Tuesday, September 29, 2009

Konvensi Tukang Parkir


Gw belum ke pasar semenjak pulang liburan. Kecelakaan yang nimpa kaki gw praktis bikin gw nggak bisa ke mana-mana sehingga gw nggak tau situasi harga-harga barang pasca Lebaran. Jadi gw mau cerita aja tentang bagaimana Lebaran bisa mendongkrak perekonomian dan memaksa orang bangkrut secara bersamaan.

Minggu lalu, dalam perjalanan gw dari Cirebon ke Baturaden (yang ujung-ujungnya malah kebablasan ke Semarang), gw sempat lewat Slawi, sebuah kota yang jadi bagian dari Kabupaten Tegal. Di sepanjang jalan gw lihat banyak banget orang buka warung sate kambing muda. Yang membuat gw ngiler adalah cara mereka menggantung gelondongan daging kambing itu di depan warung mereka, seolah-olah daging-daging gantung itu melambai-lambaikan otot mereka sendiri, mendambakan untuk dimakan. Suasana itu makin dramatis dengan efek visual berupa asap yang mengepul-ngepul dari depan warung, pertanda si empunya warung sedang membakar sate. Gw menatap daging-daging itu dengan sayu dan berkata dalam hati, "Aku juga ingin memakan kalian, Guys. Tapi ini baru jam 10.30 dan aku baru sarapan jam delapan tadi di Cirebon!"

Membuat gw sadar tentang makna perjalanan ini, jangan pernah berada di Slawi sebelum jam makan siang coz satenya masih belum mateng..

Pada jam makan siang akhirnya kami tiba di Pekalongan dan mutusin buat berhenti di restoran lokal. Ya ampun, ternyata yang namanya nyari restoran pada H+2 Lebaran itu susah banget coz banyak banget restoran yang tutup. Ada juga sih beberapa yang buka, tapi parkirnya penuh.

Tapi akhirnya kami nemu warung yang buka dan mutusin buat berhenti. Ada dua warung berjejer, kami pilih warung sebelah kanan. Yang membuat kami tertarik adalah coz pemiliknya sendiri yang menyambut kami dan nanya kami mau makan apa. Salah, sebenarnya bokap gw nggak mau sama warung sebelah kiri coz di depannya ada orang lagi nyuci mobil.

Pelajaran penting, jika Anda buka warung, jangan sekali-kali nyuci mobil Anda di depan warung. Bikin calon pembeli jadi minggir.

Di warung itu, kita pesen bebek dan soto ayam. Sewaktu kita lagi enak-enak makan, tau-tau kita liat ternyata orang yang nyuci mobil di warung sebelah tau-tau pindah jadi nyuci mobil gw dan mobil paman gw. Padahal kita kan nggak minta mobil kita dicuciin..?

Selesai makan, nyokap gw bayar. Lalu bon yang cuman ditulis tangan itu bikin kita kaget. Dooh..cuman warung aja, harganya mahal beut seeh..

Sewaktu kita masuk mobil bersiap pergi, beberapa pemuda sudah berdiri pasang tampang mupeng. Oh, ini pasti yang nyuci mobil tadi. Bokap gw pasang tampang cuek, lalu mundurin mobil dan buka jendela buat bayar parkirnya doang. Si tukang parkir jadi-jadian berteriak coz katanya bayarnya kurang seribu perak. "Lebaran, Pak!" serunya.

Selama gw di Semarang, kadang-kadang kita berhenti di beberapa tempat dan harus bayar parkir juga. Anehnya, tiap kali bayar parkir, lantas tiap tukang parkir juga berteriak, "Lebaran, Pak!"

Ketika kami pulang dari Semarang ke Bandung, kami lewat Pekalongan lagi. Tak ada gunanya cari-cari referensi tempat makan mana yang enak di Pekalongan coz pada Lebaran H+3 masih juga banyak restoran yang tutup. Gw sendiri nggak punya kuliner incaran, gw cuma pengen makan di tempat yang banyak pengunjungnya supaya gw bisa motret buat bahan blog gw. Tapi tiap tempat makan yang rame selalu nampak dikelilingi preman lokal, dan yang bokap gw nggak mufakat, preman-preman itu senang nyuci mobil tanpa diminta.

Pelajaran berikutnya, kalo mau makan di rumah makan, selalu pasang spanduk di mobil Anda, "Yang berani nyuci mobil ini tanpa ijin pemiliknya, dikutuk jadi rawon!"

Kita makan di warung soto Pekalongan yang rame dan kebetulan nggak ada tukang cucinya. Kata pelayannya, soto khas daerah itu pake tauto. Entah apa tauto itu, yang jelas pas gw makan produknya, gw ngangguk, ya bolehlah.

Yang aneh waktu nyokap gw mau bayar, pelayannya malah noleh ke juragannya, "Berapa?"
Seolah-olah harga soto bisa berubah-ubah, jadi bergantung pada penampilan pembelinya.

Dan preman parkir warung soto tauto itu, kalo dibayar parkirnya juga seneng teriak, "Lebaran, Pak!"

Gw jadi terheran-heran, sebenarnya tarif parkir itu berapa sih? Kalo Lebaran emangnya naik juga ya?

Sampai-sampai gw mikir, kalo Natal, tarif parkirnya naik juga, nggak? Kalo Waisak? Kalo Galungan?

Apa pernah denger Anda bayar parkir dengan harga standar dan tukang parkirnya merasa kepingin lebih dan teriak, "Hanukkah, Paak..!"

Mungkin asosiasi tukang parkir dan rumah makan se-Pantura Jawa Tengah kudu bikin konvensi harga parkir dan harga menu makanan. Supaya pembeli nggak dibingungin dengan harga yang naik-naik nggak karuan ini. Dokter aja nggak pernah naikin tarif kalo Lebaran kok, kenapa para tukang parkir kudu ikutan morot-morotin pengunjung rumah makan segala..