Friday, March 29, 2013

Berburu Reader Pengganti

Kabar Google Reader mau ditutup membuat saya pusing kepala. Reader itu adalah alat andalan saya buat tetap update akan blog-blog yang saya langganin. Lha kalau Google Reader ditutup, lantas saya mau update pakai apa?

***

I cannot subscribe a thing. :(
Kali ini saya akan cerita tentang bagaimana Reader berguna buat saya. Ngoceh tentang Reader tidak akan bisa lepas dari bicara akan makhluk sesuatu bernama Feed. Ceritanya jaman dulu, sekitar lima tahun lalu, saya keranjingan baca blog orang-orang. Saya seneng sekali kalau blognya si Siti merilis artikel baru, atau si Patrick baru mengoceh posting baru di blognya. Nah, yang jadi masalah, saya ini nggak seneng ngapalin alamat blog orang-orang. Dan si Siti dan si Patrick jelas nggak pernah bilang-bilang sama saya kalau mereka baru merilis posting baru, ya kan? Maka saya pakai RSS Feed. Dalam RSS Feed itu, saya masukkan alamat link blognya si Siti, si Patrick, dan blog orang-orang lain yang saya sukai. Setiap hari, RSS Feed kasih saya kabar, blog-blog siapa aja yang update, dan saya tinggal buka judul-judul artikel yang kedengerannya menarik. Maka saya langsung terbang ke blog yang saya mau dan saya tinggal baca serta komentar. Enak kan? ;)

Persoalannya: saya baca RSS Feed itu di HP. Karena waktu itu saya tinggal di Cali dan internetan di Cali pakai modem itu mahalnya na'udzubillah, sedangkan internetan pakai HP jatuhnya lebih murah. Terus, RSS Feed itu disetel update setiap 24 jam. Dan koneksi internet pakai si Merah di Cali waktu itu lelet sungguh. Alhasil, saban kali RSS Feed-nya update, handphone saya jadi lemot abis, kadang-kadang sampek nge-hang. Ganggu banget kan, mosok cuman mau denger kabar tentang update blog orang-orang aja, saya jadi nggak bisa SMS-an sementara 30 menit? (Karena update-nya si RSS Feed itu sampek 30 menit, padahal waktu itu saya cuman langganan paling banter 20 blog).

Setahun kemudian saya balik ke Bandung, di mana tentu saja koneksi internetan modemnya lebih bersahabat dan murah. Saya stop baca RSS Feed di HP, sehingga HP saya nggak nge-hang lagi. Untuk kepentingan baca update-an blog orang-orang, saya pakai Blogger.com, karena seperti yang Sodara-sodara tahu semua, Blogger akan meng-update otomatis blog-blog yang kita langganin dan Blogger.com bisa dibaca di komputer maupun di browser HP. Jadilah semua blog yang saya langganin itu, saya simpan link-link-nya di Blogger.com.

Tahun lalu, Blogger.com mulai genit dan membuat saya jadi gerah binti sengit. Apa pasal? Soalnya Blogger melakukan banyak renovasi, salah satunya yang cukup mengganggu saya, antara lain pada tampilan halaman Dashboard-nya. Tampilan halaman Dashboard yang baru ini nggak bisa loading sempurna di browser HP juwet item saya yang keluaran Kanada ini, Sodara-sodaraa.. Akibatnya saya nggak bisa baca update-an blog orang-orang karena memang nggak loaded di browser HP saya.

Akhirnya, saya daftar masuk Google Reader dan tanpa basa-basi saya pindahin semua langganan feed di Blogger.com itu ke Google Reader. Google Reader bisa dibaca di HP, dan ini sangat penting karena saya jauh lebih sering megang HP daripada megang leptop. Maka kalau saya mau tahu si Siti atau si Patrick update atau enggak, saya tinggal buka Google Reader. Dan yang paling penting, Google Reader ini cuman kasih tahu saya kalau saya buka website-nya, bukan update otomatis seperti si RSS Feed, jadi tidak mengganggu koneksi internet.

