Tuesday, December 25, 2012

Dilarang Pasang Gambar di Tembok

Saya pernah mengalami fase di mana hasil karya saya ditempel oleh pak guru di tembok kelas. Waktu itu saya nulis cerpen horor di selembar kertas, terus biar secara visual menarik, saya nulis pakai spidol warna-warni. Pak guru saya menempelin cerpen itu di tembok, barengan cerpen horor karya teman-teman saya yang lain.

Sebenarnya menurut saya nempelin cerpen itu nggak menarik ya, kan untuk menikmati cerpen itu ya harus dibaca dengan cermat, bukan memaksa pembacanya melototin tembok. Tapi saya melihat ulah pak guru saya itu dari sudut lain, dia seperti mau bilang, "Ini lho saya menghargai kerja keras kalian."

***

Sekitar dua tahun lalu, waktu saya main ke rumah kakak saya, saya lihat gambar-gambar hasil coret-coret keponakan saya ditempel di dinding. Sebetulnya menurut saya gambar itu nggak bisa dimengerti maknanya, biasalah imajinasi anak-anak, tapi saya selalu bilang, "Wuaah..bagus gambarmu, Nak. Lho, kok cumak yang ini yang ditempel? Gambarmu yang lain ada di mana?"

Monday, December 24, 2012

Ayam Pusing

"Petoook! Petok, petok, petok! Ini dunia kok rada miring gini seeh?"

"He, kamu kalo berdiri jangan miring-miring, napa? Aku jadi pusing ini kedempet!"

"Siapa yang berdiri miring-miring? Ini memang kandangnya miring kayak Pisa, Petoook!"

"Hwadoooh..ini kok nggak nyampek-nyampek seeeh? Aku pusing ini berdiri miring-miring!"

"Sudahlah, nggak usah ngomel berdiri! Salah sendiri kok pesennya kelas festival, makanya disuruh berdiri! Coba kalo bayar kelas VIP, mesti kamu dapet yang duduk!"

Sunday, December 23, 2012

Request untuk Sinterklas

Cuman mau nanya yah, karena saya tau jemaah-jemaah blog saya banyak yang ke gereja, Anda selama ini minta request apa sih sama Sinterklas buat kado Natal?
Terus, pernah nggak kado itu terkabul? (Iya, meskipun mungkin yang mengabulkannya bukan Sinterklas, tapi ya orang tua Anda)

*And tolong jangan jawab "Aku nggak pernah minta kado Natal ke Sinterklas soalnya aku bukan Kristen", coz niscaya langsung gw delete karena dianggap komentar nggak produktif.*

Friday, December 21, 2012

Kok Takut Hujan?

Di Surabaya hampir nggak pernah hujan. Bahkan di musim hujan di Desember ini. Karena, konon, di Surabaya itu mataharinya ada dua. Makanya Surabaya itu panas banget.

Saya sendiri nggak percaya kalau di Surabaya itu mataharinya ada dua. Sepanjang saya tinggal di Surabaya, minimal saya sudah lihat matahari sampek tiga. Eh, nggak percaya? Sungguhan lho, matahari di sini ada di Tunjungan Plaza, Delta Plaza, di Pakuwon Trade Center.. *dikeplak jemaah*

Ngomongin soal hujan, saya kadang-kadang risih liat orang dateng telat ngantor gegara alasan hujan. Wah, mungkin ini sebabnya hujan jarang banget turun di Surabaya, soalnya mungkin Tuhan mikir ntar kalau dikasih hujan, penduduknya jadi ogah ngantor tepat waktu.
Sebetulnya kalau hujan kenapa sih? Takut pas nyampek kantornya jadi kebasahan gitu?

Thursday, December 20, 2012

Si Kepo Sok Perhatian

Mungkin karena saya kepo, jadi saya suka curious kalau liat orang-orang nulis status di Facebook yang sedih-sedih.

"Aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi.."

Atau,

"Ku harus pergi meninggalkan kamu yang telah hancurkan aku. Sakitnya.."

Lebih parah lagi,

"Tapi..kamu kok selingkuh?"

Wednesday, December 19, 2012

"Saya Belum Baca"

Suatu hari di Bandung saya dateng ke sebuah seminar yang digelar oleh dosen saya, seorang profesor ahli asma. Dos-q mengoceh sepanjang 20 menit tentang bagaimana asma itu timbul, bagaimana reaksi hipersensitifitas bisa bikin seseorang sesak tiada akhir, bagaimana mengenali gejala asma, dan bahwa obat terbaik asma adalah menghindari faktor pencetus serangan sesak dan menyedot steroid secara teratur.

Lalu salah satu penonton di belakang bangku saya, seorang dokter entah dari Puskesmas manaa gitu, mengacungkan jarinya. "Prof, pertanyaan pertama saya, bagaimana membedakan asma dengan pneumonia? Lalu, yang kedua, saya pernah dengar bahwa daun katuk bisa digunakan untuk mengobati asma. Bagaimana caranya, Prof?"

Profesor menjawab pertanyaan pertama dengan jawaban panjang kali lebar sepanjang tiga menit (saya kok iseng banget ngitung ya waktu itu).
Lalu pertanyaan kedua dijawab singkat, "Maaf, saya belum baca itu."

Sewaktu itu saya terhenyak dengan sikap Profesor yang dengan gamblang berkata, "Saya belum baca."

Saturday, December 15, 2012

Memulai Selalu Susah

Seminggu ini saya nemu dua orang kerabat saya yang ternyata baru memulai blog. Yang pertama adalah kakak ipar saya yang baru merilis post pertama di blognya. Isinya adalah semacam prolog gitu deh. Sebenarnya saya nggak ngerti apa tujuan dia ngeblog, mengingat setahu saya dia nggak tukang menulis kecuali menulis laporan pekerjaan di kantornya. Tapi mungkin saja sebenarnya dia senang menulis, tapi nggak pernah publikasi. Alasan orang nggak publikasi itu kan macem-macem, bisa karena malu kalau isi kepalanya dibaca orang, bisa juga karena minder membaca tulisan orang yang dikiranya lebih bagus, bisa juga karena gaptek alias nggak tahu caranya ngeblog.

