari ini dengan itikad mau bikin e-KTP coz KTP saya masih kartu yang lama.

Akhirnya si petugas bersedia motretin saya buat bikin e-KTP. Cuman nggak janji bakalan cepet selesai e-KTP-nya. Soalnya ya itu tadi, saya nggak bawa surat pengantar dari RT dan RW.
Ntar surat pengantarnya nyusul aja. Terserah mau disusulin sama siapa.

Lalu saya kasih tahu urusan yang sangat penting ini: Saya sudah menikah sekarang. Tolong status di KTP itu diganti.

Thursday, January 9, 2014

Suplemen Bagus buat Anak

Jadi..saya sering dicurhatin temen bahwa anaknya sakit. Sakitnya macem-macem, mulai dari pilek, mencret-mencret, atau gatel-gatel. Saya, sebagai orang yang belom jadi ibu, cuman bisa dengerin curhat. Mau komentar juga nggak enak, toh saya belom pengalaman. Saya dokter, tapi saya juga tahan mulut, coz saya ngerti orang curhat bukan untuk minta diguruin, melainkan hanya butuh kuping (dan hati).

Saya pernah main ke rumah sepupu yang punya anak dua dan di mejanya ada satu keranjang isi macem-macem obat. Saya takjub ngeliat isinya, di situ ada sedikitnya tiga merk sirup obat batuk, dua puyer antibiotik, dan minimal empat merk suplemen anak-anak. Saya bingung kok bisa sebanyak itu, terus sepupu saya jawab, "Iya, soalnya si Morgan cocoknya sama obat batuk X, tapi kalo Alexis cocoknya sama obat batuk Y.."
Membuat saya bengong karena saya tahu kedua merk obat itu isinya kan sama aja zat aktifnya, saking merknya aja yang beda.

Terus, saya sendiri punya keponakan yang dikit-dikit sering sakit panas dan pilek. Setelah saya ngobrol sama emaknya saya, ternyata jendela rumahnya nggak pernah dibuka. Ya kira-kira lantainya jarang disapu, padahal ponakan saya itu kan sering jungkir balik di lantai.

Hal yang paling bikin kepala saya pusing adalah kalau ditanyain sama teman, vitamin yang bagus buat anak enaknya apa ya? Waduh, saya sih nggak tahu, lha saya nggak pengalaman. Tapi kalau buat emak-emak sih saya tahu, vitamin yang bagus adalah vitamin D alias DUIT..

Saya cuman mau curhat kalau waktu kecil saya jarang banget sakit. Ciyus. Pilek cuman setahun sekali. Demam hampir nggak pernah. Mencret apalagi. Bokap saya hampir-hampir nggak pernah beliin saya obat. Oh, kecuali kalo pileknya sudah lama banget, sampek seminggu misalnya. Tapi jarang banget itu.

Baru setelah saya masuk SMP, saya mulai sering sakit pilek-demam-mencret itu. Kata nyokap saya, itu mungkin karena saya sering jajan di sekolah.

Saya sendiri nggak yakin bahwa nyokap saya salah. Soalnya gini, selama fase TK atau SD, saya memang kuper, nggak pernah jajan. Anak lain jajan di kantin, saya nggak pernah. Saya memang nggak doyan makan, kalau jam istirahat saya lebih seneng duduk diam di pojokan nontonin orang main.

Sewaktu masuk SMP, saya mulai punya keinginan diterima di kalangan teman, jadi saya pura-pura jajan untuk "bergaul" (ini kedengeran seperti motif ibu-ibu arisan :p). Alhasil saya lebih sedikit luwes, tapi saya juga lebih sering mencret dan pilek. Ya kira-kira begitulah.