Sampek sekitar dua minggu lalu Google ngumumin bahwa mereka mau mencopot Google Reader mereka. Kepala saya langsung pening. -_-

Saya harus blogwalking pakai apa? Dari mana saya mau tahu siapa-siapa yang update duluan? Saya nggak suka memajang link-link blog langganan saya di halaman blog saya, karena saya masih menganut sistem privacy, ada link-link tertentu yang saya nggak ingin orang lain tahu bahwa saya langganan blog tersebut (memangnya isinya apa sih, Vic? Blog berisi tulisan-tulisan untuk orang dewasa kah? :p)

Saya udah baca tulisan Cahya Legawa minggu lalu, dan mencoba beberapa alternatif. Saya kepikiran pakai RSS Feed, FeedDemon, dan Feedly, tapi begitu saya lihat bahwa itu berupa software yang kudu diinstalasi di leptop dulu, saya langsung mundur. Kalau kayak gitu caranya berarti saya tergantung sama leptop saya dong? Gimana kalau saya kepingin buka reader saya dengan meminjam komputer orang lain dan komputer itu tidak mengandung software tersebut? Blogwalking-nya batal dong? Saya kepingin membuka reader itu sesederhana buka Google Reader yang tinggal dibuka dibrowser doang, nggak usah instalasi lagi. Atau apakah saya aja yang kurang pengetahuan soal reader alternatif selain Google Reader?

Thursday, March 28, 2013

Penolak Bala, Katanya

Banyak banget kebiasaan-kebiasaan tradisional rakyat yang konon bertujuan supaya mereka tetap sehat. Salah satu kebiasaan yang sering saya temuin pada pasien-pasien hamil saya adalah kebiasaan orang mengikat tali kain pada perut ibu yang lagi hamil. Konon itu mereka lakukan supaya ibunya sehat selama hamil.

Saya belum nemu sisi logis dari menjaga kesehatan kehamilan dengan cara mengikat tali kain bekas, tapi saya nggak pernah melarang pasien saya mencopotnya. Barangkali mereka memang senang melakukannya, hahaha.. Nyata-nyatanya, banyak banget pasien saya yang sakitnya parah waktu melahirkan dan ternyata mereka dipasangin tali di perutnya. Lain kali kami harus meluangkan waktu untuk memberi tahu mereka bahwa seuntai tali kain nggak akan mampu mencegah mereka dari serangan eklampsia. Saya cuman tidak kepingin mereka tersinggung kalau kami menyuruh mencopot talinya. Bukan maksud kita untuk mencopot kebiasaan yang sudah dilakukan oleh nenek moyang mereka secara turun-temurun.

Sore ini pasien epilepsi kami yang sudah hamil sembilan bulan tahu-tahu kejang. Padahal si ibu belum mules juga, artinya tanda persalinannya belum datang. Mau nggak mau dos-q harus kami operasi supaya bayinya nggak kenapa-napa cuman gara-gara ibunya kejang.

Seperti biasa, persiapan sebelum operasi adalah si ibu harus dicopot semua asesorisnya supaya nggak sampek infeksi. Kalau cuman asesoris standar seperti kalung atau gelang sih gampang nyopotnya. Tapi yang repot ternyata perutnya si ibu itu diiket pakai tali kain. Haiyaa..padahal di perut situ kan lokasi pisau bedah akan bekerja, ntie kalau pisaunya nyenggol talinya gimana?

Tadinya talinya mau dicopot aja simpulnya, supaya talinya bisa dikasih ke keluarganya secara utuh (dan mungkin mau dipakai oleh orang lain, lumayan kan bisa ngirit). Nggak taunya ternyata simpul talinya pakai simpul mati.. (Fiuh!)

Saya mohon maaf ke ibunya, bilang kalau tali itu bisa menghalangi kami mengambil anaknya nanti. Jadi saya memotong talinya. Saya motong tali itu sambil baca bismillah. Bukan ngeri setannya itu bakalan menyerang si ibu gara-gara talinya dilepas, tapi saya ngeri keluarganya di desa Medureh sana itu bakalan ngejar-ngejar saya dengan golok gara-gara saya memotong talinya.. :D

Untuk kepentingan etika, saya nggak masang foto perut ibu hamil yang dipakein tali. Itu kan aurat orang, weitjee.. :p
www.laurentginekologi.wordpress.com
www.laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com

Friday, March 22, 2013

Opini Publik Sakit

Mulutmu harimaumu. Hari gini pepatah itu harus diganti. Keyboard-mu harimaumu. Atau, keypad-mu harimaumu. Atau lebih canggih lagi, touchscreen-mu harimaumu.

Ada sebuah legenda yang pernah saya baca dan sampek sekarang masih membekas di kepala saya yang kecil ini. Alkisah, dulu ada seorang penulis makan di sebuah restoran di Bali. Ceritanya dos-q nggak suka dengan hasil hidangannya. Lalu dos-q menulis review di media massa (saya lupa, penulis ini wartawan atau jurnalis freelance yah?) bahwa restoran itu nggak enak, bla-bla-bla.