Orang kedua adalah kolega saya sendiri. Yang ini, saya terlambat tahunya, soalnya ternyata blognya sudah jalan beberapa bulan. Saya tercengang bukan karena dia ngeblog, saya lebih tercengang lagi karena dia kali ini konsisten. Soalnya selama beberapa tahun sebelumnya dia bolak-balik ngeblog tapi blognya beda-beda dan ujung-ujungnya blognya yang lama dianggurin karena dia milih membuat blog yang baru.

Sekarang saya penasaran, kira-kira dua orang ini mau konsisten ngeblog (di blog yang sama) sampek berapa lama?

Monday, December 10, 2012

(Jangan) Nyanyi Apa di Pernikahan?


Dapet PR dari asistennya Mom yang tugasnya ngurusin pernikahan saya (iya, bisa-bisanya asisten saya kasih saya PR, padahal yang mau nikah kan saya, bukan dos-q). PR-nya tidak lain dan tidak bukan adalah..bikin daftar lagu yang mau dinyanyiin pas pernikahan saya nanti. Whoaa..saya ketawa ngakak. Ya gampang itulah, cukup ingat-ingat aja kira-kira lagu apa yang jadi “independence love song”-nya saya dan my hunk. 

Persoalan jadi rada rumit ketika bikin daftar yang semestinya mudah itu jadi sulit lantaran nyokap saya mengajukan syarat ke saya, “Pokoknya jangan lagu yang jembreng-jembreng lho yaa..”

*saya langsung mengkeret*
*mencoret lagu-lagu Linkin’ Park dari daftar saya*
*dan lagu-lagu Aerosmith*
*dan Bon Jovi*

Sunday, December 9, 2012

Tusukan Pertama Selalu Sakit

Service pada tempat bersalin ternyata nggak cuman urusan meladeni ibu hamil yang melahirkan. Begitu si jabang bayi lahir dan ketahuan kalau dia nggak punya penis, besoknya susternya dapet order tambahan: menindik kuping si bayi.

Sudah umum dianggap bahwa untuk membuat anak perempuan nampak feminin, orang tua memakaikan anaknya itu anting-anting. Persoalan ini jadi susah kalau anting itu ditancepin pertama kali, namanya juga jarum ditusukin, rasanya pasti sakit nggak karuan.

Orang tua kadang-kadang ambil jalan pintas, daripada kasihan lihat anak perempuannya jerit-jerit pas ditindik, mending sekalian aja ditindiknya pas masih bayi. Toh nangisnya sama kencengnya, tapi setidaknya menahan bayi perempuan yang meronta-ronta nggak sesusah menahan anak perempuan yang kalau nangis bisa bangunin penghuni kuburan.

Rumah sakit tempat saya sekolah juga melayani jasa menindik bayi yang baru lahir. Asal yang penting

Saturday, December 8, 2012

Pola Pelaku Nikah Siri

Pada dasarnya semua ibu itu bisa melahirkan dengan tenang selama ada duit. Tapi yang namanya manusia itu memang nggak sip kalau nggak dikasih cobaan, sehingga kadang-kadang masih ada aja ibu bersalin yang kesusahan sehingga terpaksa melahirkan di rumah sakit. Bagian yang menyusahkan adalah rumah sakit itu cepat atau lambat pasti akan minta bayaran, sehingga ibu tinggal berhadapan dengan dua pilihan, bayar sendiri biaya yang sangat mahal itu atau minta surat miskin supaya pemerintah aja yang bayarin. Siyalnya, pemerintah itu nggak mau rugi, pemerintah mau aja bayarin asalkan si ibu punya kartu keluarga.

Persoalannya, gimana mau bikin kartu keluarga, orang suami aja dapetnya dengan nikah siri?

Saya, entah kenapa saban kali dapet pasien yang kebetulan status nikahnya (masih) nikah siri, mesti urusannya nggak ada yang bener. Kalo nggak abortus provokatus lah, mesti eklampsia atau plasenta previa dengan fluksus aktif. Mbok sekali-kali kek pasien saya yang nikah siri itu pasien yang bersalin normal aja, biar nggak ada masalah. Nyatanya enggak tuh.

Setelah saya iseng bikin analisa, saya ngeh kalau hampir semua masalah pasien itu sedikit-banyak ada penyebab faktor sosialnya.
Semisal aja abortus provokatus itu terjadi karena si ibu memang sengaja minum jamu karena kepingin anaknya gugur. Dia begitu karena nggak siap besarin anak sendirian. Sendirian? Iya, soalnya suaminya masih tinggal sama istri yang satunya.
Pasien plasenta previa sebetulnya nggak segitunya menyusahkan sekiranya dari awal kehamilan sudah ketahuan di USG kalau ari-arinya memang menyumbat jalan lahir. Persoalannya si ibu nggak pernah USG karena si ibu takut ke dokter sendirian lantaran takut ditodong bayar. Suaminya nggak kasih dia duit saku buat bayar dokter karena suaminya sibuk kasih nafkah ke istrinya yang lain dan lebih sah..
Eklampsia adalah musibah yang bisa menimpa siapa aja. Korbannya rata-rata perempuan yang baru pertama kali hamil. Nggak heran banyak pasien penyakit ini adalah cewek-cewek yang nggak berpengalaman dalam urusan hamil dan punya anak. Nikah siri menambah ruwet masalah karena mereka nggak kepikiran untuk menyuruh suaminya jadi suami siaga.

Dan setelah saya iseng bikin pola, saya nemu bahwa ciri-ciri pelaku nikah siri pada pasien saya itu hampir semuanya sama:

Friday, December 7, 2012

Teh Kembang

Cara bikinnya: Cemplungin kembang ke dalam poci, lalu kembang akan merekah dan menyebarkan sari-sari tehnya ke seluruh air.

Tunggu sekitar 15 menit sampai seluruh air dalam poci terlarut bersama teh.

Rasa: Pahit, sebetulnya. Jadi saya tambahkan gula sendiri, hehehe.

Bagaimanapun, tehnya cukup unik, enak di lidah, dan cukup eksotis buat difoto.