Ketika masuk kuliah, saya belajar bahwa vagina ibu adalah tempat perlindungan yang abadi buat anak-anak. Di vagina itu banyak senyawa-senyawa imunitas yang tokcer banget kalau diisap oleh bayi untuk bikin bayi itu jadi kekebalan tubuh. Makanya, tanpa mau mengecilkan hati anak-anak yang lahir dengan operasi Cesar, penelitian memang membuktikan bahwa sistem kekebalan anak yang lahir normal melalui vagina jauh lebih bagus ketimbang sistem kekebalan anak yang lahir Cesar.

Jadi kalau ponakan saya sering pilek lantaran alergi, saya nggak heran. Lha dia kan memang lahir Cesar, memang dia nggak punya sel imunitas dari vagina ibunya..
Saya? Saya lahir normal. Untunglah. Soalnya di desa tempat saya lahir dulu, memang nggak ada rumah sakit buat bikin operasi Cesar..

Jadi suplemen yang bagus buat anak-anak itu apa? Jawaban saya simpel, vitamin D alias Duit! Duitnya dipake buat beli sayur, buah, daging, dan susu. Jadi gizi anak terpenuhi semua dan anak pun makan dengan kenyang. Duitnya dipake buat beli buku resep masak, supaya anak nggak bosen maem hidangan yang itu-itu aja. Duitnya dipake buat menghias meja makan, supaya anak doyan makan di meja sama emak-bapaknya. Duitnya dipake buat beli vacuum cleaner, untuk ngisep debu di kamar anak-anak. Duitnya dipake buat beli Brasso, untuk ngolesin daun jendela kamar anak-anak supaya daun jendelanya nggak berkarat waktu dibuka. Dan vitaminnya juga harus dipake sama emaknya bahkan sebelum anak lahir. Buat bayarin motivator supaya emak nggak rewel waktu mau melahirkan sehingga malah merengek-rengek minta operasi Cesar yang nggak diperlukan. Dan buat bayarin motivator supaya emak mau sabar nyusuin anaknya sampek minimal enam bulan. Ah, mosok buat alasan ginian aja masih butuh vitamin D sih?

Sudah, sudah, kita punya penghasilan itu mbok ya ditabung, buat bayar sekolah, buat naik haji, buat beli tiket pergi ke Disneyland.. Kok malah jadi dipake buat memperkaya tukang pabrik suplemen anak-anak..

Foto di atas: Ponakanku, Syakira, 2 tahun. Ada yang mau besanan?
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tuesday, January 7, 2014

Imunisasi yang Gagal

Sepertiga penduduk Indonesia punya kuman TBC di dalam dirinya. Saya diberi tahu itu waktu kuliah dan terhenyak. Lho, imunisasi anti-TBC kan sudah 30 tahun lebih digalakkan di Indonesia, kok hari gini masih banyak orang kena TBC juga?

***

Sewaktu saya kerja di Cali, beberapa tahun lalu juga, suatu hari seorang perawat marah-marah. Karena mendadak hari itu kantor klinik kami kena pemadaman listrik bergilir dan PLN lokal nggak bilang-bilang. Yang paling membuat perawatnya senewen waktu itu, karena pemadaman bergilir bikin kulkas di kantor jadi ikutan mati. Sedangkan kulkas itu kami pakai buat nyimpan vaksin hepatitis B yang mau ditujukan buat nyuntik orang-orang yang mau naik haji.

Di masa-masa sulit itu saya berkawan dengan beberapa perawat dan mendengar curhatan paramedis lokal. Tentang Puskesmas-puskesmas yang nggak dapet listrik sehingga dokternya sampek nggak berani minta kulkas ke Dinas Kesehatan. Padahal di pelosok-pelosok itu masih banyak anak-anak kecil yang kudu diimunisasi BCG, tetanus, atau campak.

Jadi perawatnya pun nggak kurang akal. Mereka ngepak vaksin-vaksin itu di dalam peti, lalu petinya diangkutin pake perahu kano, terus dengan kano itu mereka nyusurin sungai ke desa-desa terpencil membawa peti itu, menyasar desa-desa yang banyak anak kecilnya. (Bahwa orang tuanya banyak yang dihasut tentang imunisasi-bisa-bikin-anak-setep, itu cerita lain.)