Sekitar 10 tahun kemudian, penulis ini naik pesawat. Dalam perjalanan, dos-q ngobrol-ngobrol sama orang asing yang duduk di sebelahnya. Orang asing itu bercerita bahwa dia seorang pengusaha yang usahanya jatuh bangun. Dos-q mendongeng bahwa dos-q pernah punya restoran sekitar 10 tahun sebelumnya. Lalu tiba-tiba muncullah review di media massa bahwa restorannya itu makanannya nggak enak, tempatnya nggak asyik, dan lain-lain. Tidak sampek setahun, restoran itu tutup karena pengunjungnya semakin sepi. Anda bisa menebak di mana posisi bekas restoran itu.

Penulis ini kaget mendengarnya dan langsung jatuh menyesal. Dos-q nggak ngira review-nya itu bisa berdampak pada tutupnya usaha seseorang. Masih untung si pemilik restoran itu bisa buka usaha yang lain, buktinya toh sekarang bisa naik pesawat. Tapi bagaimana dengan pegawai-pegawai restoran yang terpaksa dipecat? Berapa orang harus kehilangan mata pencaharian, padahal jaman gini nyari kerja itu susah banget? Dan itu semua cuman gara-gara tulisan oleh seorang mystery shopper sepanjang setengah halaman?

Mungkin itu sebabnya kenapa saya hati-hati banget kalau nulis tentang bikinan orang lain di media massa. Saya ngeri kalau saya bilang "produk di toko Y kurang bagus", toko Y jadi sepi pengunjung dan lama-lama omzetnya turun, sehingga pegawainya terpaksa dipecat. Yang lebih waspada lagi, saya selalu berusaha keras nggak mau menulis kalimat-kalimat yang bisa nyudutin orang lain, baik saat saya lagi nulis di blog atau saat lagi komentar di blog lain. Karena saya sebenarnya nggak kenal orang itu, siapa tahu tindakan jelek yang dia lakukan itu didasari motivasi bagus atau motivasi nggak sengaja, saking aja saya nggak tahu karena dos-q nggak kasih tau saya. Tidak adil kalau kita ngejelek-jelekin orang padahal kita nggak tahu persis masalahnya.

Bagian yang bikin empet, adalah kalau saya buka situs-situs portal berita dan situs-situs itu menyediakan kolom untuk komentar pembacanya. Saya resah kalau lihat pembacanya komentar sembarangan, ngomong kotor, menjelek-jelekkan pihak tertentu padahal si pembaca itu nggak kenal sama pihak yang dijelekin itu. Kayak barusan, saya baru baca berita tentang kolega saya, Wida Astiti, yang terpaksa dipenjara gara-gara asisten perawatnya nyuntikin obat atas perintahnya dan kemudian pasiennya jadi meninggal setelah disuntikin obat itu. Sebagai dokter, saya bisa ngerti bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi. Dokternya pasti nulis KCl karena pasien itu memang butuh KCl sebagai obat hipokalemia. Sialnya dokternya nggak kepikiran nulis bahwa KCl itu harus di-drip. Asisten perawatnya yang sebenarnya masih mahasiswa keperawatan, menyuntikkan KCl secara bolus. Jelas aja pasiennya langsung lewat. Dokternya juga sebetulnya nggak nyuruh asisten yang masih mahasiswa, dos-q itu nyuruhnya ke perawat yang sungguhan (yang pasti udah punya ijazah). Tapi karena rumah sakit itu adalah area pendidikan, jadi perawat sungguhan itu nyuruh muridnya untuk jadi eksekutor suntik.

Berita yang ditulis tentang Wida itu memancing banyak komentar di situs portalnya, dan banyak banget isi komentar yang jelas-jelas ditulis oleh orang-orang yang nggak ngerti persoalan. Tadinya cuman satu-dua komentar, lama-lama banyak dan banyak. Tahukah kita bahwa kebanyakan komentar atas suatu berita bisa membentuk persepsi publik yang sama. Kalau mayoritas komentar atas berita itu berbunyi ngejelek-jelekin, lama-lama publik percaya bahwa isi berita itu memang jelek.

