Wednesday, September 30, 2009

Kehilangan Besar


Sudah 10 hari terakhir ini gw nggak ngapa-ngapain kecuali nulis e-mail Lebaran. Karena gw nggak suka pake robot bernama send-to-all, sedangkan yang mau gw kirimin jumlahnya ratusan, dan gw mempersonalisasi setiap e-mail yang gw kirimin, jadi kerjaan ini makan waktu lama.

Salah satu e-mail yang gw kirimin ke seorang kolega dua hari lalu, berbuntut balasan yang isinya menyedihkan. Ada yang baru saja meninggal.

Kolega gw umurnya 27, kerja di sebuah rumah sakit di Jakarta, sedang hamil lima bulan waktu gw kirimin e-mail Sabtu lalu. Tau-tau rahimnya kontraksi dan janinnya keluar. Bayi itu hidup, beratnya 390 gram, dan laki-laki. Pembentukan bagian-bagian badannyanya sudah sempurna semuanya, cuman matanya aja yang belum membuka. Kolega gw kasih dia nama seperti namanya seorang nabi. Empat jam kemudian, bayi itu meninggal.

Dalam balasan e-mail kolega gw kemaren, diceritakannya bahwa dia sudah ikhlas. Membaca e-mail itu bikin gw sedih bukan kepalang.

Kami para dokter umum selalu punya jawaban buat ibu-ibu hamil yang kehilangan janin mereka sebelum usia 20 minggu. Keguguran, Bu. Anaknya punya kelainan kromosom yang bikin dia sulit bertahan. Mungkin ayah atau ibunya pernah kecanduan alkohol atau ngebul melulu. Pokoke selalu ada penjelasan yang menenangkan untuk keguguran.

Pada ibu-ibu hamil yang kehilangan janinnya pada usia 7-9 bulan, juga ada penjelasannya. Maaf, Bu, anaknya terlilit tali pusat. Maaf, anaknya terhalang ari-ari. Maaf, tensi Ibu ketinggian jadi anaknya susah nafas. Dan sejuta alasan maaf lainnya.

Tapi gw belum pernah nemu jawaban yang menyenangkan buat ibu-ibu yang hamil dan kehilangan anak mereka pada usia antara 5-7 bulan. Tak ada hasil penelitian ilmiah yang memuaskan untuk itu. Kolega gw, termasuk deretan ibu-ibu itu.

Membayangkan anak itu sempat lahir, bernafas, dan sempat diberi nama oleh orangtuanya, sebelum meninggal, bikin hati gw remuk. Itu kehilangan yang besar.

***

Gw kehilangan seorang teman dua hari yang lalu. Teman yang dekat sekali. Gw masih heran bagaimana gw bisa kehilangan dia.

Tadinya semuanya biasa aja. Kita becanda, berkelakar. Sudah berbulan-bulan kita begitu. Sabtu lalu kita nontonin sebuah acara di tivi, lalu mulailah kita ngomentarin acara itu. Entah gimana, salah satu komentar kelakaran gw terhadap seseorang di acara itu jadi nyenggol perasaan temen gw. Dia membela orang itu habis-habisan, sementara gw diam aja coz kalo gw timpalin juga nggak ada gunanya. Ternyata sikap diam gw itu dikiranya gw marah.

Gw emang nggak setuju apa yang dia bilang, tapi gw nggak mau mengkonfrontasi dia kalo dia lagi semangat tinggi. Lagian menurut gw, it's just a stupid tv show, nggak perlu jadi ajang debat kusir. Teman gw dan gw sama-sama punya ilmu sendiri-sendiri, dan kita dibesarkan dalam latar belakang budaya yang berbeda, jadi menurut gw perbedaan pendapat itu wajar.

Besoknya, gw jelasin ke dia bahwa gw memang nggak berkenan dengan apa yang dia bilang hari sebelumnya. Ada beberapa poin yang gw nggak mufakat, dan gw merasa harus jujur bilang gitu kepadanya coz gw nggak kepingin kejadian ini berulang lagi besok-besoknya. Lagi-lagi dia bersikukuh dengan pendapat dia, dan lama-lama gw menyerah coz gw bingung gimana menjelaskan betapa pendapat dia bikin gw nggak nyaman.

Lalu dia bilang gw cuma mau benar sendiri, sudah dari dulu, banyak pertikaian kita yang bikin dia merasa harus mengalah demi gw. Disebutkannya satu per satu event-event yang tidak menyenangkan itu, yang gw sendiri sudah hampir lupa coz gw anggap masalah itu sudah selesai. Pembicaraan itu melebar tidak karuan ke mana-mana, dan dia bikin gw merasa sangat egois kepada dia dan korban-korban gw.

Mungkin apa yang dia bilang tentang gw itu benar. Tapi gw tetap nggak suka caranya berargumen yang nyenggol-nyenggol nilai-nilai yang gw anut. Gw nggak punya masalah dengan isi pembicaraan dia, tapi gw cuman nggak suka cara dia ngomong itu ke gw. Gw kepingin mempertahankan gw di sisi dia, tapi caranya mempertahankan prinsipnya sungguh mojokin gw..

Gw benci berantem. Kadang-kadang gw yang menang, tapi itu nggak bikin orang seberangnya nyaman. Kadang-kadang gw yang kalah, dan gw merasa dirugikan. Kedua kondisi itu, tak ada satu pun yang bikin gw senang. Kenapa harus ngotot-ngototan sih? Kenapa nggak ada win-win solution yang menyenangkan buat semua pihak?

Pertengkaran itu memasuki hari ketiga dan gw kelelahan. Gw minta maaf ke dia. Untuk semua yang telah gw lakukan dan gw bilang, yang sekiranya telah bikin dia nggak enak, baik dulu maupun sekarang, gw sangat menyesal. Gw bersikeras minta maaf sama dia. Tapi kemarahan dia terhadap gw terlalu besar. Semakin gw minta maaf, semakin gusarlah dia. Gw rasa, dia nggak mau denger apa-apa lagi dari gw.

Gw kehilangan dia. Dan rasanya sakit sekali.

***

Sewaktu kemaren gw baca e-mail kolega gw dan denger gimana dia kehilangan anaknya, gw merasa Tuhan sedang menguji kita semua dengan mengambil orang-orang tersayang dari hidup kita. Mungkin Dia merencanakan sesuatu untuk memberi kita pelajaran. Jagalah kehamilanmu baik-baik. Jagalah sahabatmu baik-baik. You don't know what you got till it's gone.

Gw hanya berduka coz rasanya seperti mimpi. Padahal rasanya baru kemaren gw ketawa baca setiap pesan teman gw dan ketawa denger becandanya di telepon. Dan pasti rasanya baru kemaren kolega gw masih ngelus-elus perutnya yang hamil bayangin anaknya. Sekarang semua itu udah nggak ada. Mereka semua udah pergi.

Setiap kali gw ingat pertengkaran yang buruk sekali itu, gw cuman teringat soundtrack-nya Reality Bites yang dimainin Lisa Loeb, "You say..I only hear what I want to." Dan tidak diragukan, gw yang kehilangan dia, gw sangat-sangat menderita karena itu.

Ini buat kolega gw yang baru kehilangan anaknya kemaren. Mudah-mudahan Tuhan kasih pengganti anakmu yang lebih baik.

Ini buat teman gw yang berantem sama gw dua hari lalu. I'm losing you. Gw kangen. Gw minta maaf. Dan gw nggak mau kita berantem lagi. Coz you remain a good friend, and you're irreplaceable to me.

Tuesday, September 29, 2009

Konvensi Tukang Parkir


Gw belum ke pasar semenjak pulang liburan. Kecelakaan yang nimpa kaki gw praktis bikin gw nggak bisa ke mana-mana sehingga gw nggak tau situasi harga-harga barang pasca Lebaran. Jadi gw mau cerita aja tentang bagaimana Lebaran bisa mendongkrak perekonomian dan memaksa orang bangkrut secara bersamaan.

Minggu lalu, dalam perjalanan gw dari Cirebon ke Baturaden (yang ujung-ujungnya malah kebablasan ke Semarang), gw sempat lewat Slawi, sebuah kota yang jadi bagian dari Kabupaten Tegal. Di sepanjang jalan gw lihat banyak banget orang buka warung sate kambing muda. Yang membuat gw ngiler adalah cara mereka menggantung gelondongan daging kambing itu di depan warung mereka, seolah-olah daging-daging gantung itu melambai-lambaikan otot mereka sendiri, mendambakan untuk dimakan. Suasana itu makin dramatis dengan efek visual berupa asap yang mengepul-ngepul dari depan warung, pertanda si empunya warung sedang membakar sate. Gw menatap daging-daging itu dengan sayu dan berkata dalam hati, "Aku juga ingin memakan kalian, Guys. Tapi ini baru jam 10.30 dan aku baru sarapan jam delapan tadi di Cirebon!"

Membuat gw sadar tentang makna perjalanan ini, jangan pernah berada di Slawi sebelum jam makan siang coz satenya masih belum mateng..

Pada jam makan siang akhirnya kami tiba di Pekalongan dan mutusin buat berhenti di restoran lokal. Ya ampun, ternyata yang namanya nyari restoran pada H+2 Lebaran itu susah banget coz banyak banget restoran yang tutup. Ada juga sih beberapa yang buka, tapi parkirnya penuh.

Tapi akhirnya kami nemu warung yang buka dan mutusin buat berhenti. Ada dua warung berjejer, kami pilih warung sebelah kanan. Yang membuat kami tertarik adalah coz pemiliknya sendiri yang menyambut kami dan nanya kami mau makan apa. Salah, sebenarnya bokap gw nggak mau sama warung sebelah kiri coz di depannya ada orang lagi nyuci mobil.

Pelajaran penting, jika Anda buka warung, jangan sekali-kali nyuci mobil Anda di depan warung. Bikin calon pembeli jadi minggir.

Di warung itu, kita pesen bebek dan soto ayam. Sewaktu kita lagi enak-enak makan, tau-tau kita liat ternyata orang yang nyuci mobil di warung sebelah tau-tau pindah jadi nyuci mobil gw dan mobil paman gw. Padahal kita kan nggak minta mobil kita dicuciin..?

Selesai makan, nyokap gw bayar. Lalu bon yang cuman ditulis tangan itu bikin kita kaget. Dooh..cuman warung aja, harganya mahal beut seeh..

Sewaktu kita masuk mobil bersiap pergi, beberapa pemuda sudah berdiri pasang tampang mupeng. Oh, ini pasti yang nyuci mobil tadi. Bokap gw pasang tampang cuek, lalu mundurin mobil dan buka jendela buat bayar parkirnya doang. Si tukang parkir jadi-jadian berteriak coz katanya bayarnya kurang seribu perak. "Lebaran, Pak!" serunya.

Selama gw di Semarang, kadang-kadang kita berhenti di beberapa tempat dan harus bayar parkir juga. Anehnya, tiap kali bayar parkir, lantas tiap tukang parkir juga berteriak, "Lebaran, Pak!"

Ketika kami pulang dari Semarang ke Bandung, kami lewat Pekalongan lagi. Tak ada gunanya cari-cari referensi tempat makan mana yang enak di Pekalongan coz pada Lebaran H+3 masih juga banyak restoran yang tutup. Gw sendiri nggak punya kuliner incaran, gw cuma pengen makan di tempat yang banyak pengunjungnya supaya gw bisa motret buat bahan blog gw. Tapi tiap tempat makan yang rame selalu nampak dikelilingi preman lokal, dan yang bokap gw nggak mufakat, preman-preman itu senang nyuci mobil tanpa diminta.

Pelajaran berikutnya, kalo mau makan di rumah makan, selalu pasang spanduk di mobil Anda, "Yang berani nyuci mobil ini tanpa ijin pemiliknya, dikutuk jadi rawon!"

Kita makan di warung soto Pekalongan yang rame dan kebetulan nggak ada tukang cucinya. Kata pelayannya, soto khas daerah itu pake tauto. Entah apa tauto itu, yang jelas pas gw makan produknya, gw ngangguk, ya bolehlah.

Yang aneh waktu nyokap gw mau bayar, pelayannya malah noleh ke juragannya, "Berapa?"
Seolah-olah harga soto bisa berubah-ubah, jadi bergantung pada penampilan pembelinya.

Dan preman parkir warung soto tauto itu, kalo dibayar parkirnya juga seneng teriak, "Lebaran, Pak!"

Gw jadi terheran-heran, sebenarnya tarif parkir itu berapa sih? Kalo Lebaran emangnya naik juga ya?

Sampai-sampai gw mikir, kalo Natal, tarif parkirnya naik juga, nggak? Kalo Waisak? Kalo Galungan?

Apa pernah denger Anda bayar parkir dengan harga standar dan tukang parkirnya merasa kepingin lebih dan teriak, "Hanukkah, Paak..!"

Mungkin asosiasi tukang parkir dan rumah makan se-Pantura Jawa Tengah kudu bikin konvensi harga parkir dan harga menu makanan. Supaya pembeli nggak dibingungin dengan harga yang naik-naik nggak karuan ini. Dokter aja nggak pernah naikin tarif kalo Lebaran kok, kenapa para tukang parkir kudu ikutan morot-morotin pengunjung rumah makan segala..