Saya tahu kadang-kadang sungai di Cali itu begitu mengerikan, di musim hujan debit airnya begitu deras, kadang-kadang sungai itu lebih mirip badai banjir, perjalanan vaksin dengan perahu itu bisa prolong. Bagaimana nasib vaksinnya? Kan vaksin bisa rusak kalau berada di luar kulkas lama-lama?

Perawat itu menjawab sembari nyengir, "Dok, yang penting programnya jalan.." Maksudnya, cakupan imunisasinya desa itu harus terlengkapi. Bahwa yang disuntikin itu vaksin yang sudah rusak, hanya Tuhan Yang Mahatahu..

Sejak itu saya jadi ngerti kenapa masih banyak orang di negeri ini kena TBC. Meskipun katanya sih dulu waktu kecilnya sudah disuntik lengkap di Posyandu. Bisa jadi, yang disuntikin itu vaksin yang sudah rusak. Vaksinnya rusak karena kulkasnya mati. Kulkasnya mati karena kena pemadaman bergilir..

***

Kemaren seorang kolega cerita bahwa dos-q baru senewen. Waktu itu dos-q nyimpenin vaksin dalam kulkas di sebuah gudang di tempat prakteknya. Pas tempat praktek lagi tutup, ternyata mati lampu. Nggak ngerti itu mati lampunya berapa lama, tapi vaksin-vaksin yang belum terpakai itu terpaksa dibuang.. :(

Saya teringat perawat di Cali dan bilang, "Kita nggak mau pakai metoda Puskesmas-korban-pemadam-bergilir?"

Kolega saya nampak terperanjat, seolah saya baru ngucapin kalimat dosa. Lalu katanya, "Mbak..vaksin itu urusannya sama Lillahi Ta'ala. Kita bisa aja pura-pura angkat bahu, tapi kan Allah Maha Melihat?"

Buka usaha praktek dokter itu nggak gampang. Ini bukan cuman duduk-duduk doang dan notol-notolin stetoskop di dada orang, lalu nagihin duit dan dicap mata-duitan.

Pasien nggak tahu apakah mereka disuntikin vaksin yang masih bagus atau vaksin yang udah rusak. Mereka tahunya cuman mereka udah diimunisasi, itu doang. Cuman kita para dokter, dan paramedis, dan Tuhan, tentu saja, yang tahu apakah vaksin itu akan bekerja atau tidak.

Buat pembaca blog saya yang kena sakit padahal merasa udah diimunisasi, terimalah kenyataan. Bukan salah suster atau dokternya yang nggak becus nyuntik. Bukan salah tubuh Anda juga yang terlalu letoy. Masalahnya cuman satu, Anda diimunisasi di negara yang voltase listriknya naik turun..












Thursday, January 2, 2014

Mahal, Katanya

Yak, dan handphone saya pun berkedip lagi.

Kawan: "Mbak, ini aku sudah senggama tiga hari lalu. Hari ini minum obat dydrogesteron itu nggak?"

Saya ngetik: "Ya, silakan diminum."

Kawan: "Engg..ada nggak sih sejenisnya obat itu, tapi yang lebih murah?"

Saya diam sebentar. Nggak saya bales dulu pesennya, tapi tangan saya berkeliaran di browser. Waduh, dydrogesteron itu di dunia cuman satu macem. Yang bikin itu pabrik Abbott doang. Kimia Farma belum bisa tha bikin ginian?

Saya mbales: "Diminum aja dydrogesteron-nya. Sejauh ini aku nggak pernah nemu sejenisnya yang lebih murah."

Kawan: "Jadi aku harus minum itu??"

Saya: "Iya."