Padahal, sulit menerima bahwa semua kecelakaan bisa terjadi karena seseorang mungkin tidak kepikiran untuk melakukan sesuatu. Wida nggak sengaja karena tidak kepikiran menulis kata "drip". Pemilik restoran yang saya tulis di atas mungkin nggak kepikiran buat nambahin bumbu entah apa sehingga tidak memuaskan pengunjungnya. Dan para penulis karbitan itu dengan seenaknya menulis bahwa Wida membunuh anak orang dan restoran itu nggak bisa menyajikan masakan yang enak.

Saya, penganut setia aliran Dumbledore, masih percaya bahwa "selalu ada sisi baik dalam diri setiap orang". Jadi saya nggak pernah sudi dipengaruhi persepsi publik. Saya nggak percaya Wida membunuh pasien. Saya nggak percaya restoran yang disebut si penulis di Bali itu nggak enak. Saya nggak percaya SBY itu cuman prihatin melulu lihat istana negara itu kebakaran (dia pasti berpikir keras di mana orang-orang itu ngumpetin hidran airnya). Saya nggak percaya Ahok itu galak dan suka bentak-bentak orang (bisa jadi yang pernah dibentak Ahok itu orangnya cengeng dan nggak pernah dibentak emaknya). Makanya saya nggak pernah mau baca komentar di situs-situs portal itu. Komentar mereka, entah obyektif atau tidak, jelas nggak bisa dipercaya, apalagi kalau nggak disertai link blog pribadi atau link timeline Twitter mereka.

Hati-hati deh kalau ngomong. Mulut kita itu ternyata memang harimau. Sekarang beropini nggak butuh ngomong, cukup nulis di internet aja bisa bikin jatuh orang lain. Makanya sekarang harimaunya nggak cuman di mulut. Tapi bisa di keyboard, keypad, atau bahkan di touchscreen. Coba sekali-kali bayangin kalau kita di posisi orang yang dijatuhkan. Ih, emangnya enak..?
www.laurentginekologi.wordpress.com
www.laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com

Thursday, March 14, 2013

Melinggiskan Matematik

Sekolah mestinya membuat orang jadi ngerti, bukan jadi menghapal, apalagi gaya-gayaan.

***

Seorang murid kelas empat SD di Surabaya disuruh ikut program yang konon disebut guru-gurunya "remidi", tapi saya lebih seneng nyebutnya "ujian perbaikan". Dia nampaknya gagal menjawab sejumlah soal dalam ulangan matematiknya, akibatnya dia harus mengulang tes. Ketika gurunya mengirim surat pemberitahuan ke ibunya si murid tentang hal itu, ibunya pun bertanya apa salah anaknya. Anaknya akhirnya ngaku, dia nggak bisa jawab soal-soal matematiknya karena soal-soal itu disajikan dalam bahasa Inggris.

Ibunya itu jelas ngamuk karena menurutnya itu tidak adil. Terlalu rumit memberikan perintah itung-itungan kepada seorang anak berumur sembilan tahun yang sehari-harinya mengoceh dengan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa, sedang perintah ujian itu ditulis dalam bahasa Inggris. Berlebihan! Apa sih maunya orang-orang dinas pendidikan ini sampek-sampek ujian matematik pun nggak ditulis pakai bahasa ibunya sendiri?

Sang ibu, yang sebetulnya bidan di sekolah saya, curhat sama saya bahwa ini sudah berulang kali terjadi. Sering banget anaknya di rumah kesulitan ngerjain PR karena instruksi PR itu ditulis dalam bahasa Inggris. Ibunya nggak bisa membantu karena ibunya sendiri juga nggak bisa bahasa Inggris. Siyalnya ternyata sehari-hari di sekolahnya bahasa pengantar juga disajikan pakai bahasa Inggris. Padahal sekolahnya itu SD negeri. Dan yang ulangannya di sekolah itu pakai bahasa Inggris itu bukan cuman anak kelas empat, tapi bahkan sudah dimulai dari kelas satu..

Tadi siang ibunya membawa kertas ujian anaknya itu ke sekolah (saya potret kertasnya supaya jemaah blog saya bisa ikutan liat).

Tolong Sodara-sodara perhatikan soal pertama.
1. Write with the negative integer.
Temperature in the refrigerator is up to 4 C below 0 C = ...

Saya mengernyit.

Soal nomer dua:
2. Complete these following number lines below!

Halah.

Soal nomer tiga:
3. Order these numbers of integer from the smallest then put on the number line!

Komentar saya, ini kayak soal kuliah di Harvard, jurusan kalkulus.