Sunday, September 27, 2009

Minggu Waspada


Kalo tahun-tahun dulu, biasanya minggu ini gw sebut periode kritis. Dulu tuh, saban kali seminggu pasca Lebaran pasti ada aja tamu tau-tau ngegedor rumah dengan alasan mau silaturahmi. (Apakah bertamu itu harus pake alasan? Hahaha..)
Sebenarnya bagus sih, tapi yang mengusik gw adalah, nih tamu kok datang mendadak yak? Gimana kalo orang udah dateng jauh-jauh ke rumah gw dan ternyata seisi rumah gw lagi nggak ada di rumah? Yang lebih repot lagi, gimana kalo tamu tiba-tiba dateng pas seisi rumah lagi sibuk dengan proyek masing-masing: Bokap lagi ngutak-atik mobil, nyokap lagi motongin baju, adek lagi bikin kliping sinetron Korea, gw lagi ngeblog, dan rumah lagi berantakan kayak kapal pecah?

Makanya gw sebut minggu ini sebagai periode kritis coz tamu bisa aja datang sewaktu-waktu dan rumah nggak boleh berantakan oleh proyek-proyek keluarga gw. Gw sendiri melihat kecenderungan orang buat main tamu-tamuan udah makin menurun dari tahun ke tahun. Untuk mengetahui kabar seseorang, orang nggak perlu nyatron langsung ke rumahnya, tapi cukup nelfon atau SMS doang. Lebih parah lagi, kalo mau tau, intip aja profil Facebook-nya atau kalo mau ndetil ya ke blognya.

Gw sendiri udah lupa kapan nerima tamu di rumah, coz orang kalo mau ketemu gw cukup nelfon gw buat janjian ketemu di tempat dugem mana gitu, bukan di rumah. Terakhir kali gw ketamuan mungkin pas gw masih jadi mahasiswa magang tiga tahun lalu, dan menurut gw orang-orang itu bukan bertamu, tapi ngerjain proyek kasus pasien bareng.

Kakak gw yang umurnya 29 tahun malah nggak pernah nerima tamu semenjak dia punya rumah sendiri di Bogor. Yang dia sebut ruang tamu adalah foyer kecil dengan dua kursi yang sama sekali nggak empuk. "Sengaja," katanya. "Biar tamunya cepet pulang. Hahaha!"

Apa dia pernah terima tamu selama tinggal di situ?
"Tentu saja, satu kali," katanya. "Waktu aku baru pindah ke sini, aku didatengin Pak RT. Dan dia minta sumbangan. Untung aku nggak pasang sofa. Bisa-bisa nanti dia betah dan minta sumbangannya makin gede.."

***

Jadi karena minggu ini masih bau-bau Lebaran, biasanya bonyok gw pergi ke rumah tetangga buat tamu-tamuan. Gw pikir mungkin dalam konteks ini yang lebih urgen buat bertamu adalah bokap gw kali yah, soalnya bokap gw kan kerja siang-malam dan jarang di rumah. Lha nyokap gw kan nggak ngantor, jadi ya ketemu tetangga tiap hari. Tapi kali ini, gw dan adek gw harus ikut.

Gw sebenarnya ogah-ogahan bertamu ke rumah tetangga, soalnya:
1. Kan udah papasan tiap hari, ngapain tamu-tamuan lagi sih?
2. Gw masih muda, dan tetangga-tetangga itu udah pada pensiun semua, jadi ngobrolnya nggak nyambung.
3. Gw orangnya nggak suka basa-basi. Anda kalo perlu pertolongan gw ya ngomonglah, tapi kalo nggak ya gw tinggal tidur.
4. Tetangga gw nggak punya anak laki-laki eksekutif muda yang masih bujangan. :-P

Tapi nyokap gw maksa gw ikut. Alasannya, kalo suatu hari nanti tiba-tiba bokap atau nyokap gw meninggal, gw tuh ada yang merangkul. Hebat, bahkan nyokap gw bertamu ke rumah tetangga hanya untuk memastikan suatu hari nanti ada yang akan memeluk gw (?!)

Oke, kami baru tiba di rumah sepulang liburan kan hari Rabu siang lalu, jadi bonyok gw baru fit buat tamu-tamuan hari Kamis. Masalahnya, mau ke rumah tetangganya jam berapa? Pagi nggak mungkin, coz bokap kerja. Kalo jam 12 atau jam 1 kan jadwalnya orang makan siang. Mosok mau dateng jam segitu, ntie dikiranya kita mau nodong minta makan pula, hehehe.. Jam 2 atau jam 3 kan jamnya tidur siang. Kalo jam 4 atau 5 kan waktunya orang nyiram kembang, walah.. (lagian bokap gw juga kerja sampai malem) Jadi mau bertamunya kapan dong?

Terus gw usulin ke nyokap, bertamunya hari Minggu besok aja, biar bukan waktunya orang kerja. Tapi kata nyokap gw, hari Minggu kan masih tiga hari lagi, nanti oleh-oleh bandeng dari Semarangnya keburu basi..? Ya ampun, jadi semua tetek-bengek ini cuman buat mbelain bandeng?

Gw nggak tau apakah perkara tamu-tamuan ini masih efektif atau tidak. Culture gap yang beda jauh antara gw dan bonyok makin lama makin lebar aja dan gw kudu susah-payah menjembataninya. Barangkali kita perlu semacam tips manual gitu tentang bertamu yang kira-kira sesuai dengan jaman sekarang. Bertamu enaknya jam berapa? Perlu bawa oleh-oleh, nggak? Kapan mulai makan suguhan dari tuan rumah? Dan, kalo mau tamu enaknya nelfon dulukah atau dikasih tau via Facebook-kah? Atau langsung muncul di pintunya sembari teriak, "Surpriiise..!" supaya tuan rumahnya nggak sempat ngibrit dan pura-pura nggak ada di rumah?

Sebenarnya gw nulis ini kemaren dan udah siap rilis, tapi Anda tau sendiri kemaren gw jatuh dari tangga sehingga terpaksa ada tulisan dadakan tentang kecelakaan gw. Malam ini gw mikir, andai aja nyokap nurutin gw buat tamu-tamuan ke tetangga hari Minggu aja bukan hari Kamis, pasti Minggu ini batal ke tetangga coz gw nggak ikut. Untung bandeng memaksa nyokap tamu-tamuan hari Kamis, mana tau Sabtu gw bakal kecelakaan? Sekali lagi, bandeng telah ngatur ritme hidup keluarga gw.

Saturday, September 26, 2009

Sakit Minta Ampun

Kalo dipikir-pikir, dengan egoisnya gw mau nyalahin nyokap atas kecelakaan ini.

Tapi gw pikir kemudian, mengingat kembali semua kejadian yang terjadi akan bisa bikin gw berpikir lebih baik dan pada akhirnya memaafkan dengan lebih enak, tidak masalah siapa yang dimaafkan.

Malam ini, tiga jam yang lalu, gw lagi leyeh-leyeh di kamar gw sambil bales-bales e-mail pake HP. Lalu nyokap gw teriak dari lantai bawah, minta gw turun buat nemenin nyokap nonton tivi. Gw teriak bilang nggak mau, coz gw pengen tiduran sambil pake selimut coz Bandung dingin malam ini. Tapi nyokap gw maksa gw turun, katanya gw boleh tiduran di kursi, gw boleh pake selimut yang ada di lantai bawah, tapi pokoke gw kudu turun. Kalo gw nggak mau nemenin nyokap nonton tivi, nyokap ngancem bakalan ngadu ke bokap gw yang malam ini lagi kerja di luar. Gw akhirnya ngalah dan mutusin buat turun sambil bawa HP gw, coz gw takut bokap gw akan marah lantaran gw nggak nemenin nyokap, sehingga akibatnya bokap gw nggak akan beliin gw martabak keju kesukaan gw.

Dan di situlah musibah itu terjadi. Gw nurunin tangga sambil nyanyi-nyanyi riang, dan pas gw mijak anak tangga terakhir, gw nginjak ujung trap yang salah. Tiba-tiba gw lihat dunia jadi oleng, dan berikutnya gw sudah terjerembab ke lantai.

Kaki kiri gw nampaknya mendarat dengan sikap yang salah, mengakibatkan rasa nyeri yang ngilu bukan main menjalar dari telapak sampai ke paha. Gw denger mulut gw sendiri menjerit-jerit nyeri seperti jeritan Diego Simeone waktu (pura-pura) kesandung kaki David Beckham pada pertandingan Argentina vs Inggris di putaran perdelapan final Piala Dunia '98.

Nyokap gw dan adek gw tergopoh-gopoh menghampiri kaki gw, tapi gw larang keras nyokap gw nyentuh kaki gw. Sakit..sumpah..sakit!

Gw tau apa yang gw takutkan, gw takut sendi tungkai gw bergeser dari tempatnya dan itu akan menyebabkan kelumpuhan yang cukup lama rehabilitasinya. Jadi gw dengan ngeri menatap kaki gw sambil berdoa, Tolong jangan bengkak please, tolong jangan bengkak! Adek gw nyuruh gw berhenti menjerit-jerit coz itu mengingatkannya kepada pasien-pasiennya di rumah sakit, jadi mahasiswa magang yang satu ini nyuruh Bu Dokter yang kesakitan ini menggerakkan kaki gw pelan-pelan. Sakit..! Tapi adek gw terus maksa sampai akhirnya kami bisa mastiin kaki gw cuman kena contusio jaringan belaka, meskipun gw terus-menerus mengaduh. Huhuhu..sakit banget!

Saat gw menulis blog ini, gw masih nyeri lantaran keseleo nista ini. Gw masih nggak mau minum obat apapun coz gw nggak mau bergantung sama pereda nyeri jenis apapun. Tapi saat gw mengistirahatkan kaki gw dengan posisi serba salah (dilurusin sakit, ditekuk sakit juga, mana yang bener sih?), gw memandang tempat kejadian perkara. Trap tempat gw celaka barusan adalah trap yang sama tempat nyokap gw juga pernah keseleo lima tahun yang lalu. Posisi jatuhnya juga sama.

Apakah orang tua gw telah membangun trap di bawah anak tangga dengan bentuk yang salah? Trap itu memang bentuknya segitiga dengan salah satu sudut nempel ke anak tangga. Nampaknya kaki gw dan kaki nyokap menuruni tangga dengan terlalu mepet ke sisi, sehingga saat menginjak trap, kaki kami malah nginjak sudutnya yang lancip, yang sebenarnya tidak terlalu lapang untuk ukuran kaki. Pantesan kami kepeleset.

Gw sebenarnya udah nyiapin tulisan lain buat blog malam ini, tapi insiden ini bikin gw nunda tulisan itu dan mutusin buat nulis yang ini secepat kilat. Gw cuman mau kasih ide bahwa lain kali kita bikin rumah yang lantainya ada trapnya, kudu diperhitungin betul-betul buat keselamatan lalulintasnya. Apalagi kalo keluarga penghuninya adalah tipe orang-orang pecicilan kayak gw dan nyokap gw, yang kalo jalan sambil mikirin yang lain jadi nggak liat-liat medan yang gampang bikin celaka.

Gw nggak ngerti kenapa gw celaka malam ini. Gw sudah mendiami rumah ini lama, dan baru kali ini gw kepeleset di tangga rumah gw sendiri. Mungkin gw punya salah dan nyenggol perasaan orang hari ini. Kalo hari ini ada yang menggerutu gara-gara ulah gw, gw sungguh-sungguh minta maaf. I don't intend to hurt you. You don't need to wish my ankle get hurted to make me realize how much I've broken your heart apart.

Maaf, blog malam ini nggak ada fotonya. Nampaknya insiden kecelakaan ini bikin gw baru saja kehilangan kamera gw.

Thursday, September 24, 2009

Antara Bandeng dan Orang Sekarat


Sudah banyak ditulis tips-tips tentang liburan, termasuk nyari hotel yang bagus dan murah, jalur alternatif yang belum diketahui orang, dan tempat makan yang enak. Tapi nggak ada yang pernah ngasih tips yang satu ini: Selalu bawalah baju hitam.

Selasa pagi di Semarang, gw sedang ngatur strategi buat beli bandeng. Heyy..bahkan beli bandeng aja harus pake strategi lho. Soalnya menurut tradisi keluarga gw, nggak lengkap pergi ke Semarang kalo nggak beli bandeng. Dan kami selalu beli bandeng di toko yang sama, di kawasan Pandanaran itu, meskipun saban kali ke sana kami selalu ngomel coz nggak pernah dapet tempat parkir yang enak. Saking penuhnya toko itu, sampai-sampai polisi Semarang terpaksa bikin pos mudik di seberangnya lantaran pengunjung toko itu selalu bikin macet.

Ada banyak macam bandeng dan gw pengen beli semuanya, mulai dari bandeng pepes duri lunak yang dibanderol Rp 52.500,- bisa dapet dua ekor; sampai bandeng otak-otak yang untuk dapet tiga ekor aja Anda harus ngerogoh kocek sampai Rp 78.500,-. Ada juga inovasi bikin-bikinan penjualnya berupa bandeng teriyaki yang seekornya dihargain Rp 28.500,-. Favorit gw sih jelas bandeng asap duri lunak, yang Rp 56.500,- bisa dapet empat ekor.

Beli bandeng itu mesti pake strategi, soalnya penjualnya mewanti-wanti bahwa tuh bandeng cuma tahan dua hari kalo nggak ditaruh di kulkas. Padahal menurut analisa gw, baru besok malam kami baru bisa dapet kulkas, coz paling baru besok malam kami tiba di Bandun lantaran selama liburan ini setir mobil dimonopoli bokap gw yang sudah mulai gampang capek. Belum tentu kami bisa dapet hotel yang ada kulkasnya, coz liburan Lebaran gini pasti semua hotel dijamin penuh. Sudah untung kalo nanti malem kami nggak tidur di pom bensin lagi.