Lokasi: Sebuah restoran Belgia di kawasan Setiabudi di Bandung.
http://laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com

Wednesday, December 5, 2012

Tetanggaku Bossku

Dulu perhitungan saya nyari rumah kost waktu mau sekolah itu cukup rumit, karena saya terpaksa harus milih, antara milih lokasi yang sedekat mungkin dengan sekolah, atau milih kost yang harganya murah. Sekarang kayaknya milih kost itu kudu tambah lagi pertimbangannya: Tetangganya enak nggak?

Akan jauh lebih simpel kalau kriteria ideal tetanggamu itu sama seperti orang kebanyakan kalau milih rumah: Nggak tukang ngintip jemuran, nggak suka sok-sok pinjem panci terus belagak lupa kembaliin, dan nggak suka puter musik dangdut. Alhamdulillah selama saya ngekost, saya nggak pernah punya masalah sama tetangga kost, karena tetangga di kamar sebelah itu senengnya main laundry, nggak suka masak, dan playlist-nya penuh dengan lagunya Adele. Sampek tetangga saya berhenti ngekost di tempat kost saya pun kami nggak pernah berantem, mungkin karena faktor yang memang cukup signifikan: Saya jarang tidur di rumah, lebih sering tidur di sekolah.

Tapi nampaknya definisi tetangga ideal itu harus ditambah lagi: Kalau bisa jangan tetanggaan sama boss.

Monday, December 3, 2012

Jejaknya Mulai Panas Lagi

Selama bertahun-tahun ia menghilang. Kami mencarinya ke mana-mana, tapi tidak ada tanda-tanda ia masih ada. Padahal kami merindukannya setengah mati, di setiap liter aliran darah kami rasa itu masih ada dan ingin kami rasakan lagi. Kami bingung ke mana kami harus mencari.

Nyokap saya bilang, ia tidak ada duanya. Bokap saya mufakat, ia tidak pernah minta uang banyak-banyak. Adek saya pernah carikan alternatif lain, tapi rasanya tidak ada yang menyamainya. Saya lebih realistis, saya merasa kita akan menemukan penggantinya suatu saat nanti. Meskipun saya belum pernah berhasil menemukan penggantinya. Ia adalah..




Sunday, December 2, 2012

Aku Disuruh Ngobatin Kertas

Pernah cek laboratorium? Entah itu periksa darah, periksa kencing, atau foto Rontgen? Gimana hasilnya? Terus, apakah Anda ngerti maksud hasilnya itu?

Minggu lalu seorang teman, seorang pekerja industri yang pastinya bukan orang rumah sakit, kirim saya pesan. Ceritanya dos-q habis periksa darah dan mendapati titer Widal-nya 1/160 dengan perincian sepanjang kurang lebih 11 baris yang jelas-jelas menuhin display HP saya. Dos-q sedang bertanya dengan perincian sedetail itu, dos-q sakit tipes apa nggak? Saya bacanya jadi garuk-garuk kepala. Setahu saya, orang kalo sakit tipes nggak akan bisa ngetik sedetail itu dan seruwet itu di HP-nya. Sakit tipes itu harusnya terkapar di tempat tidur, badan panas dingin nggak karuan, feeling salah tingkah karena perasaan campur-aduk antara mencret dengan nggak bisa pup.

Dulu pernah seorang teman lain, auditor di sebuah perusahaan minyak, setengah panik kirim pesan ke saya. Dos-q habis menjalani pemeriksaan kesehatan di kantornya, serangkaian pemeriksaan yang rumit sekali dan cenderung lebay malah, karena ternyata alat kandungannya juga diperiksa pakai USG padahal dos-q belum kawin. Dalam pemeriksaan itu terungkap bahwa dos-q punya massa segede dua senti di ovarium dan sekarang dos-q nggak bisa tidur karena membaca hasil itu. Samar-samar dos-q inget di pelajaran biologi bahwa ovarium itu indung telur yang berkontribusi untuk masa depan kesuburannya kelak. Saya ngerti apa yang dikhawatirkannya, nampaknya dos-q takut mandul sekarang, cuman gara-gara telah membaca hasil lab cek rutin..

Thursday, November 29, 2012

Pak Guru Bilang, Lupa Itu Tidak Apa-apa

Akan jauh lebih sederhana, jika jenis-jenis penyakit itu sesimpel diagnosa Puskesmas: PUSing, KESeleo, dan MASuk angin.

Kalau pusing kasih aja parasetamol. Kalau keseleo kasih aja asam mefenamat. Kalau masuk angin kasih aja vitamin C.

Tetapi dalam prakteknya, penyakit tidak pernah sesederhana itu.

Penyakit itu, menurut ICD-X ada ribuan jenis. Setiap diagnosa penyakit punya obat yang beda-beda. Tidak semua penyakit bisa sembuh dengan kasih obat, beberapa harus ditindak, mulai dari dipijit sampek dibelah.

Persoalannya, tidak semua dokter hapal jenis-jenis pertolongannya. Daya menghapal itu sangat ditentukan bermacam-macam faktor, mulai dari umur dokter yang bersangkutan, pengalaman, sampek kemauan dokternya untuk membaca buku dan ikutan seminar. Akibatnya, nggak semua keluhan pasien yang datang berobat bisa ditangani dengan betul. Ada yang penyakitnya hilang (saya nggak suka istilah SEMBUH), ada juga yang enggak. Ada yang terhibur setelah dokternya bilang, "Nggak pa-pa kok, Bu/Pak. Ini normal." Ada juga yang jadi galau setelah dokternya bilang, "Hmm..ini bisa sembuh asalkan Anda begini, begitu, bla-bla-bla..nanti kontrol lagi ke sini bulan depan ya?" Ini dokternya bisa ngobatin nggak sih?

Tuesday, November 27, 2012

Ngomong Aja Langsung

Saya sakit. Mula-mula radang hidung, lama-lama ekstensi jadi radang tenggorokan. Sudah tiga hari. Saya sudah ngeh sejak tiga hari yang lalu, jadi saya sudah beli segepok obat, salah satunya obat pilek.

Obat pileknya adalah sirup bikinan Inggris yang pabrik manufakturnya ada di Jakarta. Saya sudah lama langganan pakai obat ini, karena saya tahu kalau alergi saya lagi kumat, bisa reda kalau pakai obat ini. Cuman saya biasanya beli obatnya yang kemasan 120 ml. Kali ini saya beli yang kemasan 60 ml. Perhitungan saya, ini cuman alergi temporer, bisa sembuh sendiri kalau saya mau rendah hati untuk tidur dan nggak maksa begadang.

