***
Seorang murid kelas empat SD di Surabaya disuruh ikut program yang konon disebut guru-gurunya "remidi", tapi saya lebih seneng nyebutnya "ujian perbaikan". Dia nampaknya gagal menjawab sejumlah soal dalam ulangan matematiknya, akibatnya dia harus mengulang tes. Ketika gurunya mengirim surat pemberitahuan ke ibunya si murid tentang hal itu, ibunya pun bertanya apa salah anaknya. Anaknya akhirnya ngaku, dia nggak bisa jawab soal-soal matematiknya karena soal-soal itu disajikan dalam bahasa Inggris.
Ibunya itu jelas ngamuk karena menurutnya itu tidak adil. Terlalu rumit memberikan perintah itung-itungan kepada seorang anak berumur sembilan tahun yang sehari-harinya mengoceh dengan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa, sedang perintah ujian itu ditulis dalam bahasa Inggris. Berlebihan! Apa sih maunya orang-orang dinas pendidikan ini sampek-sampek ujian matematik pun nggak ditulis pakai bahasa ibunya sendiri?
Sang ibu, yang sebetulnya bidan di sekolah saya, curhat sama saya bahwa ini sudah berulang kali terjadi. Sering banget anaknya di rumah kesulitan ngerjain PR karena instruksi PR itu ditulis dalam bahasa Inggris. Ibunya nggak bisa membantu karena ibunya sendiri juga nggak bisa bahasa Inggris. Siyalnya ternyata sehari-hari di sekolahnya bahasa pengantar juga disajikan pakai bahasa Inggris. Padahal sekolahnya itu SD negeri. Dan yang ulangannya di sekolah itu pakai bahasa Inggris itu bukan cuman anak kelas empat, tapi bahkan sudah dimulai dari kelas satu..
Tadi siang ibunya membawa kertas ujian anaknya itu ke sekolah (saya potret kertasnya supaya jemaah blog saya bisa ikutan liat).
Tolong Sodara-sodara perhatikan soal pertama.
1. Write with the negative integer.
Temperature in the refrigerator is up to 4 C below 0 C = ...
Saya mengernyit.
Soal nomer dua:
2. Complete these following number lines below!
Halah.
Soal nomer tiga:
3. Order these numbers of integer from the smallest then put on the number line!
Komentar saya, ini kayak soal kuliah di Harvard, jurusan kalkulus.
Soal nomer-nomer di bawahnya saya bisa ngerjain, karena soalnya langsung berupa simbol-simbol matematik, nggak pakai instruksi bahasa sama sekali. Instruksi bahasa Inggris itu malah bikin njelimet.
Bahwa orang tua di rumah nggak bisa bantuin anaknya bikin PR, itu masalah lain.
Tapi saya sendiri terheran-heran kenapa soal matematik yang seharusnya bisa disajikan sederhana, malah memusingkan gara-gara ditulis dalam bahasa Inggris.
Coba kalau perintahnya ditulis begini:
1. Suhu di kulkas hingga 4 C di bawah 0 C = ...
2. Lengkapi garis bilangan berikut.
3. Susunlah angka-angka berikut dari yang terkecil, kemudian letakkan pada garis bilangan.
Saya yakin murid-muridnya bisa lulus dengan pantas (bukan mudah).
Ternyata, nggak cuman matematik yang diajarin di sekolahnya dengan bahasa Inggris. Tapi juga pelajaran IPA, pelajaran olahraga, pelajaran keterampilan. Cuman pelajaran bahasa daerah aja yang nggak pakai bahasa Inggris, itu pun jatahnya cuman satu jam dalam seminggu.
Saya ngerti, pemerintah kepingin anak-anak SD di Indonesia bisa berbicara di kancah internasional seperti anak-anak dari negara-negara lain. Saya bisa membayangkan alangkah kerennya kalau anak SD asal Indonesia bisa bermain petak umpet bareng anak-anak dari Maladewa, Fiji, atau dari Senegal. Barangkali, orang-orang pemerintah itu berpikir, untuk menuju ke sana, harus dimulai dengan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar untuk pelajaran matematik di sekolah SD.
www.laurentginekologi.wordpress.com
www.laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com