Bisa aja sih beli banding vacuum yang tahan tiga bulan tanpa masuk kulkas. Harganya cukup Rp 66.500,- bisa dapet tiga ekor. Tapi nyokap gw nggak suka ide itu. Takut pengawet.

Sang toko bandeng sebenarnya juga nyediain jasa pelayanan pengiriman bandeng ke seluruh Indonesia. Kalo ngirim bandeng ke Bandung, sekilonya dipasangin tarif pengiriman sekitar Rp 14.000,-. Yang paling jauh ke Mimika, tarifnya Rp 96.000,-.

Lalu pas gw lagi mikir-mikir strategi beli bandeng itu, tau-tau bokap gw dapet SMS. Sepupu bokap gw ternyata lagi sekarat di Jakarta lantaran sakit jantung bonus radang liver. Gw nggak suka berpikir gini, tapi sebagai dokter, kami bisa meramal kapan seseorang akan meninggal, dan si Pakde itu sudah masuk kriteria di mana setiap orang harus mulai mengintensifkan doa. Yang dicemaskan oleh gw dan bokap, kalo sampai Pakde meninggal, maka hari itu juga kami kudu ke Jakarta untuk berkabung. Padahal dengan posisi kami yang masih ada di Semarang, paling-paling kami baru bisa sampai ke Jakarta besok sore. Lha kalo besok di Jakartanya melayat dulu, berarti sampai ke Bandungnya kapan? Lha kalo ke Bandungnya masih lama, gimana dong nasib bandengnya? Mosok mau melayat sodara sambil numpang nyimpen bandeng di kulkas mereka?

Akhirnya hari Selasa itu, gw sambil bersungut-sungut meninggalkan cottage kami di Semarang dan turun ke Pandanaran buat beli bandeng. Selesai acara belanja bandeng plus bonus wingko dan loenpia itu, kami buru-buru cabut dari Semarang dengan tujuan ngejar kulkas di Bandung sambil siaga telepon dari Jakarta.

Pas jam tiga sore kami baru sampai di Tegal waktu SMS masuk. Pakde meninggal barusan. Akan dimakamkan di Tanah Kusir besok pagi. Lupakan saja rencana kita pulang langsung ke Bandung.

Malam itu rasanya seperti malam yang panjang. Jalan masih panjang pula coz bokap gw berusaha menargetkan Jakarta secepat mungkin. Kami semua ngantuk, kecapekan, dan mencemaskan bandeng di bagasi belakang. Gw juga bingung coz gw teringat bahwa di koper gw cuman ada dua baju bersih yang semuanya tipikal khas baju liburan. Yang satu baju kembang-kembang warna item yang berkerut-kerut sexy, yang satu lagi gaun hamil kembang-kembang warna putih yang melayang-layang. Mana pantes gw pake baju-baju ginian buat melayat??

Gw rasanya meringis waktu jam delapan malem itu kami masih di perbatasan Brebes dan Cirebon. Kasihan bokap. Duuh..mudah-mudahan kabinet pemerintahannya yang berikut ini betul-betul dari kalangan profesional supaya mereka bisa bikin jalan tol dari Cirebon yang langsung ke Jakarta. Gw benci banget lewat Panturanya Kabupaten Indramayu yang jalannya nggak pernah tertib itu.

Perjalanan ini ngasih gw pelajaran penting. Kau tidak pernah tau kapan persisnya seseorang akan meninggal. Seseorang bahkan bisa aja meninggal saat kita lagi liburan. Makanya, kalo kau pergi liburan, jangan pernah lupa bawa baju buat melayat!

Dan satu lagi, nampaknya kami harus sedia kulkas dalam mobil. Saat gw menulis ini, gw masih belum percaya bagaimana sebuah perjalanan yang direncanakan hanya akan sampai Baturaden malah akan berakhir di sebuah toko bandeng di Semarang. Padahal kan mobil normal mana pun juga nggak akan ada kulkasnya. Coz kalo sebuah kendaraan beroda empat sampai punya kulkas, itu namanya bukan mobil. Itu namanya..karavan.

Wednesday, September 23, 2009

Seni Milih Hotel Transit


Salah satu kunci bikin liburan ke luar kota jadi asik adalah nentuin tempat nginep yang pas. Masalahnya sekarang gw nggak bisa nentuin mau nginep di hotel mana selama gw liburan ini. Lha gimana mau milih hotelnya, kalo tiap pagi gw bangun, gw sama sekali nggak tau malam ini mau tidur di mana. (Kayak gelandangan aja yak?) Lalu tiap gw nanya bokap gw hari ini kita mau ke mana? Mesti jawab bokap gw, ke timur atau ke selatan. Gw jadi gemes dengernya. Mbok jawab tuh yang jelas kek, mau ke Cirebon, atau ke Tegal, atau ke Baturaden kek. Jadi biar gw bisa pesen kamar hotel gitu lho. Mau ya kita udah jauh-jauh dateng ke suatu tempat dan ternyata pas di sana semua kamar hotel udah kepenuhan?

Pasalnya kebiasaan mudik Lebaran tiap tahun telah membuat gw belajar satu hal bahwa reservasi hotel itu penting. Pernah beberapa tahun lalu, kami dalam perjalanan arus balik dari Kreyongan ke Bandung, terpaksa meriksa tiap hotel bintang di Solo dan ternyata nggak ada satu kamar pun. Kami harap di Jogja masih ada hotel yang kosong, tapi ternyata juga penuh semua. Waktu gw mencoba nurunin standar dengan ngecek sebuah hotel melati, gw malah ditawarin satu-satunya kamar yang masih tersisa di situ, sebuah kamar yang kamar mandinya yang nggak ada pintunya. Feeling gw nggak enak, semula karena gw nyium dindingnya yang bau apek, sampai kemudian gw denger suara dari kamar sebelahnya, "Ooh..! Aah..! Oooohhh..! Aaahh..!" Spontan gw kabur dari hotel itu secepat kilat.

Monday, September 21, 2009

Pelajaran Pelarian


Yang bilang Jakarta nggak macet pas Lebaran, itu bo'ong. Yang bilang arus mudik berhenti pada malam takbiran, itu juga bo'ong.

Bokap gw ngeyel kepingin jalan-jalan. Mudik ke Grandma di Ciputat cukup satu malam aja. Selesai sungkem sama Grandma, gw dan bonyok dan adek gw ke pesta pora di rumah pamannya bokap gw di Bintaro.

Bokap gw kepingin kita pergi ke suatu tempat dan nginep di sana. Tempat mana aja, nggak peduli. Pokoke, bukan di Bandung.

Itu tidak gampang, kata gw. Mau nginep di hotel mana? Seperti yang pernah gw bilang, pelayanan hotel-hotel merosot drastis pada hari Lebaran.

Ada beberapa hotel favorit gw di Anyer, Ancol, dan Puncak, tapi tempat itu penuh semua. Jadi pilihan terakhir, ke timur.

Gw nggak suka ide itu. Pasalnya, bokap gw nggak cukup kuat lagi buat nyetir sejauh itu.

Tapi bokap gw maksa. Intinya, kami nggak boleh pulang. Bokap gw bosan liat Bandung. Ini judulnya pelarian.

Jadi kami pergi. Gw nggak bisa bayangin ke kota mana kami akan pergi malam ini, di mana mau nginep. Kata bokap gw, nyetir secapeknya aja.

Untuk menambah keriaan, dua sepupu bokap gw kepingin ikutan lari. Jadi berangkatlah ketiga keluarga dengan tiga mobil ke arah timur Jakarta, jam tiga sore.

Dan ternyata halangan sudah dimulai di Bintaro. Antrean kendaraan menyemut di pintu masuk tol Bintaro bak siput ngantre beras. Ini hari Lebaran dan macet berat!

Gw duduk di bangku belakang sambil ngeliatin kendaraan yang mudik. Arus kendaraan begitu padat ke arah timur. Mobil-mobil beragam mengindikasikan lapisan ekonomi setiap keluarga pemudik, tapi hampir semuanya penuh. Gw paling seneng liat mobil yang ngangkut bawaannya di atas kap mobilnya, meringis bayangin apa aja yang berusaha mereka bawa sampai-sampai nggak cukup buat ditaruh di dalam. Ada sebuah Suzuki Carry yang nampak kepenuhan, gw liat di bangku depan ada dua bapak dengan dua anak kecil, jendelanya dibuka lebar-lebar, bikin gw memperkirakan nampaknya satu mobil itu mengangkut dua keluarga sekaligus dan mereka kepanasan.

Di depan Carry itu, ada juga sebuah APV, biarpun mobilnya lebih mewah tapi isinya sama aja, kepenuhan. Inilah potret umum keluarga-keluarga Indonesia di waktu Lebaran, mau melakukan apa aja untuk kumpul sama sodaranya di hari raya.

Berulang kali gw liat muka bokap gw yang berusaha nembus macet dari sepanjang tol Bintaro sampai tol Cikampek. Bokap gw ngantuk, capek, padahal tol belum ada setengahnya lewat. Gw berusaha bertanya, Are you sure that you wanna do this? Kita bisa aja berhenti di Cikampek lalu belok ke arah Padalarang dan pulang ke Bandung. Tapi bokap gw bersikeras nggak mau pulang.

Akhirnya salah satu sepupu bokap gw nelfon. Tante Rina sudah keluar di tol Cikampek, dan ternyata dipaksa polisi belok kanan ke arah Purwakarta. Padahal kalo mau menjalankan rencana kita ke Tegal, mestinya belok kiri.

Suami Tante Rina terdengar gusar. Bokap gw suruh mereka belok ke Subang, masuk area Kalijati. Nanti setelah dapat Kalijati, ambil jurusan Pamanukan, dan kita ketemu di Cirebon.

Dan setelah berjuang melawan macet, mobil bokap gw akhirnya berhasil keluar dari tol Cikampek. Aneh, bukannya dibuang pula ke Purwakarta, kendaraan kami diijinin polisi belok kiri ke arah Cirebon. Saat itu kira-kira jam lima sore.

Ternyata, pas Tante Rina lewat sini tadi, sedang terjadi kemacetan besar yang bikin polisi terpaksa memberlakukan sistem buka-tutup. Tante Rina dapet sistem tutup. Pas bokap gw yang lewat, sistem pun dibuka.

Akhirnya suami Tante Rina nyerah lantaran kecapekan. Mereka nggak mau lagi jalan ke timur dan milih balik lagi ke Jakarta.

Bokap gw, dan sepupunya yang lain, Om Heru, milih lanjut ke timur.

Gw nggak inget kapan pernah selama itu jalan ke timur. Rasanya perjalanan kok nggak sampai-sampai. Gw nyerah dan jatuh tertidur. Saat gw terbangun lagi jam tujuh dan liat papan nama toko-toko pinggir jalan, ternyata kita masih di kawasan Indramayu.

"Sudahlah, kita tidur di Cirebon aja," gw dengar bokap gw ngomong ke Om Heru di telepon. Tapi belum reservasi lho.

Gw melakukan satu-satunya yang gw bisa, yaitu browsing di HP gw. Gw nemu nama hotel incaran di Cirebon di Google, lalu gw telfon. Nyokap gw nawar-nawar tarif, tapi manajernya nggak mau ngalah. Kamar tipe kecil, mereka sewain dengan tarif mahal. Sediakan dua kamar, kata nyokap gw. Kata manajernya, kalo kami belum dateng juga jam 10 malem, kamar dikasihin ke orang lain. Siyalan. Cirebon masih 95 km lagi, ini baru jam 7.30. Bokap gw langsung ngebut.

Akhirnya, kami tiba di Cirebon jam 9.45. Ya Tuhan, macet bener pulau ini di hari Lebaran. Gw masuk kamar, dan langsung mandi.

Begitu besar keinginan kami buat pelarian, dan waktu suami Tante Rina menyerah dan mundur, gw sempat ngira bokap dan Om Heru akan nyerah juga. Tapi gw salah. Mereka ngeyel, dan akhirnya kami memang mencapai timur.

Tak ada yang gratis kalo kau ingin sesuatu. Kau harus berjuang untuk itu.

Gw berharap, andai gw mau mewarisi setengah aja dari semangat juang bokap itu.

Saturday, September 19, 2009

Banjir a la Robot Lebaran


Tiap kali Lebaran, HP gw selalu penuh dengan SMS-SMS dari teman-teman gw. Nomernya sih nomer teman-teman gw, tapi gw kadang-kadang merasa SMS itu bukan dikirim oleh teman-teman gw, tapi oleh sekretaris mereka.

Dua tahun lalu tuh, setelah salam solat Id, mulai duduk bersila sambil lirak-lirik jemaah lain. Gw sebenarnya kepingin buru-buru pulang ke rumah Grandma yang letaknya cuma beda tiga blok dari situ, tapi nyokap gw melototin gw supaya gw tetap duduk dan dengerin pidato.

Pasalnya gw bukan ogah dengerin khotbah, tapi masalahnya gw suka sebel sama khotbah yang pengkhotbahnya berpidato sambil marah-marah dan menghujat orang kafir. Pikir gw, hari ini kan damai turun ke bumi, mbok sekali-kali ini ajalah jangan marah-marah. Lagian tanpa dihujat pun orang kafir tuh udah dipastiin nyungsep nanti di neraka, ngapain pake acara dihujat-hujat pula?

Tapi akhirnya gw maksain duduk sambil berharap mudah-mudahan pengkhotbahnya tahun ini diganti orangnya dengan pengkhotbah yang nggak suka marah-marah. Seandainya pengkhotbahnya marah-marah, gw janji tahun depan kalo solat Id gw mau bawa walkman aja buat nyumbat kuping.