Baru kali ini saya beli yang kemasan 60 ml, dan saya mengalami kebingungan yang sangat konyol: Tutup obatnya nggak bisa dibuka!

Saya puter-puter, saya dorong-dorong, saya cungkit pakai pisau, nggak berhasil. Pilek saya semakin meradang, hidung saya mengamuk dan meler-meler. Siyalan, gw lagi sakit, demit. Apa maksudnya ini Gl^xo Sm*th Kl*ne bikin obat yang tutupnya nggak user friendly?

Kesal, saya geletakkan obatnya di meja. Tiga hari. Saya masih minum obat antibiotik saya, sementara sirup pileknya saya cuekin. Sampek tiga hari, my hunk datang ke apartemen saya.

Lalu dos-q bukain obatnya. Nggak ada satu menit, tuh obat pun membuka. Ya ampun, saya memang kayaknya butuh kawin laki-laki buat bereskan masalah-masalah sepele.

Saya tutup obatnya, lalu my hunk pulang. Begitu my hunk pulang, saya buka lagi obatnya. Heeh..tutupnya nggak bisa dibuka lagi!

Oke, ini sudah cukup.

Saya jalan ke apotek tempat saya beli obat itu. Kepada mbak-mbaknya yang jaga di apotek itu, saya bilang kalau obat yang dos-q jual nggak bisa saya buka. Si mbak ketawa geli, "Lho, jadi obatnya belum diminum?"

"Belum," jawab saya dengan suara parau karena radang saluran napas mulai mengacaukan pita suara saya.

Si mbak membuka tutup obatnya, dan terhenyak. Eh, dos-q juga nggak bisa buka tutupnya..!

Saya menatapnya dengan tampang sayu.

Kata si mbak apotek, dos-q mau minta salah satu temannya untuk membuka obat siyalan bikinan Inggris itu, tapi temannya lagi pergi nganter obat ke tempat lain saat itu. Dos-q suruh saya tunggu di apartemen saya aja, nanti obatnya dianterin ke apartemen saya. Saya angkat tangan. Terserah elu dah.

Saya nunggu di apartemen, beres-beres blog. Kira-kira satu jam kemudian, concierge saya ngetok kamar nganterin kiriman obat. Ternyata si apotek telah mengganti tutup obat saya dengan tutup obat dari produk lain.
Obat ini, setelah tutup obatnya diganti sama tutup obat yang lain.

Jadi ini kesalahan desain produk?

Oh, biarin lah. Yang penting sekarang saya bisa minum obatnya.

***

Pernahkah Anda beli produk sesuatu lalu merasa tidak puas dengan produk itu karena merasa produk itu cacat desain? Apa yang Anda lakukan? Pasrah aja? Atau balik ke toko yang jualnya dan protes? Atau malah ngamuk-ngamuk tidak karuan terhadap pabriknya di Twitter padahal direktur pabriknya nggak tahu apa-apa atas kesalahan anakbuahnya (dan lebih parah lagi, direkturnya itu nggak punya account Twitter sehingga dos-q tidak tahu kalau dos-q sedang dimaki)?

Jika tidak puas, ngomong ajalah langsung. Itu namanya komunikasi. Nggak usah dipendam. Dewasa dong ah.

Monday, November 19, 2012

Luarnya Mewah, Dalemnya KW

Dulu tuh Menteri Kesehatan (sekarang mantan) Fadillah Supari pernah nyela anggapan masyarakat bahwa rumah sakit yang bagus itu kudu rumah sakit yang lantainya dari marmer, mewah, dan sebagainya. Saya dengan jujurnya mengaku bahwa kalau pun saya sakit dan kudu diopname, saya ingin dirawat di rumah sakit kayak gitu. Meskipun saya nggak tahu apa hubungannya lantai marmer dengan kesembuhan pasien, hehee..

Lalu, kemaren, pas saya lagi ngiderin Foursquare, tahu-tahu mata saya tertumbuk pada status kolega saya yang nulis, dos-q lagi jaga di Rumah Sakit X. Hey, saya langsung kepo, dan nanya kok bisa-bisanya dos-q kerja sambilan di Rumah Sakit X, padahal saya tahu tuh rumah sakit cuman mau mempekerjakan dokter spesialis sedangkan kolega saya kan juga sama-sama masih dokter umum.

Lalu, dos-q jawab, tuh rumah sakit memang maunya dibayar oleh pasiennya dengan tarif spesialis, tapi supaya murah meriah maka institusi itu mempekerjakan dokter umum. Supaya aman dari kemungkinan tuntutan nggak enak, nama yang dipasang adalah nama dokter spesialis entah siapa gitu, meskipun nanti tangan yang bekerja adalah tangan asistennya (asistennya itu ya dokter umum). Kalau ada apa-apa ya yang tanggung jawab adalah sang spesialis bersangkutan karena kan nama dos-q yang dipasang.

Saya dengernya jadi agak kecewa, karena somehow sekitar beberapa tahun lalu saya pernah punya cita-cita kepingin melahirkan di rumah sakit itu. Dalam benak saya waktu itu, saya kepingin diladenin spesialis kandungan, lalu kalau saya sampek jatuh kepada situasi di mana saya harus dioperasi, saya ya maunya dibius sama dokter spesialis anestesi. Bukan dibius oleh, maaf ya, spesialis anestesi KW alias dokter umum (meskipun saya tahu juga bahwa sang dokter umum itu bertanggung jawab terhadap dokter spesialisnya juga).

Saya nggak menyalahkan dokter umum yang mau-maunya bekerja atas nama orang lain sedangkan dos-q sendiri cuman dapet bayaran dikit, itu terjadi di banyak tempat, saya sendiri mengalaminya sekarang.
Saya juga nggak menyalahkan dokter spesialis yang harus nyambi bekerja di banyak tempat yang sudah kadung teken kontrak dengannya, padahal tenaga fisiknya sendiri mungkin nggak kuat untuk bisa membelah diri dan konsentrasi pada banyak tempat sekaligus.
Tapi rumah sakit seharusnya lebih jujur. Jika berani bilang kepada pasien bahwa "kami akan memberi Anda dokter spesialis", jangan lantas pada prakteknya hanya memberikan dokter spesialis yang baru seperempat jadi (alias spesialis KW).