Soal nomer-nomer di bawahnya saya bisa ngerjain, karena soalnya langsung berupa simbol-simbol matematik, nggak pakai instruksi bahasa sama sekali. Instruksi bahasa Inggris itu malah bikin njelimet.

Bahwa orang tua di rumah nggak bisa bantuin anaknya bikin PR, itu masalah lain.
Tapi saya sendiri terheran-heran kenapa soal matematik yang seharusnya bisa disajikan sederhana, malah memusingkan gara-gara ditulis dalam bahasa Inggris.
Coba kalau perintahnya ditulis begini:
1. Suhu di kulkas hingga 4 C di bawah 0 C = ...
2. Lengkapi garis bilangan berikut.
3. Susunlah angka-angka berikut dari yang terkecil, kemudian letakkan pada garis bilangan.
Saya yakin murid-muridnya bisa lulus dengan pantas (bukan mudah).

Ternyata, nggak cuman matematik yang diajarin di sekolahnya dengan bahasa Inggris. Tapi juga pelajaran IPA, pelajaran olahraga, pelajaran keterampilan. Cuman pelajaran bahasa daerah aja yang nggak pakai bahasa Inggris, itu pun jatahnya cuman satu jam dalam seminggu.

Saya ngerti, pemerintah kepingin anak-anak SD di Indonesia bisa berbicara di kancah internasional seperti anak-anak dari negara-negara lain. Saya bisa membayangkan alangkah kerennya kalau anak SD asal Indonesia bisa bermain petak umpet bareng anak-anak dari Maladewa, Fiji, atau dari Senegal. Barangkali, orang-orang pemerintah itu berpikir, untuk menuju ke sana, harus dimulai dengan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar untuk pelajaran matematik di sekolah SD.
www.laurentginekologi.wordpress.com
www.laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com

Saturday, March 9, 2013

Nikah Siri dan Kematian

Setiap orang sebetulnya kepingin seumur hidupnya sehat wal afiat dan kalau bisa menghindarkan diri dari rumah sakit. Tapi yang namanya musibah kadang-kadang belum bisa ditolak sehingga mereka terpaksa mondok di rumah sakit dan siyalnya terpaksa nongkrong di sana untuk waktu yang cukup lama: waktu yang semestinya lebih efektif kalau dipakai buat bekerja atau bersekolah atau minimal buat cuci baju dan masak untuk keluarga di rumah. Untuk sebagian orang, bagian yang paling menjengkelkan dari diopname adalah harus keluar duit yang banyak sekali.

Saya baru kasih berita ke pasien saya hari ini bahwa dos-q terpaksa diopname untuk waktu beberapa hari lagi. Sebetulnya tuh pasien sudah nginep tiga hari, dan mestinya saya suruh pulang karena keadaannya membaik. Pas keluarganya lagi beres-beres gembolan, tahu-tahu pasiennya berdisko alias setep. Memang dasarnya pasiennya itu punya sakit epilepsi (orang awam menyebutnya sakit ayan). Kalau sudah begini kan saya nggak berani pulangkan tuh pasien coz dos-q kan hamil. Kami ngeri membayangkan dos-q ada di rumah lalu berdisko lagi. Orang hamil jika kejang, oksigen di otaknya merosot drastis sehingga pasokan oksigen ke janinnya pun ikutan seret. Kalau janinnya nggak dapet oksigen, bisa-bisa si janin klepek-klepek. Bukan tidak mungkin bayinya mati di dalam kandungan, padahal ini anak pertama yang sangat ditunggu-tunggu oleh keluarganya.

Keluarganya nampak resah karena mereka sudah mulai kehabisan perbekalan duit untuk bayar nginep di rumah sakit. Mereka terus terang kalau mereka cuman sanggup bayar nginep selama tiga hari dan itu kan sudah habis kemaren. Kalau kami suruh pasiennya nginep lagi lebih lama, mereka bokek.

Ini sebetulnya persoalan klasik yang sering terjadi juga pada pasien-pasien lain. Puji Tuhan sebetulnya Pemerintah sudah terlalu baik ke rakyatnya, karena orang-orang yang terlalu miskin untuk bayar rumah sakit sebetulnya bisa dibayari oleh Pemerintah asalkan mereka sudah daftar asuransi kesehatan Pemerintah yang bernama Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat).

Keluarga pasien saya sebetulnya sudah kepikiran buat jadi anggota Jamkesmas itu. Cuman ternyata persyaratan untuk jadi anggota Jamkesmas itu sungguh maharumit, antara lain harus punya benda bernama Surat Nikah.
Pasien saya ini ternyata nggak punya Surat Nikah. Dia nikah siri.
Saya tepok jidat.