Tapi satu hal lagi, sehubungan gw bukan pendengar yang baik kecuali kalo yang gw dengerin adalah lagu-lagu Maksim atau Bryan Adams, belum apa-apa gw udah kebosanan padahal khotbahnya belum jalan lima menit. Jadi gw nyalain HP dan mulai ngirim SMS selamat Lebaran ke seorang kolega yang udah lama nggak ketemu.

Tak lama dua menit kemudian, ada balasan, "Walaikum salam, Vicky. Kabar Irun baik. Bulan ini baru pulang dari PTT di Wakatobi, insya Allah bulan depan mau daftar spesialis. Vicky sekarang kerja di mana? Selamat idul fitri juga, mohon maaf lahir batin. Salam buat keluarga."

Gw bales SMS-nya Irun lagi, bilang gw udah kerja di rumah sakit, terus byebye aja deh. Lalu gw lanjutin dengan SMS orang-orang lain sembari nungguin kiotbahnya selesai.

Nah, pas siangnya, kira-kira jam 11-an gitu, ada SMS masuk lagi masuk ke HP gw. Hm, batin gw, pasti ada orang ngirim SMS Lebaran lagi ke gw. Gw liat nomernya. Heh? Kok nomernya si Irun lagi? Mau ngomong apa lagi dia? Ya udah, gw buka aja.

Ternyata tulisannya gini, "Assalamu'alaikum, Irun dan suami mengucapkan selamat Idul Fitri, minal aidzin wal faidzin, mohon maaf lahir batin. Salam buat keluarga."

Gw tertawa terpingkal-pingkal. Nyadar nggak sih dia kalo tadi pagi dia udah bilang selamat Lebaran ke gw? Kemungkinan sebabnya mungkin gini:
1. Irun pasti merasa banyak dosa sama gw, sampai-sampai dia merasa perlu ngirim selamat Lebaran ke gw dua kali.
2. Irun lupa kalo tadi pagi dia udah SMS-an Lebaran sama gw, makanya dia sekarang ngirim selamat lagi ke gw.
3. Irun baru bikin SMS Lebaran, lalu dia copy paste ke banyak orang. Dan jarinya keserimpet sehingga nama gw ikut tercontreng.

Gw mau ngomongin yang nomer tiga aja. Berapa banyak dari Anda yang suka pake fasilitas "copy paste" dan "send to all" buat ngucapin selamat hari raya? Gw yakin banyak. Gw juga suka make kok.

Tapi sekarang kalo gw nyebut sebuah nama secara acak aja yang Anda kenal, bisakah Anda memastikan bahwa SMS Lebaran yang Anda copy paste itu udah Anda kirim ke orang tersebut?

Jawabannya mungkin salah satu di bawah ini:
1. Selama nama itu ada di phonebook saya, pasti udah saya kirimin. Soalnya saya pake fasilitas send to all.
2. Saya nggak tau apa dia udah dikirimin apa belum. Soalnya saya nggak tau namanya ada di phonebook saya atau enggak.
3. Nama dia ada di phonebook saya. Tapi saya nggak ngirimin dia selamat Lebaran. Soalnya saya masih marah lantaran dia malingin ayam saya kemaren.
4. Sudah! Kan dia orang pertama yang saya SMS-in.

Seringkali kita dibikin jauh dari teman sendiri karena teknologi. Gw merasa kadang-kadang gw bukan dikirimin selamat oleh teman, tapi oleh sebuah robot bernama send-to-all. Seolah-olah nilai personalisasi dalam suatu ucapan selamat Lebaran itu udah tergerus habis. Kalo memang ngirim SMS massal itu nggak ada nilai personalisasinya, apakah kandungan silaturahmi itu masih ada?

Yang lucu, adalah orang-orang berlomba bilang selamat Lebaran pada malam takbiran. Ya bagus sih, kan siapa yang minta maaf duluan, dia yang lebih keren, kan? Atau bisa juga coz takut trafik SMS macet berat pada hari Idul Fitri sehingga banyak SMS yang gagal terkirim tepat waktu. Beberapa teman gw bahkan udah mulai kirim SMS Lebaran dari dua hari lalu. Yang gw perhatikan, apakah mereka memang tau persis siapa-siapa aja yang mereka kirimin, atau mereka cuman sekedar curi start buat setor SMS doang?

Coz kalo memang apa yang selama ini kita lakukan hanya sekedar setor SMS oleh robot send-to-all buat ngirim suatu pesan yang hanya copy-paste, maka gw ogah membuka HP gw di pagi hari Idul Fitri. Apa nggak sebaiknya gw biarkan aja SMS-SMS copy paste serangan fajar itu numpuk sampai banjir mereda, baru gw balas 2-3 hari kemudian?

Lihat aja, pasti 2-3 hari ini inbox gw dibanjirin SMS kiriman (robot) teman-temen gw.

Selamat Lebaran! Mohon maaf lahir batin yaa..

Friday, September 18, 2009

Merayakan Sidik Jari


Menurut metode Henry Faulds, buat nentuin apakah sidik jari seseorang itu cocok dengan database orang yang kita cari, diperluin minimal sebelas titik yang menunjukkan kesamaan antara sidik jari sampel dengan sidik jari sasaran.

Pada jenazah orang yang ditembak mati di sebuah rumah kecil di Solo kemaren, ternyata sidik jarinya menunjukkan tidak cuman sebelas, tetapi 14 titik kesamaan dengan database sidik jari Noordin M. Top yang dikirim Polisi Diraja Malaysia.

Saat ini gw sedang mengingat-ingat apakah kepolisian Indonesia punya database sidik jari gw. Yang lebih penting lagi, apakah kepolisian Indonesia punya database sidik jari seluruh penduduk Indonesia.

Terus terang aja, kalo kepolisian punya database sidik jari ini, negeri kita nggak perlu pusing dengan banyaknya angka kriminalitas di negeri ini. Ambil aja contoh kecilnya kalo ayam kamu dimalingin orang, polisi tinggal ngambil seluruh sidik jari yang ada di kandang ayam. Hasil-hasil contoh sidik jari itu nanti dipindai, terus dicocokin pake komputernya polisi yang punya daftar database sidik jari seluruh penduduk Indonesia. Hanya dalam tempo beberapa jam aja, maling ayamnya akan ketemu. Pemilik ayam akan mendapatkan ayamnya kembali. Ayamnya kita potong rame-rame, lalu kita panggang buat selametan. Hmm..lezat!

*Inilah akibatnya kalo mimpi di siang bolong.
1. Hanya Tuhan yang tau berapa jumlah sesungguhnya penduduk Indonesia, mengingat banyak sekali orang punya KTP dobel. Kalo jumlah KTP aja udah dobel, apalagi jumlah database sidik jari?
2. Bahkan kalo rencana ini berhasil, belum apa-apa program ini sudah gagal duluan. Pasalnya database cuman bisa dibuka pake kompienya kantor polisi. Gimana caranya mau nangkep maling di dusun kalo buat buka kompienya polisi aja gagal lantaran listrik di pedalaman masih sering byar-pet? Di mana-mana juga pasang listriknya dulu, baru pake kompie. Sudah untung kalo kantor polisi nggak pernah mati lampu!*

Sewaktu gw liat adegan foto ini di siaran berita tivi tadi pagi, gw baru nyadar sesuatu. Kalo dipikir-pikir, Bambang Danuri ganteng juga ya? ;-)

Gw bertanya-tanya, apa yang bikin orang yang tadinya biasa-biasa aja tau-tau jadi keliatan ganteng? Apakah karena dia berhasil melakukan sesuatu yang telah diusahakannya selama bertahun-tahun?

Selanjutnya, apa yang bikin orang yang tadinya nampak ganteng dan gagah lalu lama-lama sekarang tampangnya menjadi nampak lelah dan sepuh? Apakah karena masalah bertubi-tubi datang menderanya, ditekan sana-sini, dan sekarang apa yang bisa dilakukannya hanyalah berusaha tetap bertahan sampai dia betul-betul nggak tahan lagi hingga akhirnya dia jatuh?

Gw sadar Bambang Danuri, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, saat ini senang banget. Bahagia, coz anak-anak buahnya di Detasemen Khusus 88 akhirnya berhasil nangkep mati seseorang yang kepalanya jadi buruan nomer satu di Negara ini: Noordin M. Top. Noordin sudah lewat! Malingshit yang satu ini sudah diganyang. Rakyat senang. Polisi senang. Gw senang. Kita semua senang.

Dan blog ini gw persembahkan untuk janda-jandanya Noordin M. Top. Pesan gw cuman satu. Girls, please, rada pinteran dikit lah kalo mau ngawinin pria.

Noordin M. Top, kau sudah tidak ngetop lagi!

Thursday, September 17, 2009

Perkara Kertas Ribet


Buat gw yang generasi digital tulen, mengirim kartu Lebaran adalah proyek besar-besaran.

Selama ini gw lebih banyak ngirim ucapan selamat Lebaran via e-mail, dan jauh lebih sedikit lagi via SMS. Karena asumsi gw, setiap orang yang gw kirimin ini sudah lazimnya punya account e-mail sendiri, dan jelas jauh lebih murah ketimbang ngirim SMS. Tapi kali ini gw mutusin buat ngirim selamat Lebaran kepada sepasang suami-istri yang tinggal di sebelah gw waktu gw di Cali dulu, dan pasangan tua ini jelas tidak punya e-mail, sedangkan gw nggak mau ngirimin via SMS coz gw punya niat kepingin ngirimin mereka foto. Foto beneran, yang bisa dipigura, bukan cuman jadi wallpaper doang.

Pasangan ini dulu suka berantem di rumahnya, dan gw sering mencuri dengar pertengkaran mereka yang rata-rata diselenggarakan dalam bahasa Dayak itu (jangan nuduh-nuduh gw nyuri-nyuri dengar pembicaraan orang, salah sendiri kenapa dinding rumah dibikin dari kayu!). Suatu hari gw ngedatengin rumah mereka, dan menyadari dengan jelas, ternyata pasangan itu nggak punya foto mereka yang terpasang di ruang tengah keluarga. Ada sih foto suaminya sendirian, ada foto bininya sendirian, ada foto mereka berdua berpose bareng anak mereka yang menikah di pelaminan, tapi nggak ada foto pasangan itu sebagai suami-istri berdua saja. Gw membatin, pantesan pasangan ini berantem. Coba kalo pas lagi berantem mereka liat foto pasangan itu di ruang keluarga, niscaya berantemnya reda. Percaya deh, terapi foto ini sangat efektif ketimbang langganan konsultan pernikahan.

Jadi pas hari gw mau meninggalkan Pulang Pisau, gw membuat kejutan dengan memotret mereka berdua di depan rumah pake kamera gw. Pura-puranya buat kenang-kenangan untuk gw, padahal gw sendiri berencana mau mencetak foto itu dan ngirimin hasil cetakannya ke mereka, pas Lebaran ini.

Dan di sinilah proyek besar itu dimulai. Ternyata gw sendiri sudah lupa caranya nyetak foto. Selama ini kan gw ngejepret-jepret foto cuman buat ditaruh di wallpaper, ditaruh di Facebook, atau paling sering ya ditaruh di blog. Gw nggak punya bayangan sama sekali tentang nyetak foto itu ukuran berapa R, berapa ongkosnya, berapa lama nyetaknya. Lalu yang nggak kalah penting, gw sudah lupa caranya ngirim kartu Lebaran. Gw lupa di mana jualnya kartu Lebaran yang bagus, gw nggak tau berapa ongkos perangko.

Maka kemaren, gw turun ke toserba terdekat dari rumah gw buat belanja bulanan, sekalian beli kartu Lebaran. Ya ampun, dasar yang namanya kartu Lebaran tuh susah banget nyarinya yak? Setelah nanya-nanya sama pramuniaga, gw terhenti di satu-satunya rak kartu Lebaran yang ada di situ. Duh, ini toko nggak niat banget jualan kartu, mosok kartu Lebaran yang dijual cuman seiprit, nggak ada tuh jumlahnya sampai dua lusin. Gw jadi susah banget milih, lha wong pikir gw kok kartunya nggak ada yang bagus. Akhirnya gw terpaksa milih kartu yang rada paling mendingan. Setelah gw lihat harganya, gw makin manyun. Beuh..dengan harga segini sih gw bisa ngirim SMS Lebaran sampai ke 75 orang.

Selesai acara beli kartu Lebaran, gw turun ke studio foto. Celingak-celinguk, gw nanya-nanya ukuran foto yang pas supaya bisa dimasukin ke amplopnya. Ternyata si amplop kartu Lebaran tuh cuman muat ukuran foto paling gede 4R. Ya udah, gw suruh si pramuniaganya nyetak. Kata si pramuniaganya, fotonya bakalan jadi jam 2 siang. Waktu itu, baru jam 10 pagi. Heh? Gw bengong. Kok lama bener sih empat jam?

Kata Jeng Pramuniaga, bisa kalo mau langsung jadi sekarang juga, tapi cetakannya yang ukuran 3R atau 5R. Gw makin terheran-heran aja. Kok bisa 3R atau 5R langsung jadi saat itu juga, tapi kalo 4R kudu nunggu empat jam lagi? Gw bilang ke si Diajeng, “Saya nggak nyetak banyak-banyak kok, Mbak, cuman nyetak empat biji..”
Tapi si Diajeng yang manis tetep bilang bahwa kalo nyetak 4R itu kudu nunggu sampai empat jam lagi, kecuali kalo mau nyetak 3R atau 5R..!