Ah, tapi siapa yang akan mempertanyakan kejujuran rumah sakit? Apalagi kalau rumah sakitnya. Sudah mewah dan berlantai marmer seperti yang diceritakan Bu Supari, ya toh?
http://laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com

Monday, October 22, 2012

Bokis Turunan

"Vicky, sini!"
Seruan Bu Guru membuat Little Vicky Laurentina lemas. Aku tahu dia akan marah. Dia akan menghajarku, kasih nilai merah di rapor, dan pada pembagian rapor minggu depan dia akan menjungkalku dari ranking satu yang selama ini aku dapet di kelas.
Tapi saya menarik napas panjang dan berjalan dengan gagah berani ke meja Bu Guru. Di hadapan sekitar 64 pasang mata murid lainnya di kelas 3, saya menghadap Bu Guru. "Ya, Bu?"
"Vicky, mana prakaryanya? Kenapa belum mengumpulkan?" tanya wanita berumur sekitar 45 tahun itu.
"Saya belum kerjakan, Bu," jawab Little Laurent tenang.
Bu Guru terheran-heran. "Kenapa?"
Saya menelan ludah. Tidak berani menatap matanya. Saya melihat ke kancing atas jas Korpri Bu Guru, lalu mengucap dua kalimat sakti itu. "Saya sibuk."
Dia menatap saya nanar. Little Laurent menunggu-nunggu sampai dia ngamuk seperti burung-burung manyar, lima detik, 10 detik, tapi dia tidak kunjung bergerak.
Lalu apa yang dia lakukan? Dia mengambil bolpennya, lalu menulis di buku nilainya, di samping nama saya, angka 6.
Saya mundur pelan-pelan dan kembali ke bangku saya, hati setengah gelisah tapi pasrah.

Tuesday, October 16, 2012

Kapan Nyeri Haid Dianggap Serius

Saya pernah menulis di sini sebagai ungkapan saya menolak mentah-mentah tentang adanya cuti haid. Saya diprotes banyak cewek waktu itu di forum lain karena mereka merasa memang haid itu bikin menderita sekali. Ada yang pekerjaannya terganggu sekali, karena ada yang terhuyung-huyung waktu haid saking nyerinya, ada yang sampek nyetok Kiranti di kulkasnya sampek berbotol-botol, ada yang sampek pingsan, ada yang sampek harus dirawat di rumah sakit segala.

Sebegitu menderitanyakah haid itu? Bukankah haid itu normal, sehingga nyeri yang mengiringinya mestinya juga dianggap sebagai fenomena normal juga? Bayangkan kalau Anda nggak haid, dua bulan aja, tidakkah Anda kebingungan setengah mati, bukannya bersorak-sorai karena bebas nyeri?

Kalau kita iseng bikin penelitian dengan responden yang merata, kita akan menemukan bahwa ternyata yang lebih sering mengeluh nyeri waktu haid adalah mereka-mereka masih perawan atau minimal yang belum melahirkan. Apa sebab? Semakin dewasa usia seorang cewek, dos-q terbiasa dengan nyerinya dan lama-lama tidak mengeluh lagi. Selain itu, pada cewek yang sudah melahirkan normal (bukan lewat operasi Cesar lho ya), leher rahim cenderung lebih luwes karena sudah pernah dilewati bayi yang meluncur melalui jalan itu, sehingga kalau cuman segumpal darah haid yang lewat, sakitnya sih cetek..

Haid itu sendiri juga ada siklusnya. Prostaglandin yang diproduksi cewek pada waktu haid, paling banter hanya memuncak pada hari pertama atau kedua haid, tapi setelah hari ketiga, kadarnya berkurang. Prostaglandin inilah penjahatnya nyeri haid. Ini yang menjelaskan kenapa nyeri haid paling hebat cuman terjadi pada hari-hari pertama haid.

Nyeri haid jarang sekali bisa bikin pingsan. Istilah "pingsan" pada masyarakat awam umumnya masih seringkali dikaburkan dengan "lemes dan mendadak roboh". Apakah si pingsan masih menyahut kalau dipanggil namanya? Apakah si pingsan langsung melek begitu ditepuk-tepuk pipinya? Itu namanya bukan pingsan dong.

Nyeri bisa ilang kok. Dengan obat-obatan tertentu yang bisa dibeli di warung sebelah rumah, obat ini bisa berkhasiat menghantam prostaglandin yang banter di dalam tubuh seingga mampu meredakan nyeri haid. Tentu saja kalau mau pakai obat ini kudu konsultasi dulu sama dokter untuk mencegah efek samping maupun overdosis.

Kapan nyeri haid dianggap tidak normal? Nyeri boleh dianggap serius jika nyeri bukan berlangsung di hari pertama/kedua, tetapi berlangsung sepanjang haid dan baru hilang begitu haidnya selesai. Nyeri haid juga perlu diperiksakan ke dokter jika penderitanya sudah menikah tapi mandul padahal tidur bareng suaminya tiap malam berisik terus.

Masih mengaduh-ngaduh menuntut surat cuti haid? Menerima nyeri haid sebagai kodrat alami, membantu kita meredakan nyeri itu sendiri. Jadilah tegar, jangan cengeng ya :)

Monday, October 15, 2012

Robohnya Pemandu Sorak

My hunk nunjukin saya seorang pengendara sepeda lagi naikin sepeda yang katanya disebut sepeda fixie, sekitar dua tahun yang lalu. "Itu sepeda nggak ada remnya lho," kata my hunk. Saya langsung mengerutkan kening. Sepeda kok nggak ada remnya gimana sih, kalau nurunin jalan curam bergunung-gunung kayak di kawasan Darmo gitu gimana?

Saya bukan penggemar kendaraan beroda dua apapun, jadi saya nggak terlalu memperhatikan. Tapi sore kemaren, saya baru ngerti dampaknya sepeda sinting yang nampaknya keren tapi sebenarnya nggak keren itu.

