Tuesday, October 28, 2014

Bingung oleh Dokter

Keluarga saya dapet musibah akhir-akhir ini. Paman saya yang sudah berumur 70-an makin hari makin lesu, sehingga tante saya memeriksakannya ke internis lokal. Setelah diperiksa, ternyata sang internis nggak berani mengumumkan diagnosisnya sendirian coz dos-q curiga ini leukemia. Dos-q mutusin untuk bikin rapat kecil dengan paman saya, tante saya, dan hematolog. Sang hematolog ternyata ragu juga apakah ini leukemia, sehingga dos-q periksakan lagi sampel cairan darah paman saya ke patolog. Patolognya ternyata di Jakarta, sedangkan paman saya tinggal di Jawa Timur.

Ternyata patolognya bilang ini bukan leukemia. Hematolognya bingung coz gejalanya mirip leukemia, tapi dos-q nggak berani kasih obat juga jika patolognya di Jakarta bilang ini bukan leukemia. Padahal patolog di Surabaya bilang kalau ini leukemia.

Paman saya bingung, keluarga saya pusing tujuh keliling. Akhirnya paman saya mutusin terbang ke Singapura barengan tante saya untuk periksa ke rumah sakit di sana. Prinsip mereka, jika Surabaya dan Jakarta nggak bisa ngomong dengan kompak padahal sama-sama Indonesia-nya, mending percaya sama negara tetangga.

Saturday, October 25, 2014

Keluar Saja

Saya akhir-akhir ini merasa risih dengan grup yang saya join di sebuah socmed. Percakapan-percakapan di grup itu, gimana yah..rasanya kok kebanyakan isinya ngomongin yang jelek-jelek tentang orang lain. Padahal saya nggak kenal dengan orang yang diomongin itu.

Saya berusaha mengalihkan pembicaraan ke tema lain, mulai dari ngomongin bisnis sampai ngomongin cara rebonding bulu ketiak. Pokoke yang positif-positif aja deh, bukan yang ngejelekin orang lain.

Ternyata upaya saya mengalihkan pembicaraan itu gagal. Pasalnya, jumlah anggota yang ngomongin topik ngegosipin orang itu lebih banyak daripada jumlah anggota yang nggak ikutan ngomong.

Sunday, October 5, 2014

Paduan Suara Mewek di Mesjid

Sepanjang sholat Id di mesjid hari ini, saya denger ada sedikitnya tiga anak nangis. Sebetulnya saya kepo pingin cari sumber tangisan, tetapi saya kan nggak bisa noleh-noleh lantaran saya juga lagi sholat Id. Kalau dari suaranya sih kayaknya yang nangis itu umurnya mungkin satu sampai tiga tahun, pokoknya sudah bukan bayi lagi.

Nangisnya kompak banget, sampai-sampai saya mikir mestinya mereka bikin paduan suara aja. Kalau direkam bisa jadi album, barangkali laku buat dijual di rumah-rumah duka cita.

Saturday, October 4, 2014

I Hate Anonim

Blogspot sangat menyenangkan untuk ngeblog, tapi kelemahan besarnya adalah nggak ada option untuk menjegal komentator anonim.

Anonim adalah fenomena untuk tampil di media tanpa menyebutkan jatidirinya. Tidak menyebut nama. Akibatnya pembacanya tidak tahu si anonim ini siapa. Efeknya, tidak bisa memperkirakan si anonim ini latarbelakangnya apa, apa yang menjadi background dari karya atau komentar si anonim.

Ada banyak alasan kenapa orang pilih jadi anonim. Contoh:
1. Takut tidak disukai kalau ia sebutkan nama aslinya. Ia bisa tidak disukai jika ia menuliskan ide yang kontra terhadap sesuatu.

Thursday, October 2, 2014

Kontribusi Rakyat Dalam Menjegal Jokowi

Sepanjang hari portal berita ramai dengan headline berhasil menangnya Koalisi Merah Putih menjadi DPR. Ini jadi polemik karena presiden kita sebentar lagi adalah Jokowi, dan Koalisi Merah Putih adalah kumpulan anggota DPR yang berasal dari partai yang tidak kepingin Jokowi jadi presiden.

Salah satu akibat dari kemenangan koalisi ini adalah jatuhnya harga-harga saham di bursa saham nasional. Para pemodal rame-rame melepas saham karena ngeri dengan kemenangan koalisi ini. Lima tahun ke depan akan diisi pertarungan Jokowi versus DPR yang tidak mencintainya. Artinya kalau Jokowi kepingin bikin pembangunan yang menguntungkan rakyat, DPR akan bergerak menentang ide Jokowi. Maka pembangunan terhambat, termasuk pengusaha pun akan sulit bikin usaha-usaha baru untuk menampung pengangguran. Jadi daripada susah bikin usaha baru, mendingan sahamnya dilepas aja sekalian dan duitnya diprioritaskan untuk didepositokan, kira-kira begitu jalan pikiran para penanam modal.

Ide ini mungkin terlalu cupet. Tapi suka nggak suka, negeri ini memang penuh dengan orang-orang cupet. Kayak saya.

Delegasi Bernama Pembantu

Pembantu rumah tangga saat ini adalah tenaga kerja yang sulit dipisahkan dari keluarga-keluarga di perkotaan. Persoalan jadi pelik bagi sebagian keluarga ketika pembantu mereka pulang dan mereka sulit mencari pembantu pengganti.

Orang-orang yang sering ngobrol sama saya umumnya seumuran dengan saya. Mereka pasangan suami-istri yang mungkin baru punya anak kecil-kecil. Umumnya baru belajar punya rumah sendiri. Suami dan istri sama-sama kerja demi tuntutan ekonomi. Salah satu kesulitan yang sering mereka alami adalah sulit mengurus kerjaan rumah tangga tanpa pembantu. Penyebab paling sering dari kesulitan ini adalah karena mereka tidak punya cukup waktu untuk sekedar nyapu rumah mereka yang cuman seuprit itu.

Beberapa ibu rumah tangga kadang-kadang mencibir sinis kepada ibu-ibu kantoran karena ibu-ibu kantoran umumnya tergantung kepada pembantu. Ibu rumah tangga sering kali merasa lebih keren karena mereka bisa ngepel, masak, setrika, bahkan manjat genteng, sendiri, tanpa harus suruh-suruh orang lain (baca: pembantu). Sepertinya ada gengsi sendiri di kalangan wanita jika semua-semua bisa dikerjakan sendiri.

Saya, penganut setia azas do-it-yourself, selalu salut kepada ibu-ibu macam begini setinggi-tingginya. Tapi itu dulu.