Ya udah, akhirnya gw terpaksa nunggu empat jam buat nyetak 4R. Sekarang hasil fotonya udah jadi. PR berikutnya adalah beli perangko. Gw ke kantor pos, ngeposin kartu Lebaran itu berikut fotonya, dan dengan tolol nanya sama yang jaga kantor pos, berapa biaya prangko buat ngirim surat dari Bandung ke Kalimantan Tengah. Katanya petugas itu, kalo kirim biasa prangkonya Rp 2.500,-, tapi kalo kirim kilat khusus biayanya Rp 6.000,-. Karena gw dateng ke kantor posnya baru kemaren (tanggal 16 September), kalo suratnya dikirim sekarang, maka sampai di tujuan setelah Lebaran. *membuat gw bertanya-tanya kenapa namanya kilat khusus padahal sampainya sama-sama lelet*

Hehehe..jadilah gw ngirim kartu Lebaran dan foto via pos ke Pulang Pisau. Ya ampun, ternyata ribet banget yak? Kayaknya kalo nggak special occasion kayak gini, nggak bakalan deh gw ngirim-ngirim kartu Lebaran. Mudah-mudahan para pengrajin kartu ucapan, para pengusaha studio foto, dan orang-orang kantor pos, nggak patah hati melihat orang lebih seneng bilang selamat Lebaran via internet dan SMS. Kalo bisa ada yang lebih praktis, kenapa mesti dibikin ribet?

Wednesday, September 16, 2009

Silakan Apaan?!


Lebaran sebentar lagi. Yang muslim mulai siap-siap. Ya nyiapin baju dan mukena bersih buat dipake solat Ied (ya iyalah, mosok mukena bau apek yang mau dipake?), nyiapin rumah yang dicat baru (jelas jauh lebih murah ketimbang beli sofa baru), nyiapin stok pulsa yang banyak (jangan sampai pulsa abis gara-gara dipake balas banjir SMS!)

Yang bukan muslim juga siap-siap. Asisten pribadinya pulang kampung, alamat nih seluruh rumah diberdayakan menjadi kuli. Ya masak, ya cuci baju, ya ngepel, ya nyabet rumput. Hayoo..berapa dari Anda yang nggak bisa ngurus rumah sendiri dan milih kabur buat nginep di hotel? Katanya booking-an hotel-hotel udah penuh sekarang. Gw sendiri pernah berada di hotel pas Lebaran tahun lalu. Pengalaman buruk, coz mutu pelayanannya merosot lantaran separuh pelayan hotelnya lagi mudik.

Salah satu yang menyenangkan dari Lebaran buat gw tentu saja adalah kue-kue. Lontong dan opor ayam mungkin langsung ludes hanya dalam beberapa jam, tapi kue-kue Lebaran selalu bertahan lama, minimal untuk beberapa hari. Hampir segala macam kue gw suka, meskipun gw menaruh hasrat paling besar terhadap cheese cake dan tiramisu. Itu buat tipe-tipe kue yang kalo dimakan kudu duduk manis dengan kaki rapat supaya mulut nggak celemotan kena krim ya. Tapi kalo kue-kue kecil yang bisa dima'em macam kastengel dan nastar a la bangsa-bangsa londo jaman dulu, gw juga seneng banget lho, apalagi kalo ada cokelatnya, hehehe. Dasar lemak maniak..

Kenapa namanya kue Lebaran? Yaa soalnya kuenya dimakan pas hari Lebaran. Jadi kalo dimakannya sebelum 1 Syawal, ya namanya bukan kue Lebaran! Itu bikin gw manyun soalnya kue-kue itu selalu bikin gw ngiler, mosok buat melahapnya gw kudu nunggu Lebaran, kan lama tuh, hehehe.. Yang nggak kalah nyebelin adalah kebiasaan sesepuh keluarga gw yang misah-misahin mana kue buat dimakan oleh anak-anaknya sendiri, mana kue buat disuguhin ke tamu-tamu. Jadi maksudnya tuh pas kita nyuguhin kue-kue itu ke tamu pas open house, kuenya masih tersusun rapi gitu di stoples, bukan hampir abis dan tinggal sisa-sisa remah-remahnya lantaran diganyang rame-rame oleh gw dan sepupu-sepupu gw, hehehe..

Nah, kira-kira Lebaran beberapa tahun lalu, di rumah Grandma gw open house. Waktu itu umur gw 20 tahun, dan tibalah saatnya gw kudu belajar buat nyuguhin hidangan ke tamu.

Jadi BuDe gw menatar gw di dapur kayak gini, "Vicky, nanti kalo ada tamu, Vicky ngeluarin kue-kuenya ya. Dibawa pake baki, bawa piring kecil sesuai jumlah tamunya, jangan lupa tisunya ditaruh satu-satu di atas piringnya. Terus stoples kuenya taruh di tengah, lalu Vicky noleh ke tamunya, bilang gini, 'Silakan dimakan kuenya..' Ngerti? Jangan lupa ya, senyum. Inget? SENYUM!"

Waktu itu gw cuman manggut-manggut. "Ya, BuDe," jawab gw, berusaha mengingat-ingat. Apa aja tadi? Baki. Piring. Stoples kue. Silakan. Senyum. Hm, apa yang ketinggalan ya? Oh ya, tisu!

Nah, maka menjelang siang datanglah tamu itu. Sepupu gw bawa mertuanya, sepasang suami-istri berumur sekitar 60-an. Mereka bersalaman basa-basi sambil cipika-cipiki, sementara BuDe gw memberi gw kode untuk memulai upacara suguhan kue itu.

Jadi gw keluarinlah kue-kue kastengel itu. Segalanya sempurna. Bakinya gw sampirin taplak, lalu gw taruh piring-piring kecil itu, dialasin tisu yang udah dilipet a la belah ketupat, lalu gw sodorin stoples kuenya, dan gw mamerin senyum gw yang paling manis seraya berkata, "Silakan dimakan kuenya, Bu, Pak.."

Oh, betul-betul anak perempuan yang njawani banget..

Setelah upacara suguhan gw itu selesai, gw langsung kabur ke kamar buat bales-bales SMS.

Tamu itu nggak lama. Satu jam kemudian, gw denger tamu itu pulang dengan mobilnya.

Lalu tiba-tiba gw denger BuDe gw berseru, "Vickiiieee!"

Sekarang apa? Gw merengut. Gw keluar dari kamar dan nyaut, "Dalem?"

BuDe gw melototin gw. "Kenapa kuenya tadi belum dibuka isolasinya??"

Gw tersentak. "Heh?!"

BuDe gw ngacungin stoples kue yang tadi gw suguhin itu. Ya ampun! Ternyata waktu tadi gw nyuguhin kuenya ke tamu, stoplesnya masih disegel rapat pake selotip!

Adek-adek gw ketawa ngakak, sementara gw ngetok-ngetok kepala gw sendiri. BuDe gw ngedumel, "Pantesan tadi tamunya cuman ngeliatin kuenya, tapi kuenya nggak diambil! Pasti tadi mikirnya, ini yang punya rumah cuma mamerin kue doang, tapi nggak niat nyuguhi! 'Silakan dimakan..' Apa yang mau dimakan, lha wong kuenya masih ditutup, rapat!"

Gw membela diri. "Ta' kira tamunya mau mbuka stoplesnya sendiri?!"

"Ya tamunya mau mbuka stoplesnya ya sungkan, mosok tamunya yang suruh mbuka isolasinya stoples??"

Hahaha..mbayangin mertuanya si Kakak yang anggun itu mbuka segel selotipnya stoples cuma buat ngambil kastengel..

Oh my God.

***

Minggu ini gw udah nyiapin kue buat Lebaran. Ada boka potjes, keju mete, pie, dan lain-lain. Masih disegel rapat, takut dimasukin semut. Mudah-mudahan waktu gw suguhin ke tamu nanti, gw nggak lupa buka segelnya dulu. Memang dasar niat jeleknya, kuenya mau dimakan sendiri, hahaha..

Tuesday, September 15, 2009

Dermawan Sih, Tapi..


Bahwa, bersedekah itu sangat dianjurkan, tapi nggak boleh sampai menghilangkan nyawa orang.

Hari ini tanggal 25 Ramadhan. Rakyat Mataram tau persis bahwa setiap tanggal ini, di rumah Pak Haji, akan diadain pembagian zakat massal. Ini sudah berlangsung bertahun-tahun, dan tahun ini Pak Haji melakukannya lagi. Setiap orang yang datang ke rumahnya, bakalan dikasih duit sebanyak Rp 25 ribu perak. Nggak heran, orang-orang datang berduyun-duyun ke rumah Pak Haji hari ini. Sebagian besar adalah ibu-ibu, dan sebagian besar di antara mereka sudah bangkotan banget, dan sebagian besar lagi bawa anak-anak masing-masing. Pikirnya, pembagian zakat nggak ada ubahnya seperti beli minyak goreng yang dijatah. Kalo kamu datang ke rumah Pak Haji bawa anakmu dua orang, berarti ada tiga orang di keluargamu yang dapet zakat. 3 x Rp 25.000,-; berarti kalian bawa pulang duit Rp 75.000,- ke rumah, enak kan?

Pikiran inilah yang bikin kerusuhan di rumah Pak Haji, dan gw liat beritanya barusan di tivi. Rumah Pak Haji yang diserbu banyak orang, menjadi tempat di mana ratusan orang berjejalan di halaman macam ikan pindang karena berebutan duit yang dikasih Pak Haji. Akibatnya bisa diramalkan. Tanpa ampun, puluhan orang terinjak-injak oleh massa.

Polisi datang melerai kerusuhan. Ratusan orang disuruh keluar. Gerbang rumah Pak Haji disegel rapat. Semua orang marah-marah, karena nggak bisa ngambil duit yang dilambai-lambaikan Pak Haji.

Pak Haji di Mataram ini seolah nggak belajar dari peristiwa tahun lalu, di mana puluhan orang tewas gara-gara berebutan zakat yang dibagi-bagikan oleh seorang haji di Pasuruan, Jawa Timur. Pak Haji yang satu ini juga sama, suka bagi-bagiin zakat langsung ke masyarakat. Akibatnya orang-orang berduyun-duyun memenuhi halaman rumahnya demi minta limpahan duit, dan saking beringasnya kepingin duit, banyak yang jatuh dan terinjak-injak. Buntutnya, banyak yang tewas. Yang kesiyan, gara-gara peristiwa bencana itu, anaknya Pak Haji terpaksa dipenjara tiga tahun. Soalnya, anaknya Pak Haji itu dianggap bertanggung jawab atas pembagian zakat secara massal tersebut.

Zakat adalah ibadat yang wajib buat muslim. Memberi zakat akan dapet pahala, sedangkan tidak kasih zakat itu berdosa. Pak Haji nggak salah ngeluarin hartanya buat bayar zakat itu. Tapi yang repot, kalau dia tidak mengantisipasi kelakuan orang miskin yang biasa meluap-luap ketika melihat rejeki nomplok.

Ada alasan bagus kenapa tiap orang yang mau bagi-bagiin zakat sendiri secara massal harus lapor polisi dulu. Pasalnya, supaya polisi bisa mengantisipasi kerusuhan yang bakalan timbul. Jangan sampai yang namanya pembagian rejeki kepada orang miskin bisa berubah menjadi bencana yang menewaskan orang banyak.

Sikap sekularitas gw terusik. Barangkali urusan kenegaraan dan agama memang jangan dipisah-pisahkan. Mungkin Pemerintah perlu ikut campur juga dalam urusan agama, apalagi untuk urusan zakat ini. Antara lain mengeluarkan larangan, dilarang keras membagi-bagikan zakat secara massal tanpa pengamanan polisi. Soalnya, meskipun kedua Pak Haji di atas boleh dibilang dermawan, tapi boleh jadi apa yang mereka lakukan telah membahayakan nyawa orang banyak.

Karena kalo pembagian zakat itu bisa bikin seseorang terbunuh, apakah zakat itu tetap jadi rejeki yang berkah?

Monday, September 14, 2009

Alesan Putus


Hehehe..jadi kira-kira sepanjang minggu lalu tuh di Twitter lagi nge-trend topik #alesanputus. Pernahkah Anda ditanya, kenapa Anda putus? Ternyata banyak banget jawabannya yang ajaib. Lalu gw pikir gimana kalo gw bikin daftar versi gw aja, menjelaskan alasan-alasan konyol para perempuan kenapa mereka minta putus sama laki-laki. Siapa tau ternyata ada salah satunya yang jadi alasan jemaah blog gw mutusin cem-ceman masing-masing, hehehe..

Hampir selalu, gw benci laki-laki calon nggak sehat.

- "Kamu ngebul.. Kalo nyium kamu kayak nyium asbak!"

Pria kuper hampir selalu bikin il-feel.

- "Pas aku bilang hari ini aku mau update blog, kamu malah bingung, 'Blok tuh apaan sih, Say?'"

- "Kamu nungguin aku dua jam di mall ini dan nggak tau kalo di lantai atas ada Blitz??"

- "Kamu jemput aku di kantor kok pake sendal?"

- "Sayang..Tony Blair tuh bukan perdana menteri Ostrali..!"

Atau malah nggak fleksibel.

- "Heh? Jadi kamu cuma bisa nyetir mobil yang matic?"

Nasty guy is a Big No No!

- "Kamu garuk-garuk punggung melulu..kenapa seeh?"

- "Abis lu kalo pipis nggak pernah disiram.."

- "Kamu kalo boker pintunya nggak pernah ditutup.."

- "Aku liat foto kamu lagi ngupil di belakang setir mobil pas lagi kemacetan, foto kamu beredar di blog orang iseng di internet.."

Lalu, ini juga masalah selera.

- "Kelakuanmu kayak Rambo, tapi kok di playlist-mu ada Rinto..?"