Kemaren sore, saya lagi enak-enak duduk di ruang gawat darurat yang baru saja saya bersihkan dari pasien-pasien tumor kandungan yang harus dioperasi dan kanker leher rahim yang berdarah melulu, berjalan masuklah seorang ibu yang nampak pucat membawa anak gadisnya yang nampak sama pucatnya. Katanya, gadis kecil yang konon baru berumur 15 tahun itu lagi naik sepeda fixie siangnya, dan entah gimana dia selip lalu terjatuh dan menghantam setang atau entah bagian apa dari sepedanya itu. Setelah menghantam entah apa itu, si gadis menjerit kesakitan karena keluar darah dari sela-sela selangkangannya..

(Oke, Anda takut darah? Silakan pencet icon silang di sebelah kanan atas layar.)

Saya suruh si nonik tiduran di tempat tidur, lalu saya buka sela-sela kakinya. Darahnya tidak terlalu banyak, tapi ya ngalir pelan-pelan. Saya rasa yang membuat si nonik itu ketakutan adalah karena kebetulan dos-q lagi mens, jadi darah mensnya campur dengan darah lukanya yang nggak seberapa itu.

"Gimana, Dok?" Ibunya menggigil ketakutan.
"Kemarilah, Bu," saya ajak ibunya melihat lukanya, coz si ibu nampaknya ketakutan lihat vagina anaknya sendiri. Saya tunjukin luka anaknya, "Ini luka. Darahnya keluar. Kami harus jahit supaya darahnya berhenti keluar. Kalau tidak dijahit, lukanya tidak akan nutup dan darahnya tidak akan berhenti. Kami bisa jahit sekarang, setelah selesai, anak Ibu bisa pulang hari ini juga, nggak usah nginep."
Si ibu terdiam, "Tadi ada yang keluar, seperti daging kenyal kecil? Hitam-hitam, saya kirain.." Bicaranya terputus, seolah tidak berani mengucapkan apa yang terlintas di benaknya.
"Maksud Ibu ini?" Saya nyodorin stolsel di baskom.
"Iya.." Si ibu gemetaran.
"Bu, ini bekuan darah."
"Bukan..bukan 'itu'..?"
Saya menatap matanya, menebak jalan pikirannya. "Bu, selaput daranya masih utuh."
Si ibu langsung menghela nafas lega. "Saya kirain.. Ya Allah.."
Saya menepuk bahunya, lalu mengajaknya ke meja konsultasi untuk tanda tangan persetujuan jahit kemaluan.

Si nonik masih kuatir. "Dok, dibius kan?"
Saya tersenyum. "Nanti saya kasih anti nyeri."

Lalu saya sodorkan surat tanda persetujuan ke ibunya untuk ditandatangani. Ibunya membaca surat itu, lalu perlahan-lahan dos-q nangis. Air matanya bercucuran makin deras, dan semakin diusapnya dengan ujung kerudungnya, semakin keras nangisnya sampek terkulai kepalanya di meja.
Saya tunggu dos-q sampek nangisnya selesai. Begitu reda, saya bertanya dengan nada khas orang awam, "Sepeda fixie itu sepeda yang nggak ada sadelnya ya?"

"Sepeda fixie itu yang nggak ada remnya, Dok.." kata si ibu.
"Oo.." Saya manggut-manggut, pasang tampang seolah-olah terkagum-kagum "wow keren".

"Sepedanya itu baru beli satu bulan, Dok. Dia minta dibelikan sepeda fixie, sedangkan adeknya minta sepeda yang biasa. Kami belikan. Saya nggak ngira, ternyata sepeda itu bikin celaka.. Huhuhuhu.." Lalu ibunya menangis lagi.
"Hm.." Saya ngelus-ngelus dagu saya yang tidak berjenggot. "Mungkin besok-besok dia akan naik sepeda fixie itu lagi ya?"
Si ibu nangis makin kenceng, dengan suara yang campur antara nangis dan ketawa miris.
"Ya habis gimana ya, Bu, ya? Kalau sepedanya dijual, kayaknya sayang.. Tapi kalau didiemin di rumah, siapa yang mau naik..?"

***

Sepanjang saya nyiapin alat jahit, mahasiswa koass ngajak ngobrol si nonik. Si nonik sudah mulai tenang coz ternyata dos-q masih perawan, tapi masih ada sesuatu yang mengganjalnya.
"Nanti aku bisa pipis nggak?" tanya si nonik.
"Bisa," jawab si koass.
"Aku nggak boleh loncat-loncat?"
"Jalan biasa aja dulu ya."
Si nonik terdiam. "Boleh jongkok?"
"Boleh.."
"Boleh split?"
Si koass mengerutkan kening. "Hm..tunggu dululah.."

Saya datang, dan mulai nyiapin perban di dekat si pasien.
"Dok, nanti aku boleh masuk sekolah?"
"Besok masuk sekolah seperti biasa," jawab saya kalem.
"Soalnya besok aku ada latihan."
"Oh ya? Latihan apa?" Terlintas di benak saya, mungkin gadis ini anak Paskibra atau atlet basket atau atlet tenis meja atau atlet apalah.
"Aku harus latihan cheers.."
"Hah?" Saya menoleh terkejut. "Ngg.."
Si koass langsung ketawa. "Pantesan tadi nanya boleh split apa enggak.."

***

Sepedaan sekarang memang tren. Modelnya macam-macam, cara naikinnya ternyata juga macam-macam. Sayang nggak semua pengendara tahu aturan naik sepeda yang aman. Kita masih susah menyuruh pengendara sepeda buat pake helm di kepala. Sekarang PR-nya nambah satu lagi, kalau naik sepeda fixie, jangan lupa pake helm di vagina..
http://laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com

Friday, October 12, 2012

Antologi "Nyesek"

Kalau kamu suka dia, bilang. Tapi kalau kamu nggak berani bilang, jangan pernah ketakutanmu bikin kamu nyesel.

***

Kolaborasi Hanung Bramantyo dan Dewi Lestari ini saya acungin empat jempol! Dua jempol dari tangan saya, dua jempol dari kaki saya. Soalnya biarpun Perahu Kertas sampek dipecah jadi dua seri sehingga saya terpaksa dateng ke bioskop dua kali, dua-duanya sukses bikin saya lengket sama kursi bioskop lantaran saya penasaran kepingin nonton credit crew sampek terakhir. Filmnya hampir sama bagusnya dengan novelnya, dan nggak salah film ini jadi trending topic di mana-mana.
Kugy dan Keenan kabur ke pinggir pantai untuk membahas mimpi masing-masing.
Keenan satu-satunya yang hafal semua dongeng karya Kugy yang dianggap irasional .