***

Berapa kali harus diterangkan kepada masyarakat ini bahwa kalau mau hajat hidupmu beres, orang harus punya surat resmi. Kalau mau berobat gratis, ya harus punya asuransi. Kalau mau punya asuransi, ya harus punya surat nikah. Kalau mau punya surat nikah, ya nikah harus di tempat yang resmi di KUA.

Iya, ini cuman pasien hamil dengan sakit ayan. Tapi bagaimana dengan pasien-pasien lain yang ginjalnya sekarat, yang jantungnya sekarat, yang otaknya sekarat? Berapa pasien miskin harus meregang nyawa cuman gara-gara rumah sakit nggak sanggup menanggung mereka dan gara-gara mereka nggak punya asuransi Jamkesmas? Dan semua ke-nggak-punyaan itu karena mereka nggak punya surat nikah dan hanya semata-mata karena mereka lebih seneng nikah ngumpet-ngumpet?
www.laurentginekologi.wordpress.com
www.laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com

Tuesday, March 5, 2013

Juice Rambutan Hore

My pops pulang ke rumah Grandma di Kreyongan weekend lalu, dan sebagai tanda sukacita Grandma pun metikin pohon rambutan di kebun belakang rumah buat dibawa pulang ke Bandung. My pops langsung resah gelisah, bukan lantaran ngeri bayangin dos-q bakalan nenteng-nenteng itu rambutan masuk ke dalam pesawat, tapi lebih takut itu rambutan bakalan kena radiasi kalau di-X-Ray pada pemeriksaan tas-tas di bandara. Kayak apa coba rasanya tuh rambutan kalau kena radiasi X-Ray? Jadi sebagai jalan keluar, karena sebelum pulang ke Bandung my Pops mampir ke Surabaya buat jengukin saya, maka itu rambutan pun ditinggal di rumah saya aja. Lagian tuh rambutan bakalan bernasib lebih baik kalau disimpan dalam perut saya daripada bonyok kena X-Ray bandara..

Persoalannya adalah nggak cukup perut saya dan perut my hunk buat menghabiskan rambutan-rambutan itu sendirian. Maka kami pun mencoba hobi lama kami yaitu memasak bersama, hihihihih.. Jadi terpikirlah kami untuk membuat.... juice rambutan! *backsound lagu latar Doraemon ngeluarin benda ajaib*

Tentu saja karena kami penggemar minuman-minuman nyekrus bin berlemak, jadi juice rambutannya kami tambahin embel-embel. Pertama-tama rambutannya kami kupas dulu, terus kami remas sehingga airnya jatuh ke gelas blender. Kami remukkan buahnya, dan kami buang bijinya. Setelah itu kami tuangkan sekaleng air nyekrus, lalu kami ceprokin beberapa scoop esgrim vanilla. Lalu kami blender. Dan jadilah juice rambutan vanilla bikinan Fahmi dan Vicky!

Kesulitannya, bijinya sudah dibuang, tapi kulit bijinya masih nempel ke buahnya. Saya berusaha ngulitin buahnya dari kulit bijinya, tapi susah juga, tahu sendiri deh. My hunk sih bilang nggak pa-pa kalau kulit bijinya ikutan blended, tapi saya kuatir kalau ini jadi kebiasaan, lain kali bisa bikin peminumnya bereaksi alergi, minimal jadi batuk-batuk.

Saya tawarin ayah mertua saya, apakah dos-q mau. Katanya dos-q mau, tapi cuman ngincipin dikit aja. Saya siapin aja segelas.
Begitu saya taruh di meja, ternyata sama ayah mertua saya malah dihabisin!

"Kurang apa, Yah?" tanya saya.
"Kurang manis.." jawabnya.
Hahahahah! Padahal emang sengaja sama saya nggak dikasih gula, supaya kami tahu rasanya yang original. Lagian itu esgrimnya udah banyak, masih kurang manis juga, wkwkwkwk..

Mungkin suatu hari nanti kami bakalan bikin juice rambutan lagi. Semoga Tuhan kasih Grandma sehat selalu supaya bisa ngoleh-ngolehin rambutan buat my Pops. Tapi saya nggak kepingin Grandma manjat-manjat pohon demi metikin rambutannya. She is 89 years old, demi Tuhan.
www.laurentginekologi.wordpress.com
www.laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com