- "Soalnya ringtone kamu Ridho Rhoma.."

- "Tiap kali kita ajojing di tempat disko, kamu malah goyang gergaji.."

- "Abisnya tiap kali mau meluk, kamu pake acara nari-nari dulu muter-muter tiang.."

Kita ini pacaran atau dagang?

- "Honey, saya ini pacar kamu. Bukan downline MLM kamu!"

- "Suruh debt collector itu berhenti ngejar-ngejar kamu lewat nomer HP-ku!"

Kadang-kadang, nyokapmu yang rese.

- "Sudah enam bulan kita pacaran di kamar kamu, tapi tiap kali mama kamu dateng, kamu suruh aku ngumpet di lemari baju kamu!"

- "Kata mama kamu, aku sekarang gendut!"

- "Mosok buat nentuin tanggal tunangan kita aja mama kamu pake konsul ke dukun??"

Kadang-kadang, ini masalah miskomunikasi yang parah.

- "Udah berapa kali gw bilang, nama gw Vicky, bukan Vivi!"

- "Abisnya kamu nggak punya nomer telfon aku!"

- "Kamu nelfon aku tiap menit! Kupingku sampai merah!"

Dengan tipe hubungan yang selalu berat sebelah.

- "Lu kira gw nggak capek jadi yang di atas melulu, apa? Sekali-kali gantian, napa!"

- "Pulsamu, aku yang bayar. Makan, aku yang bayar. Kamu ke toilet, aku juga yang bayar!"

Yang repot, kami suka lupa kalo pria masih culun.

- "Abisnya, tiap kali kita kencan kok nyokap kamu ikut melulu..?"

- "Engkau masih anak sekolah..1 SMA.."

Pria menyakitkan. Serius.

- "Abisnya pijetan kamu bikin sakiit..!"

- "Kamu penuhin mobil aku sama bunga, aku jadi nggak bisa duduk!"

- "Hm..bunga yang kamu kasih ke aku kemaren? Durinya nusuk jariku ampe berdarah."

Dan menakutkan.

- "Kok..foto buronan yang kabur itu mirip kamu ya?"

- "Engkong kamu tuh, jelalatan ngeliat aku kayak mata keranjang."

- "Aku nggak suka sama gigi emas kamu! Silaauu!"

Bahkan nyeret-nyeret ke maut.

- "Kamu suruh aku kasih makan ular piaraan kamu.."

- "Aku ngerti kamu horny, tapi kamu kan nggak perlu nyium aku pas kita berdua lagi ngantre minyak tanah?! Gara-gara itu kita diuber-uber rakyat sekampung, tauu!!"

Kadang-kadang parno.

- "Kamu nanya-nanya mantan aku melulu, cakep nggak? Macho nggak? Jangan-jangan kamu naksir mantan aku ya??"

Kadang-kadang malah mencurigakan.

- "Kamu bilang kemacetan? Jam dua pagi??"

- "Banyak banget yang ngaku dihamilin sama kamu, Pak.."

Tapi yang paling mencemaskan, kamu ini pria atau bukan?

- "Soalnya celana boxer-mu warna pink!"

- "Kok tanganmu gemulai, ya..?"

- "Kamu kok takut sama kecoa??"

- "Kok di dompetmu banyak foto cowok sexy..?"

- "Kok..boob kamu lebih gede dari aku?!"

Pada akhirnya, nggak ada alasan khusus apa-apa. Cuman gw aja yang kepingin masukin alasan ini, hahaha..

- "Abis kamu nggak mirip Brad Pitt!"

- "Soalnya paparazzi ngejar-ngejar kita melulu.."

- "Karena.. ehm, gw lebih naksir sama bokap lu."

Saturday, September 12, 2009

Bungkus Religius, Isi Dugem


Entah karena ini Ramadhan atau sekedar latah doang, tulisan gw akhir-akhir ini nggak jauh-jauh dari tema bulan puasa, Lebaran, dan sejenisnya.

*Ya iyalah, Vic, emang mau nulis yang lain? Kalo nulis tentang Natal, Natal kan masih lama. Imlek masih tahun depan. Hannukah? Kita nggak ngerti apa-apa, lha kita kan bukan Yahudi??*

Oke, jadi kemaren tuh adek gw, seorang mahasiswi kedokteran magang tahun terakhir, ngajuin proposal. Katanya gini, kan bulan ini dia dapet tiga undangan untuk buka bareng. Satu dari teman-teman gengnya di tempat kuliah, satu dari temen-temen SD-nya, satu lagi dari temen-temen kelas 3 SMA-nya. Adek gw nanya ke bokap gw, sebaiknya adek gw mesti dateng ke undangan buka puasa yang mana?

Heh? Bokap gw ngernyit. Pikir bokap gw, kan lu yang diundang? Kata bokap gw, lha bokap gw kan nggak kenal sama temen-temennya adek gw itu, peduli amat bokap gw perkara si adek mau dateng ke buka puasa yang mana?

Kata adek gw, oleh sebab adek gw masih mahasiswa yang belum punya penghasilan, sedangkan tuntutan social menuntutnya untuk tetap eksis, hehehe..jadi dia harus datang ke acara buka puasa itu. Nah, sekiranya subsidi dari bokap gw cuman cukup buat menghadiri dua acara doang, sedangkan undangannya kan ada tiga, ya udah datengnya ke dua acara aja. Sekarang, karena adek gw nodong bokap gw buat bayarin biaya sosialita adek gw itu, bokap gw dipersilakan milih acara yang mana yang sebaiknya didatengin adek gw, gitu lho. Hahaha..

*Kayak manajer artis aja deh, nentuin artisnya kudu dateng ke perhelatan yang mana supaya tetap jadi sorotan media..*

Nah, nyokap gw, yang sudah lama ngidam kepingin punya anak laki-laki, bilang sama adek gw, datenglah ke acara yang banyak cowok cakepnya.
Gw lebih licik lagi, karena orientasi gw adalah investasi ngeblog, gw nyuruh adek gw dateng ke acara buka yang ada temennya yang suka ngeblog.. (Jadi supaya dia promosiin blog gw ke temennya yang blogger itu, hihihi..)

Gw bilang ama dia, lha buka bareng itu kan intinya sebenarnya cuman makan malam bareng-bareng. Kalo cuman makan malam kan nggak usah nunggu bulan Ramadhan, kan bisa juga di bulan Rabiul Awwal, bulan Dzulhijjah, bulan Muharram, hehehe.. Terus kata adek gw, soalnya temen-temennya ini (dan dia) cuman bisa kumpul bareng pas bulan Ramadhan doang. Itu jawaban yang nggak masuk akal, mana ada orang bisa kumpul-kumpul buat makan malam bareng cuman pas bulan puasa?

Gw jadi inget masa-masa gw masih seumuran adek gw dulu, pas gw juga sering bikin acara buka puasa bareng. Malah biasanya gw yang jadi event organizer-nya, hehehe.. Hm..nggak selalu sih, biasanya gw liat-liat dulu. Kalo temen-temen yang diundang orangnya asik-asik, biasanya gw langsung bertindak jadi event organizer, termasuk ngusulin tempat, ngatur jadwal kumpul, dan nyebarin undangan alias ultimatum via SMS dan e-mail. Tapi kalo gw udah ngeliat-liat bahwa undangannya orangnya rese-rese, biasanya gw milih jadi swing guest (dateng nggak ya? Gimana nanti aja deh..) Prinsip gw, datenglah ke acara yang bisa bikin kamu ketawa!

Baru belakangan ini gw nyadar, bahwa di tiap buka puasa bareng tuh, acaranya selalu sama aja, kumpul jam sekian di suatu tempat, lalu kita akan konvoi ke suatu restoran. Di sana kita pesen makanan sendiri-sendiri, lalu kita makan dengan rakus sambil cekakakan. Memang namanya sih buka puasa, tapi setiap kali pulang selalu jalannya sambil miring-miring karena limbung kekenyangan bak orang mabuk. Kalo kayak gitu, masih inget teraweh nggak, ya? Hehehe..

Ada nggak sih yang nyadar bahwa buka puasa bareng umumnya hampir selalu identik buat jadi kesempatan reuni? Entah itu kangen-kangenan sama temen-temen jaman kuliah, temen-temen SMA, SMP, SD, bahkan mungkin temen-temen TK? Dan buat temen-temen SMA-nya aja nggak cukup temen SMA doang, tapi ada buka puasa khusus temen SMA kelas 3, buka puasa khusus temen kelas 1, khusus temen kelas 2.. Makanya acara buka bareng selalu jadi acara yang dinanti-nanti tiap kali bulan puasa, coz jadi acara reuni, lengkap diakhiri dengan acara foto-foto bareng dan update nomer HP dan alamat e-mail. Malah yang nungguin acara buka puasa ini nggak cuman temen-temen yang muslim, tapi juga temen-temen yang bukan muslim. Karena meskipun nama acaranya buka puasa bareng, tapi pada implementasinya sudah ganti jadi acara kumpul-kumpul alumni.

Yang lucu, gw pernah ditanyain sama temen gw yang Katolik, “Vic, ini kan bulan puasa ya? Kapan kita buka bareng nih..?” Padahal waktu itu baru minggu pertama bulan puasa, hihihi..

Lama-lama meng-organize acara buka puasa bareng nggak ada bedanya sama bikin acara dugem alias DUnia GEMbrot alias makan bareng-bareng. Paling-paling kerjaan ekstranya adalah milih-milih venue yang kira-kira ada musolanya supaya bisa solat. Mosok karena eforia ketemu teman lama pas buka bareng, saking hedonnya jadi lupa sembahyang Magrib?

Catatan: Foto di atas diambil tahun 2006, pas gw lagi buka puasa bareng-bareng sama kolega-kolega gw waktu masih jadi mahasiswa kedokteran magang dulu, di sebuah restoran Jepang di Ci-Walk, Bandung.

Friday, September 11, 2009

Hati Belah Jadi Dua


Ada beberapa bagian tertentu dari Lebaran yang ternyata nggak selalu menyenangkan buat sebagian orang, coz malah membuat mereka harus merelakan sesuatu.

Sepupu gw, Nay, seumur hidup hampir selalu merayakan Lebaran di rumahnya bareng bonyoknya di Malang. Kadang-kadang, kalo mereka ada dana lebih, mereka mudik Lebaran ke rumah Grandma kami di Ciputat, Jakarta, mungkin setiap 3-5 tahun sekali. Sekitar dua tahun lalu dia menikah, dan dapet suami orang Semarang. Itu mengubah pola kehidupannya dengan drastis; sejak itu dia dan suaminya selalu berada di Malang buat solat Ied, lalu siangnya sudah nyetir lagi ke Semarang, supaya mereka bisa berada di rumah bonyoknya si suami pada hari Lebaran kedua. Dan kita tau sendiri Semarang-Malang itu jaraknya jauh bukan main.

Lain lagi sepupu gw yang satu lagi, Dewo. Semenjak menikah 12 tahun lalu, dia kerja di Balikpapan. Mudik ke rumah BuDe gw di Jakarta adalah kemewahan buat dia, sama mewahnya dengan mudik ke rumah mertuanya di Gorontalo. Akibatnya, kalo Lebaran, dia lebih sering mudik ke Gorontalo ketimbang ke Jakarta.

Bokap gw sendiri, karena alasan geografis, lebih sering bawa keluarga kami ber-Lebaran di Ciputat, ketimbang ke rumah bonyoknya di Kreyongan, Jawa Timur. Nyetir Bandung-Kreyongan adalah perjuangan, perjalanannya minimal dua hari waktu bokap gw dulu masih muda, dan sekarang jadi tiga hari dengan nyetir ngos-ngosan. Makanya kami cuman mudik Lebaran ke rumah Grandma gw di Kreyongan beberapa tahun sekali. Akhir-akhir ini gw memohon-mohon supaya kalo mudik ke Kreyongan kita naik pesawat aja, supaya waktu tiba di sana tampang kita masih segar-segar, bukan kucel karena bergulat di jalan.

Gw mulai sadar bahwa gw nggak pernah merasakan perasaan bokap gw waktu Lebaran. Apakah bokap gw rela ber-Lebaran di rumah mertuanya, sementara bonyoknya sendiri cuman berduaan di Kreyongan nun jauh di sana? Apakah bokap gw kangen sama bonyoknya dan kepingin mencium tangan mereka di hari Lebaran? Gw nggak pernah mikirin itu, coz gw terlalu sibuk mengganyang ayam lontong yang dimasak di rumah Grandma gw di Ciputat.

Lalu gw sadar fase itu akan datang pada tiap manusia. Pada dasarnya manusia cuman punya sepasang orang tua, cuman ada dua paha yang harus disungkemi pada waktu Lebaran. Lalu manusia tumbuh dewasa, menikah, dan setelah itu menanggung konsekuensi untuk membaktikan dirinya kepada dua pasang orang tua. Maka bertambahlah menjadi empat paha yang harus disungkemi pada waktu Lebaran. Masalah datang ketika dua pasang orang tua itu tinggalnya berjauhan, kau jadi nggak bisa sungkem pada keduanya sekaligus. Dan saat itulah kau harus belajar merelakan.

Bokap gw harus rela nggak sungkem ke bonyoknya, coz harus Lebaran di rumah mertuanya. Dewo juga terpaksa merelakan nggak mudik ke rumah nyokapnya, coz kudu mudik di rumah mertuanya. Suaminya Nay juga rela menunda sungkem sama bonyoknya, supaya bisa nemenin Nay sungkem sama BuDe gw dulu. Nanti akan ada tiba saatnya gantian, di mana nyokap gw, Nay, dan bininya Dewo,harus rela menunda Lebaran di rumah bonyok masing-masing.