Kawan pasang emoticon nangis.
Saya mengernyit. "Apakah ada masalah?" Saya kepikiran barangkali obat itu bikin perutnya mual.

Kawan: "Enggak sih, Mbak."

Saya manggut-manggut.

Kawan: "Cuman mahal aja."

Hwaduuh. Kalau emang mencekek leher ya nggak usah dibeli obatnya, beres tho?
Tapi saya nggak ngomong gitu. Saya malah pasang emoticon senyum.

Saya: "Sebetulnya kamu ngerti manfaat minum dydrogesteron itu nggak sih?"

Kawan: "Ngerti sih, Mbak. Buat penguat kehamilan kan?" Kawan saya ini sudah pernah abortus dan sekarang begitu parno takut keguguran lagi.

Saya: "Lha sudah ngerti manfaatnya kok masih ngerasa obatnya kemahalan.."

Si kawan langsung ketawa..

***

Kalau Anda merasa harus beli sesuatu dan Anda merasa itu begitu mahal, coba Anda pikir logika simpel ini.

Anda punya sampo buat keramas di rumah? (Pasti punya.) Harga sampo mahal, nggak? (Mahal, mending beli rokok daripada beli sampo.) Oke, kalo mahal, coba seminggu ini nggak usah beli sampo. Supaya duitnya disimpen.

Seorang kolega blogger pernah mencoba tips ini. Dia nggak keramas seminggu. Semula dia kira rambutnya bakalan ketombean. Ternyata setelah seminggu, rambutnya nggak jadi berminyak. Artinya apa? Pake sampo atau enggak, rambut juga tetap nggak akan menderita.

Apakah dia kemudian jadi berhenti keramas? Ternyata enggak juga. Dia kemudian beli sampo kembali. Alasannya, "Rasanya kok kurang sreg gitu ya kalau belum punya sampo.."

Kolega saya merasa manfaat beli sampo lebih besar ketimbang nggak beli. Manfaatnya adalah, melegakan hati yang sudah lama diajari orangtuanya selama bertahun-tahun bahwa manusia normal harus keramas.

Gitu lah yang saya ajarin juga ke kawan saya. Kalo nggak merasa butuh barangnya ya nggak usah beli. Jelas-jelas situ yang kepingin pake barang itu. Lha kalau di dunia ini memang pabrik yang bikin barangnya cuman satu, dan dijualnya memang harganya segitu, apakah lantas situ malah jadi batal beli barangnya?

Sekedar tips bila kebingungan beli sesuatu atau tidak:
1. Tentukan kau butuh atau tidak. Kalau butuh, ya belilah.
2. Tentukan kenapa kau butuh itu? Pilih salah satu dari jawaban ini:
a) kalo nggak punya barang ini, saya bisa mati. Misalnya kalo hari ini nggak punya akua botolan buat diminum. Lha mosok sehari nggak minum barang satu gelas pun?
b) kalo nggak punya barang ini, saya bisa dijahatin orang lain.
Misalnya kalo hari ini nggak punya kunci buat ngegembok pintu pager, maling bisa masuk ke rumah.
c) kalo nggak punya barang ini, saya nggak bisa makan dengan nyaman. Misalnya kalo hari ini nggak punya tudung saji buat ditaruh di meja makan, bakmi yang jadi menu makan malam kita bisa disamperin lalat.
d) kalo nggak punya barang ini, saya nggak bisa diterima di kalangan tetangga, teman di kantor. Misalnya kalo hari ini nggak punya batre buat telfon, pelanggan yang mau pesen makaroni dagangan kita jadi batal beli lantaran HP kita mati.
e) kalo nggak punya barang ini, saya nggak merasa jadi diri sendiri. Misalnya kalo hari ini nggak punya pulsa buat internetan, kita nggak tahu di Alfamart lagi ada promo apa sehingga kita kehilangan kesempatan buat ngirit belanjaan.
Powered by Telkomsel BlackBerry®