Kugy (Maudy Ayunda) dan Keenan (Adipati Koesmadji) diam-diam saling naksir sejak kuliah, tapi nggak pernah bilang satu sama lain. Siyalnya, sahabat Kugy, Noni (Sylvia Fully) malah nyomblangin Keenan dengan sepupunya sendiri, Wanda (Kimberly Ryder) sehingga Kugy jadi patah hati dan menghilang. Wanda yang kemecer setengah mati dengan Keenan, mencoba menipu Keenan dengan pura-pura beli lukisan Keenan, sehingga Keenan nekat drop out kuliahnya demi melukis profesional.

Ketika Keenan ngeh ditipu, Keenan putus asa dan kabur ke Bali untuk tinggal bersama Wayan (Tio Pakusadewo), pelukis yang dikaguminya dan secara kebetulan juga masih mantan pacar Lena, ibunya sendiri (Ira Wibowo). Di Bali itu dia mencoba menyusun hidupnya yang berantakan, dan berkencan dengan ponakan Wayan, Luhde (Elyzia Mulachela).
Keenan sudah memilih Luhde, seharusnya Luhde senang.
Tapi Luhde galau karena merasa dirinya selalu jadi bayang-bayang Kugy.

Tapi Keenan tidak pernah melupakan Kugy. Keenan pelan-pelan bangkit, lalu membuat lukisan pertamanya, yang inspirasinya datang dari dongeng-dongeng karya Kugy yang sering diceritakan Kugy saat dulu mereka masih dekat. Lukisan pertamanya tahu-tahu dibeli Remi (Reza Rahadian), seorang pengusaha periklanan top dan sejak itu karier Keenan melonjak menjadi pelukis ternama.

Dewi Lestari memang sengaja mempersempit setting dengan mempertemukan Remi dan Kugy, dan ujung-ujungnya mereka pacaran. Kugy akhirnya ketemu Keenan lagi setelah Keenan tiga tahun drop out kuliah, dan ternyata Keenan sudah jadi ilustrator jempolan dan sudah punya pacar.

Pertemuan itu bikin Kugy galau karena diam-diam ternyata ia masih mencintai Keenan yang nggak jomblo lagi, sedangkan ia sendiri sudah punya pacar. Keenan juga akhirnya sadar bahwa Kugy sudah di-tag Remi, sehingga Keenan memilih Luhde. Padahal Luhde ternyata selama ini penggemar tulisan Kugy, dan Luhde langsung minder karena merasa kalah keren ketimbang Kugy. Remi sendiri akhirnya tahu bahwa ternyata tunangannya diam-diam naksir sohibnya sendiri, dan lukisan yang dipujanya ternyata dibikin oleh sohibnya yang naksir tunangannya sendiri, sehingga film ini pun jadi mbulet karena tokoh-tokoh utamanya terjebak dalam lingkaran sesat yang campur-aduk antara perasaan salut terhadap saingan dan sekaligus patah hati.
Lihat adegan Kugy dan Remi ini, maka kau akan belajar tentang apa itu ikhlas.
Saya nangis waktu adegan ini, hihihi..cengeng banget deh saya :p

Film ini dilabelin buat Remaja, dengan konflik simpel yang sebetulnya nggak jauh-jauh dari kehidupan kita sendiri. Coba Jemaah semua acungkan tangan, siapa yang dulu punya gebetan tapi nggak berani ngomong langsung? Jika kalian mengaku, coba pikir-pikir, sekiranya sekarang ketemu lagi sama mantan gebetan, dan ternyata si mantan gebetan itu ngaku bahwa dia dulu juga naksir kalian, apakah kalian menyesal? Dengan kenyataan yang kayak gitu, jika sekarang si gebetan sudah bersama orang lain, dan kalian sendiri sudah bersama yang lain lagi, apakah ini yang dinamakan "nyesek"?

Sekian lama saya nonton film Indonesia, baru kali ini saya lihat pemeran utamanya nampak kucel dan jarang mandi. Maudy di sini nampak bebas make-up, mungkin disesuaikan sama karakter Kugy yang berantakan. Reza ternyata sukses mencuri perhatian banyak penonton, nampak dari komentar-komentar di Twitter yang menyatakan klepek-klepek lihat pembawaan tokoh Remi ini. Ira, yang sekarang lebih sering jadi model iklan krim anti-aging, juga masih menarik biarpun sudah berperan jadi emak-emak.

Sayangnya ada beberapa yang kurang pada film ini. Hanung nggak memainkan adegan Wanda kejeduk atap rumah kost Keenan yang kumuh, padahal Wanda dibikin antagonis dan adegan di bukunya sebetulnya lucu sekali. Juga tidak dieksplorasi kenapa Lena dulu putus dari Wayan dan malah memilih Adri (August Melasz) sehingga menghasilkan Keenan. (Meskipun saya sudah bisa menduga jawabannya: karena Adri nampak tajir dan elite, sedangkan Wayan hanyalah seorang pemuda bertattoo yang doyan melukis dan mulutnya bau asbak). Tapi yang bikin saya gusar adalah adegan yang tidak mendidik: Kugy dalam keadaan hamil malah naik perahu di laut demi mengalirkan perahu kertas. Gila apa, kalau di tengah laut dia kecemplung gimana? Bisa gugur janinnya nanti! Terlalu!

Film ini juga sukses bikin saya meneteskan air mata karena terharu. Yang pertama ketika Keenan minta Kugy nggak mengenang cinta mereka lagi, karena Keenan ikhlas Kugy sudah di-tag Remi. Yang kedua adalah ketika Remi akhirnya tahu bahwa Kugy memendam cinta diam-diam kepada Keenan meskipun Kugy sudah memilih Remi, dan dengan besar hati, Remi melepaskan Kugy. Seolah-olah di sini nampak pelajarannya: 1) Jangan kau ambil pacar orang lain, meskipun kau mencintainya, dan meskipun dia juga mencintaimu. 2) Saat kau sadari pacarmu sebenarnya lebih mencintai orang lain daripada mencintaimu, biarkan dia pergi meskipun kamu mencintainya setengah mati.