Mendadak, ketemu bonyok pada hari Lebaran aja udah cukup mewah. Belum tentu mereka bisa ketemu sepupu-sepupu yang main sama mereka sejak ingusan. Gw merasakan sendiri, kedekatan gw dengan sepupu-sepupu gw mulai renggang sejak mereka punya mertua. Masih untung ada Facebook, jadi sepupu-sepupu gw dan gw masih bisa cela-celaan. Yang nggak punya Facebook, udah lupa ini mukanya siapa.

Gw tau setiap manusia akan tumbuh dewasa. Nanti manusia akan harus milih mau Lebaran di orang tua yang mana. Tapi ternyata efeknya juga mengimbas berupa kehilangan kedekatan mereka dengan para paman, tante, dan sepupu mereka.

Dan mungkin, gw juga akan seperti itu. Umur gw sudah 27 tahun. Gw nggak tau kapan mau punya mertua, mungkin dua-tiga tahun lagi, mungkin satu tahun lagi, mungkin lima tahun lagi, mungkin sepuluh tahun lagi. Akan tiba di mana gw harus milih, mau ikut suami gw ber-Lebaran di rumah bonyoknya, atau gw yang merayu suami gw supaya tetap Lebaran sama bonyok gw aja. Itu juga belum ditambah problem kalo bonyok gw rebutan antara Lebaran di Ciputat atau mau Lebaran di Kreyongan.

Ini menyakitkan. Ada orang tua yang harus dikorbankan. Nggak ketemu sepupu. Nggak ketemu nenek. Padahal kalo nggak Lebaran juga belum tentu bakalan ketemu mereka. Apa ini yang dimaksud bahwa anak memang meninggalkan keluarga yang membesarkan mereka setelah mereka punya keluarga sendiri?

Makanya gw nggak pernah setuju kalo pernikahan beda agama itu dilarang. Pernikahan beda agama justru menyelesaikan urusan rebutan kunjungan anak pada hari raya. Enak kan, cuman sepasang orangtua aja yang Lebaran, yang satunya enggak. Nanti pas orangtua yang satunya lagi merayakan hari raya mereka, anaknya tinggal dateng. Jadi makan besarnya dua kali. Untung dong? :-p

Thursday, September 10, 2009

Harus Baju Baru, Ya?


Lebaran tinggal 11 hari lagi. Malah mungkin 10 hari lagi, coz ada wacana bahwa nampaknya Ramadhan tahun ini cuman 29 hari, bukan 30 hari seperti biasanya. Apapun keputusan para kyai MUI itu, gw nggak ambil pusing. Sekarang yang menarik perhatian gw, adalah tradisi orang buat berjejalan di toko baju tiap menjelang hari raya.

Setiap kali hari raya, gw selalu berada di rumah Grandma gw, coz sepupu-sepupu gw selalu ada di sana barengan bonyok mereka. Kita semua cuman ketemu paling-paling setahun sekali, jadi nggak pernah dari kita hafal siapa yang pake baju baru, siapa yang enggak. Kalo ketemu, paling-paling pertanyaan yang keluar selalu sama, "Aah..! Kenapa sekarang kamu gendut?!", atau "He, jangan cuman berdiri di situ! Ayo cepet bantuin BuDe sini bawain ayam lontong, jangan taunya cuma makan doang!", atau "Lhoo..ta' kira ada pejabat dateng? Ternyata kamu tho yang baru beli mobil ya?", atau..ini yang paling gw benci, "Vickyy..Cah Ayu, kapan kamu mau kawin?"

Gw merindukan suasana yang lain, mbok sekali-sekali pertanyaannya ganti jadi kayak gini, "Jiaaah..baju baru ya? Matching bo'..dari atas sampai sepatunya!", atau "Heyy..kok lu pake warna itu seh? Waktu kemaren gw bilang dress code-nya warna biru, itu nggak termasuk toska yang kayak gini..!", atau "Jangan kenceng-kenceng meluk gw. Nanti hair-spray di keriting rambut gw bubar."

Pembicaraan gituan jelas nggak pernah terjadi di rumah Grandma gw. Pembicaraan antar sepupu gw selalu penuh ledek-ledekan, berantem tentang siapa yang ngambil cherry di atas tiramisu lebih banyak sampai yang lain nggak kebagian, siapa yang tadi makan terlalu rakus sampai-sampai mengkavling toilet buat dirinya sendiri, siapa yang bajunya kena noda minyak gara-gara nyuapin cucu. Ketika sudah siang, kelakuan kami yang sopan-sopan tadi pagi pun berubah jadi berantakan, ada yang rebutan duduk di bawah AC atau di sebelah kipas angin, ada yang mulai mencopot kancingnya yang paling atas, ada yang mengaryakan lembaran koran buat kipas-kipas, sambil berkata, "Apa ini cuma perasaan gw doang atau AC-nya rumah Grandma memang nggak dingin?"
Biasanya gw akan menimpal, "Masalahnya kalian semua dateng pada bawa anak, itu yang bikin rumah ini jadi penuh dan kepanasan."
Lalu kakak gw akan menggoda gw, "Kapan lu bikin anak, Vic? Biar rumah ini makin panas, hahahah.."
Gw mencibir. "Nanti! Kalo kita sudah nambah AC baru!"

Makanya gw nggak pernah percaya pada tradisi bahwa untuk hari raya kita kudu beli baju baru. Siapa yang ngerti itu baju baru atau baju tahun kemaren? Ujung-ujungnya ya kepanasan juga. Berhari raya dengan keluarga nggak sama dengan pergi ke kondangan, coz di kondangan kau selalu berusaha tampil keren di pintu masuk dan tetap elegan waktu berjalan pulang. Tapi kalo lagi hari raya di keluarga gw, pagi-pagi adalah tampil necis buat sungkem sama Grandma, dan sorenya semuanya pulang dalam keadaan limbung lantaran mabuk kekenyangan.

Oh ya, sekali waktu adek Grandma dateng ke rumah di hari raya sambil bawa anak-cucunya. Grandma dan Grandpa gw adalah orang-orang yang dituakan di keluarga, makanya Grandma lebih sering ketamuan ketimbang bertamu ke rumah orang. Jadi keluarga adeknya ini dateng dengan baju seragam. Ya kakeknya, ya mantunya, ya cucunya. Warnanya putih semua.

Kami, para cucu Grandma, pasang senyum manis kepada tamu, tapi di belakang kami sikut-sikutan.
"Bajunya sama, bo'."
"Mungkin sengaja beli kainnya sama supaya dapetnya (harga) murah."
"Kok bajunya sama kayak panti asuhan yah?"
"Masih mending. Tadi ta' kira setan lho yang dateng. Abis bajunya putih-putih."
"Emang lu liat setan di mana kok tau warnanya setan itu putih-putih?"

Hehehe..tradisi baju baru di Indonesia nampaknya akan selalu ada di tiap hari raya. Nggak cuman Lebaran, tapi juga Natal, atau Sin Cia. Gw belum dapet perbandingan dari temen-temen Hindu dan Budha, tapi kayaknya juga nggak jauh-jauh amat.

Jadi, Lebaran tinggal 11 hari lagi. Apa Anda udah beli baju baru? <wink>

Wednesday, September 9, 2009

Bakal Penyakit dari Makanan Belanjaan


Sekarang gw dan nyokap lagi demen-demennya nyari botol minum yang keren-keren. Keluarga kami hobinya jalan-jalan, dan kadang-kadang di tengahnya lagi ke mana gitu suka kehausan. Nyokap gw sih selalu nyediain air minum kemasan botol plastik yang diisi ulang biar ngirit. Kalo gw sih ogah, coz biasanya gw lebih seneng minum soda atau nyeruput es krim (dasar pelaku pola hidup nggak sehat!).

Nah, kira-kira beberapa minggu lalu tuh diberitain di tivi. Bahwa botol plastik tuh, dasar namanya juga plastik, mengandung polimer-polimer gitu lah yang gw nggak ngerti, yang kalo dikonsumsi bisa bikin kanker. Well, tentu aja kita nggak makan plastik kan. Tapi yang jadi masalah adalah plastik dalam botol kemasan air mineral itu, polimer-polimer nyebelin itu ikutan larut dalam air mineral yang kita minum. Sebenarnya nggak masalah kalo kita cuma minum dari botol kemasan itu sekali. Tapi yang problem tuh, kalo diminumnya dari botol kemasan yang udah diisi ulang berkali-kali. Dan kita, para ibu dan nona rumah tangga, sering melakukannya kan, biar ngirit? ;-)

Memang solusinya gampang. Beli aja air minum kemasan botol, setelah diminum sampai abis, buang ke sampah. Nanti kehausan lagi, beli air botol yang baru. Masalah selesai?

Ternyata enggak. Sampah-sampah plastik susah banget dimusnahin, coz mau sampai ratusan tahun juga tuh plastik nggak akan bisa diuraiin jadi zat yang bermanfaat. Kebayang kan kalo enam milyar penduduk bumi ini (eh..berapa sih jumlah penduduk di bumi ini sekarang?) demen beli air minum kemasan plastik sekali pake langsung buang seumur idupnya, berapa milyar ton sampah plastik yang kudu ditanggung bumi sampai ke generasi cucu kita nanti?

Makanya sekarang nyokap gw lagi berburu tempat minum, untuk ngegantiin botol air minum kemasan plastik. Kita sih pengennya botol minum yang harganya murah tapi muat banyak, coz bokap gw kan kalo minum porsinya kayak onta gituh, hehehe..
*Ampunilah diriku, Ayah! Uang sakuku jangan disunat!*

Cuman gw pengennya sih botol minumnya jangan gede-gede, biar nggak makan tempat di mobil. Soalnya tuh botol minum pasti dititipin di bangku belakang, sedangkan bangku itu kan singgasana gw.. *huh!*
Ada nggak sih botol minum yang muat dua literan gitu tapi nggak makan tempat banyak-banyak di jok mobil?
*Dasar Jeng Vicky minta dijitak..*

Yang berikutnya adalah perkara asisten pribadi nyokap gw. Jadi suatu hari beberapa minggu lalu, nyokap gw pulang ke rumah bawa belanjaan, termasuk beberapa minuman gitu deh. Lalu sang bedinde ngangkat bokong botol minuman itu, mengamatinya, dan tau-tau nyeletuk, "Bu, kok nggak ada (tanda) BPOM-nya yah?"

Nyokap gw sangat kaget dan takjub, coz biasanya kita nggak pernah concern soal gituan. Jadi bedinde gw tau hal BPOM gituan dari mana? Lalu pas nyokap gw cerita itu ke gw, gw pun terhenyak dan berkata, "Ta' kira dia nonton tivi tiap malem tuh cuman buat nonton sinetron doang.."

Gw jadi tersenyum-senyum geli pas nonton berita beberapa hari yang lalu, tentang seorang pemilik toko kelontong di Padang yang ngamuk-ngamuk gara-gara kedapatan oleh petugas BPOM, jualan produk makanan dari Singapura yang nggak ada nomer BPOM-nya. Sang petugas BPOM langsung minta produk dagangan itu jangan dijual lagi coz ilegal. Si pedagang ngamuk-ngamuk dalam logat Minang, bahwa dia tuh beli produk itu kan dari distributor yang terpercaya (halah, Bu..itu sih bukan jadi ukuran, dong).

Maap ya, Bu Juragan Toko Kelontong, tapi menurut saya, bedinde saya yang cuma lulusan SD masih lebih pinter ketimbang situ..

Well, secara biologis yang namanya penyakit tuh emang datengnya dari Tuhan, tapi kita bisa kok mencegah penyakit datang ke kita. Hanya dengan hal-hal kecil di atas, misalnya nggak pake botol air minum kemasan plastik berulang-ulang, cuma makan makanan atau minuman yang udah dilegalisir pemerintah (BPOM), atau setidaknya selalu meriksa tanggal kadaluwarsa di tiap produk yang kita beli, itu adalah usaha kita untuk mencegah makanan meracuni kita. Gimana dengan Anda? Apa ide Anda buat mencegah produk makanan menjadi penyakit buat kita?

Tuesday, September 8, 2009

Mercon Moron


Memang kudu diakui bahwa akhir-akhir ini gw sering merasa disorientasi waktu. Bayangin, seringkali gw terbangun dan yang pertama kali terpikir di kepala gw adalah, "Hah? Sekarang Tahun Baru ya? Perasaan kemaren baru bulan September deh.."

Lha gimana gw nggak merasa ini udah Tahun Baru, kalo gw bangun gara-gara denger suara mercon. Duarr!

Foto di atas adalah salah satu foto terakhir yang gw jepret pada minggu terakhir gw di Cali, kira-kira dua minggu lalu (wow, jadi udah dua minggu gw pulang ke Jawa! Pantesan muka gw sumringah melulu..) Waktu itu gw berada di Pulang Pisau, lagi jalan-jalan sore untuk terakhir kalinya di pinggir Sungai Kahayan, dan gw liat orang jual mercon ini. Ada kembang api, petasan, dan entah apa lagi. Pengen gw mendekat buat gw foto dagangannya, tapi gw takut penjualnya kecewa ("Ini perempuan cantik deket-deket tapi kok nggak beli sih?"). Padahal paling-paling gw ambil petasannya segepok, lalu gw lemparin ke mukanya, sambil menjerit marah, "Dasar wong ndeso! Ini nih yang bikin anak-anak jadi nggak terdidik!"

