Wednesday, January 27, 2010

Nak, Jangan Lihat Burung Papa

Bagaimana caranya mencegah anak-anak dari pelecehan seksual seperti yang dilakukan Babeh yang akhir-akhir ini beritanya wara-wiri di media? Kita nggak bisa bilang itu semata-mata karena nasib buruk, tapi orang tua dari masing-masing korban layak ditanyai kenapa anak-anak mereka bisa berakhir seperti itu. Kalau dipikir-pikir, anak-anak yang menjadi korban Babeh tidak kenal pria itu begitu saja, kan? Tapi ada tahap-tahap tertentu di mana mereka dimanipulasi sedemikian rupa sampai mereka sulit membedakan kapan hubungan mereka dengan Babeh adalah semata-mata hanya sebagai “paman dan keponakan” dan kapan hubungan nista itu sudah berkembang menjadi “sepasang pacar”.


* * *

Beberapa bulan yang lalu, gw sempat nginap selama beberapa hari di rumah seorang sepupu. Sepupu gw adalah seorang nyokap dari tiga orang anak perempuan yang usianya merentang antara sembilan bulan sampai lima tahun. Suaminya sibuk kerja, pergi pagi pulang sore.

Suatu pagi gw melihat Dinara (bukan nama sungguhan lho!), ponakan gw yang umurnya lima tahun itu masuk kamar mandi. Gelagatnya kayaknya mau mandi, mengingat dia masuk kamar mandi sambil telanjang. Nah, beberapa saat kemudian, suami sepupu gw masuk juga ke kamar mandi itu, terus nutup pintu. Lalu gw dengar suara jebyar-jebyur disertai suara berisik Dinara yang seneng main air.

Agak lama Dinara di dalam sana bareng bokapnya. Batin gw, “Halah, mandiin anak sak precil aja kok lambreta bambang seh?”

Lalu gw dengar suara jebyar-jebyur lagi. Dan terakhir itu gw dengar suara kakak ipar gw itu nyanyi-nyanyi sumbang. Lagunya, “Are you lonesome tonight? Do you miss me tonight?” (Oke, yang ini gw karang-karang sendiri.. *siap-siap dipentung kakak ipar*)

Tapi ada sesuatu yang menghenyakkan gw. Lalu gw nanya ke sepupu gw, “Si Mas lagi mandi?”

Jawab sepupu gw, “Yeah.”

Gw tertegun. “Mandi bareng Dinara?”

Sepupu gw ketawa. “Iya.” Dikiranya itu lucu.

* * *

Banyak orang sulit membayangkan seperti apa memberikan pendidikan seks pada anak-anak usia kecil seperti Dinara dan adek-adeknya, padahal sebenarnya gampang. Ketika anak mencapai usia 4-5 tahun, dia mulai belajar membedakan apakah dirinya laki-laki atau perempuan. Ini saat yang tepat buat ngajarin tentang alat kelamin, dan juga ngajarin anak bahwa sebaiknya dia nggak boleh nunjukin alat kelaminnya kepada orang lain.

Termasuk ngasih tahu anak perempuan bahwa sebaiknya bokapnya juga jangan lihat, coz bokapnya kan cowok. Kecuali kalau anak itu lagi sakit ya.

Namun kan susah, soalnya kadang-kadang anak-anak umur balita begitu belum bisa mandi sendiri, jadi mesti dimandiin orangtuanya, termasuk juga dimandiin bokapnya. Oke, namanya juga masih belajar, nggak pa-pa sih. Kalau begitu bokapnya jangan ikutan mandi juga, coz pada saat mandi bareng itu, anak perempuan akan lihat bahwa bokapnya punya penis dan dia akan merasa bahwa melihat penis laki-laki itu “halal”.

Anak-anak yang diperkosa oleh Babeh, rata-rata berumur 10-12 tahun (meskipun ada juga yang baru berumur tujuh tahun), usia yang sebenarnya sudah semestinya ngerti bahwa alat kelamin milik pribadi nggak boleh dibagi-bagi ke orang lain. Dalam usia gini mereka mestinya sudah diajari waspada tentang sentuhan-sentuhan seksual, dan sebaiknya mereka juga sudah bisa membedakan, mana sentuhan kebapakan dari bokapnya sendiri, dengan dan mana sentuhan erotis dari “orang yang dianggapnya sebagai ayah”.

Modus pelecehan yang dilakukan Babeh sebenarnya bisa diraba-raba. Pertama-tama Babeh memanjakan anak-anak dengan makanan, uang, hiburan, dan sebagainya. Berikutnya Babeh akan memacarin anak-anak itu, dan anak-anak itu nggak sadar bahwa mereka sedang dipacarin coz buat mereka perlakuan Babeh sehari-hari itu sudah biasa. Kalau sudah begini, tinggal selangkah aja buat Babeh untuk melakukan aksi pelecehan seksualnya.

Tulisan ini nggak pas buat mengatakan bahwa anak-anak korban Babeh mungkin anak-anak yang nggak dapet kasih sayang cukup dari orang tua kandung mereka. Tetapi bermaksud menginformasikan tentang contoh kecil dari pendidikan seks kepada anak-anak usia dini, dan ini bisa dilakukan oleh orang tua dari strata pendidikan dan kondisi ekonomis manapun.

Sebaik-baiknya pendidikan seks adalah berpulang kepada ajaran agama masing-masing.

Foto di atas jepretan Jonas Bendiksen, National Geographic Indonesia, Mei ’07. Lokasi di Dharavi, Bombay, India.