Semenjak hari pertama bulan puasa, tiap malam di Pulang Pisau, gw selalu terbangun karena bunyi mercon. Ketika dalam perjalanan pulang ke Jawa gw nginep di Palangka, tetap aja malem-malem gw denger ledakan mercon. Sore-sore gw jalan-jalan ke pasar dan gw liat banyak banget orang jual mercon. Dalam hati gw membatin, pantesan Indonesia gampang banget bikin bom. Lha wong bahan peledak aja gampang banget ditemuin dijual di jalan.

Setelah kemaren gw bilang di blog bahwa bulan puasa adalah bulannya para pengemis, hari ini gw mau bilang bahwa bulan puasa juga merupakan bulan mercon. Aneh, padahal kalo belum bulan puasa nggak ada tuh orang beli mercon. Paling-paling ya pas malam Tahun Baru, tapi setelah 1 Januari pagi itu nggak ada lagi orang jual mercon. Penjualan mercon meningkat kembali pada waktu Imlek, tapi paling-paling ya orang-orang Tionghoa aja yang beli.

Gw belum mendiskusikan ini dengan teman-teman di negara lain, tapi Indonesia nampaknya satu-satunya negara yang merayakan bulan puasa dengan mercon. Padahal, apa hubungannya mercon dengan bulan puasa?

Sudah banyak kasus anak-anak kena luka bakar gara-gara main mercon. Perlu gw infokan bahwa luka bakar adalah jenis luka yang cukup serius, coz bisa bikin orang keilangan banyak cairan dan juga dapet infeksi alias kemasukan kuman lantaran kuman langsung masuk via kulit yang terbakar. Luka bakar yang paling ditakutkan adalah luka bakar yang lokasinya di wajah, telapak tangan, telapak kaki, dan alat kelamin. Luka bakar di wajah bisa bikin orang cacat seumur hidup. Di telapak tangan, bikin orang nggak bisa merasakan sensasi barang panas waktu megang barang itu. Adapun luka bakar di kaki, bikin orang susah menapak waktu berjalan. Kalo luka bakarnya di alat kelamin..hii, nggak usah gw terangin lah akibatnya.

Sayangnya, belum pernah ada penelitian khusus tentang peningkatan kurva insidensi luka bakar di bulan Ramadhan. Apa karena takut penelitiannya berbau SARA?

Kalo dipikir-pikir, tak ada yang lebih diuntungkan dalam segala kecelakaan luka bakar ini selain dokter bedah plastik yang emang tugasnya ngobatin luka bakar. Padahal kan banyaknya luka bakar akibat main mercon, ya? Gw jadi curiga, jangan-jangan yang punya pabrik-pabrik mercon itu sebenarnya adalah dokter bedah plastik. Makin banyak mercon yang terjual, makin banyak anak main mercon, makin banyak anak kena luka bakar, makin gede pula omzetnya dokter bedah plastik.. Hehehe..

*Ampunilah diriku, kolega-kolegaku di Bagian Bedah Plastik!*

Tradisi mercon di Indonesia dimulai oleh suku Tionghoa. Mereka tuh yang seneng nyalain petasan pas Imlek, konon buat ngusir roh-roh jahat. Cuman gw nggak ngerti kenapa orang-orang lainnya mengadopsi tradisi petasan itu buat bulan Ramadhan. Apakah mau dipake buat ngusir setan? Lha buat apa ngusir setan pake mercon, bukankah pada bulan Ramadhan, setan-setan itu udah dirantai di neraka? Maka penggunaan mercon di bulan Ramadhan ini jelas-jelas menjadi pemborosan ekonomi yang tidak efektif dan tidak efisien.

Gw akuin, semenjak gw kembali tinggal di Bandung, jarang banget gw denger bunyi mercon ketimbang gw masih tinggal di Cali. Polisi-polisi di Jawa kayaknya udah parno sama bom-bomnya Noordin M. Top, makanya mereka galak-galak sama para penjual bahan peledak. Mungkin itu sebabnya jarang banget gw liat tukang jual mercon di Bandung. Lha jaringannya Noordin kan nggak nyampe Cali, makanya orang-orang nyantai aja jualan mercon di Pulang Pisau.

Apa kita segitu moron sampai-sampai harus takut sama teroris dulu, baru kita merazia mercon?

Kita para blogger yang (kepingin) punya anak, baiknya ngajarin anak tentang bahaya main mercon. Ketimbang ngeledakin petasan-petasan nggak jelas, mending anak melakukan hal-hal lain yang berguna. Misalnya latihan capoeira, belajar nambal ban, atau mijatin bokap-nyokapnya. Ahh..udah lama gw kepingin dipijat.. Hari gini blogwalking sambil pijat refleksi enak kali ya.. ;-)

Monday, September 7, 2009

Sedekah Pintar

Hm.. gw nggak ngerti-ngerti banget tentang etika fotografi dalam blog, tapi gw pernah dikasih tau bahwa kalo kita menampilkan gambar seseorang dalam blog kita, maka kita kudu minta ijin dulu. Lha gw pengen nampilin gambar pengemis ini, tapi gimana caranya gw mau minta ijin sama dia?

*“Bu, boleh nggak, Bu, saya motret Ibu buat ditaruh di blog sayah?” tanya Little Laurent.
Jawab pengemisnya, “Blok teh naon, Neng?”*

Waduh, bahkan pembicaraan kecil ini bisa bikin mobil gw didentum-dentum klakson dari belakang coz bikin macet.

Foto ini gw ambil di perempatan tol Totokan Pasteur di Bandung kemaren pagi. Gw lagi nemenin bokap ke bengkel, lalu pas lagi berhenti di lampu merah, segerombolan pengemis tiba-tiba datang entah dari mana menyerbu kaca jendela mobil-mobil buat minta duit. Dan gw, tanpa tedeng aling-aling, malah mencabut HP dari tas dan memotret si emak-emak ini.

Nih foto gw edit di rumah, truz gw tutupin matanya. Setelah gw pikir-pikir, kok tampangnya malah jadi mirip foto korban perkosaan di Koran Pos Kota, hehehe.. Yaah..siapa tau pengemisnya liat gambar ini, gw nggak mau tanggung kalo tau-tau pengemisnya ngegugat gw macem-macem ke pengadilan gara-gara gw masang foto dia tanpa ijin di internet! Kata siapa pengemis itu pasti gaptek? Sering liat kan pengemis bawa HP? Gw curiga jangan-jangan pengemis tuh HP-nya yang tipe-tipe smartphone gituh, malah lebih parah lagi mungkin dia kayak gw yang suka ngeblog dari HP-nya. Pengemis ngeblog, kenapa tidak? :-p

Akhir-akhir ini santer diberitain fatwa bahwa mengemis itu haram. Ada daerah yang kepolisiannya merespons fatwa ini dengan menangkap orang-orang yang berani mengemis di jalan. Yang repot adalah bahwa yang ditangkap nggak cuman yang berani ngemis, tapi yang ngasih duit ke pengemis juga ikut-ikutan ditangkap.

Dulu seorang teman pernah ngasih tau gw bahwa sebenarnya pengemis itu tajir berat. Nyokapnya teman gw itu, kebetulan seorang pedagang kain dan suatu hari dia butuh duit receh yang buanyak. Pasalnya yang dia punya waktu itu cuman lembaran-lembaran seratus ribuan dan lima puluh ribuan. Jadi pergilah dia ke pengemis, nanya dengan hati-hati, “Pak, mau tuker duit recehan?”

Si pengemis bilang boleh, lalu nanya si tante butuhnya duit berapa. Si tante nanya ke pengemisnya, pengemisnya punya duit berapa. Alangkah bengongnya si tante karena ternyata si pengemis punya duit recehan yang kalo diitung-itung jumlahnya adalah..dua ratus ribuan.

Jadi, ternyata (sebagian) pengemis itu nggak fakir-fakir amat. Mereka cuman miskin. Bedain fakir dengan miskin: fakir itu nggak punya duit, nggak punya baju, nggak punya makanan, pokoke nggak punya apa-apa. Miskin itu masih punya duit, masih punya baju, tapi nggak bisa ngelola duitnya. Kalo situasinya cuman miskin gini doang, layak nggak mereka mengemis?

Makanya meskipun gw menganggap fatwa mengemis haram itu berlebihan (sama seperti beberapa fatwa lainnya), gw setuju banget orang yang mengemis itu kudu ditangkap. Maksud gw ditangkap tuh bukan dijaring polisi, dimasukin truk, lalu digundulin, dikumpulin bareng orang-orang gila. Tapi ya mbok setelah ditangkap tuh, pengemisnya dikasih pelatihan apa gitu kek. Bisa pelatihan memulung sampah, motong rumput, nyapu kantor polisi, atau sebangsanya (yang penting bukan pelatihan mengemis!). Dan yang nggak boleh lupa, pengemisnya kudu diajarin mengaji, ikutan misa, pokoke ya pendidikan agama, sesuai agama pengemisnya masing-masing (Mungkin repot juga kalo pengemisnya ternyata atheis..) Gw rasa, kalo tiap manusia percaya Tuhan itu ada, dia nggak akan mengemis.

Kasarkah gw kalo gw bilang bahwa bulan puasa adalah bulan para pengemis? Sunnah bahwa bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkat, disalahgunakan banyak orang sehingga bikin populasi pengemis melonjak pesat pada bulan puasa. Gw sendiri sering bertanya-tanya, jika semua perbuatan termasuk tidur aja dibilang ibadah, apakah nodong duit dari orang lain juga termasuk ibadah?

Sering ngasih sedekah, kan? Gw kepingin ngasih wacana baru bahwa sebaik-baiknya bantuan yang diberikan kepada orang lain, adalah bantuan yang mendidik, bukan sekedar ngelempar duit ke tangan pengemis. Kalo pengemis dapet duit mentah doang, maka duit itu akan dia habiskan buat beli nasi bungkus atau beli rokok. Bandingkan kalo yang dia dapatkan adalah nasinya langsung atau gubuk kecil-kecilan buat tempat tinggal. Tentu hasilnya lebih berguna dan punya nilai investasi jangka panjang. Itu sebabnya lebih bagus kalo sedekah disalurkan melalui lembaga-lembaga yang sudah ditetapkan, misalnya lembaga zakat, yayasan-yayasan sosial, dan sebagainya.

Gw nggak mungkir bahwa nggak semua lembaga penyalur sedekah itu punya kinerja yang bagus. Memang adalah pekerjaan rumah tambahan lagi buat kita untuk nyari, mana lembaga yang betul-betul mau mengelola sedekah salurannya dengan cerdas, dan mana lagi yang cuman pamer-pamer iklan sedekah doang. Tapi setidaknya kita tau suatu hal, bahwa setiap bantuan apapun yang kita kasih kepada pengemis, pertolongan itu tidaklah boleh menjadi bantuan yang sia-sia.

Saturday, September 5, 2009

Perempuan, Dengarkan!


Perempuan, janganlah pernah kau bilang kepada laki-lakimu bahwa kau cemburu kepada teman-teman cewek mereka, coz kau hanya akan nampak mirip Cruella de Ville.

Perempuan, jangan minta laki-lakimu nyisipin kau di jadwal mereka yang sibuk, meskipun begitu besar keinginanmu buat minum kopi dengan mereka, coz kau hanya akan nampak seperti perempuan kurang kegiatan.

Perempuan, jangan ceritakan seluruh harimu kepada laki-lakimu, coz kuping mereka terlalu penuh dengan serumen buat nampung seluruh cerita kita.

Perempuan, jangan sekali-kali kau cuek kalau laki-lakimu sering menghilang mendadak tanpa bilang-bilang, coz kau tak boleh menanggung resiko jika selama ini ternyata kau kencan dengan agen rahasia, superhero, atau lebih parah lagi, teroris tukang ngebom.

Perempuan, jangan sekali bilang "nggak ada apa-apa, kok" kalo memang ada yang tidak beres di antara kau dan laki-lakimu, coz sampai kapanpun mereka akan mengira bahwa memang tidak ada apa-apa, padahal kau ingin sekali mengganyang mereka jadi sate.

Perempuan, jangan sekali-kali mencopot guling tinju yang tergantung di belakang teras kamarmu, coz kau membutuhkannya sewaktu-waktu dalam keadaan darurat, apalagi kalo stok cokelat di lacimu habis dan panah-panah yang biasa kaulempar ke papan dart hilang entah ke mana.

Perempuan, jangan pernah menangis di dada laki-lakimu bila kau marah kepada mereka, coz air mata kita terlalu berharga buat dibuang-buang di T-shirt mereka yang bau, kecuali kalo mereka yang menggaetmu duluan dengan tangan mereka yang besar.

Perempuan, jangan pernah lengah jika laki-lakimu mengirimi gombalan-gombalan ketika kau sedang kesal, coz itu hanya strategi supaya kau tidak mengutuk mereka jadi kodok, padahal yang kita butuhkan adalah murni tindakan nyata, bukan cuman ngomong doang.

Perempuan, jangan pernah bilang kau mencintai laki-laki itu, sebelum mereka bilang duluan kepadamu, coz ego mereka melesat begitu mereka tau kau tak bisa hidup tanpa mereka.

Perempuan, jangan sakiti hatimu sendiri jika laki-lakimu nggak sayang banget kepadamu, coz makin cepat kau kabur meninggalkan mereka, makin cepat pula mereka sadar bahwa tanpa kau, hidup mereka nggak ada apa-apanya.

Sedih bagi seorang perempuan, adalah hikmah pelajaran bagi perempuan lainnya. Cukup sudah Lois Lane merana ditinggal Superman, Carrie Bradshaw menderita ditinggal Big, dan Oshin yang hancur ditinggal Ryuzo. Tak usahlah kita jadi korban berikutnya.