Ini memang film yang sarat cerita akan komplikasi yang timbul akibat suatu kesalahpahaman. Ceritanya yang membumi dan apa adanya bikin film ini nggak ngebosenin buat ditonton. Semua tokoh punya karakter yang kuat, alhasil penonton punya banyak pilihan menentukan karakter favorit. Mumpung sekuel keduanya masih main di bioskop, ayo nonton yuk! :)

Wednesday, October 10, 2012

Tersesat dalam Titik-titik

Jaman kecil dulu, pada soal-soal anak SD di majalah Bobo yang jadi langganan saya, ada beberapa macam mode soal yang bisa muncul. Soal pilihan berganda, artinya disediakan 3-5 option jawaban untuk satu pertanyaan. Soal esai, artinya jawabannya disuruh mengarang bebas, tidak bisa dijawab dengan satu-dua patah kata thok. Soal menjodohkan, artinya ada lima (kadang-kadang lebih) option jawaban untuk lima pertanyaan yang berbeda, dan biasanya satu jawaban hanya untuk satu soal. Soal isian, biasanya instruksinya adalah "isilah titik-titik pada pernyataan ini dengan jawaban yang tepat".

Saya, yang membenci semua mode tes yang terbatas, tidak suka mode soal apapun selain soal esai. Karena buat saya, di dunia ini, setiap orang berhak punya jawaban sendiri sesuai kapasitas nurani masing-masing, termasuk juga berhak berbeda dari kehendak pembuat soal.

Semakin tinggi saya bersekolah, semakin saya kacau ketika berhadapan dengan ujian apapun selain ujian esai. Saban kali saya disodorin pilihan berganda, saya nggak bisa jawab coz jawaban saya sering beda dengan options yang disodorkan. Ini seperti ditawari lima macam menu makanan (ikan gurame, ayam bakar, belut goreng, telur mata sapi, dan jamur crispy) padahal perut saya kepingin sekali makan burung dara saus inggris. Situasi lebih parah lagi ketika berhadapan dengan soal menjodohkan. Saya nggak ngerti kenapa satu jawaban hanya boleh untuk satu pertanyaan dan tidak boleh untuk pertanyaan lain. Sama seperti menghidangkan lima menu makanan di meja yang diduduki lima orang tapi setiap orang cuman boleh makan satu macam menu. Kenapa kelima orang itu tidak boleh menikmati kelima makanan itu bersama-sama? Di mana prinsip berbagi di sini?

Konflik inilah yang sedang saya hadapi bersama kolega-kolega saya di sekolah sekarang. Kami akan ujian dua bulan lagi, dan profesor kami saban kali kuliah seringkali mengajari kami dengan bikin kuis. Kuisnya itu adalah soal isian.
Di kelas itu kira-kira adegannya gini, "Memasak ikan bakar adalah dengan apa?"
Kolega saya yang pertama jawab, "Bumbu."
Profesor saya nampak tidak puas, lalu menolehkan kepalanya ke kolega saya yang kedua, "Jawaban Anda?"
Kolega ke-2: "Bumbu dan garam, Prof."
Tidak puas juga.
Kolega ke-3 (sok berusaha menyempurnakan, mungkin dipikirnya jawabannya kurang panjang): "Bumbu, garam, lalu dibubuhi jeruk nipis.."
Profesor kami menggeleng lalu pindah ke saya: "Vicky?"
Saya dengan sok gagah pun menjawab, "Ada beberapa macam teknik, Prof. Yang pertama bisa digoreng dulu lalu dibakar, yang kedua lagi bisa langsung dibakar, yang ketiga.."
"Bukan, bukan itu!" Profesor langsung ngalih ke kolega saya yang lain, meninggalkan saya yang keok di kursi. "Anda?"
Setelah berkeliling ke semua mahasiswa yang ada di kelas itu, akhirnya Prof berkata, "Memasak ikan bakar adalah dengan..wajan, panggangan, dan kompor."
Spontan kami semua melenguh!

Ngerti kan di mana masalahnya?
Pada tipe soal isian, kita sering kali tidak bisa menjawab bukan karena kita nggak tahu jawabannya, tapi karena jawabannya bukan seperti yang diinginkan pembuat soal.

Kami cemas bagaimana kalau nanti pas ujian, tipe soal yang keluar adalah soal isian atau pilihan berganda begini. Soal pilihan berganda, biarpun kedengerannya mudah karena bisa mengira-ngira di antara kelima option, seringkali bikin tergelincir karena option-option itu mirip-mirip. Bagaimana kalau Anda ditanyai begini: Memasak ayam bakar untuk calon mertua adalah dengan cara:
a) Memotong ayam dulu, lalu membumbuinya, kemudian membakarnya
b) Mengeluarkannya dari kantong plastik di pasar, mencucinya, lalu membumbuinya dan menaruhnya di microwave
c) Memilih ayam kampung yang segar dan tidak busuk, membumbuinya dengan bumbu kesukaan calon mertua, mengawetkannya dalam kulkas, lalu membakarnya menjelang waktu makan siang
d) Semua pilihan benar
e) semua pilihan salah
Kira-kira Anda pilih yang mana?

Semua pilihan nampaknya benar, bisa juga Anda cuman milih salah satu.
Pilihan a), nampaknya benar. Tapi cewek yang nggak pernah pergi ke pasar, akan pilih option b). Justru option b) tidak akan dipilih oleh ibu yang nggak punya microwave di rumah. Saya jelas tidak akan pilih option c), karena option itu mengandung kata "memilih ayam kampung yang segar", sedangkan boro-boro milih ayam kampung, waktu senggang untuk pergi ke pasar aja saya nggak punya..
Saya mungkin malah akan memilih option e), soalnya menurut saya ayam itu mengandung kolesterol, sedangkan saya tidak akan menghidangkan menu berkolesterol untuk mertua saya karena kolesterol itu nggak baik buat calon mertua saya yang punya hipertensi :p

Artinya apa? Tidak ada jawaban yang benar untuk semua orang pada setiap soal pilihan berganda. Lebih ciloko lagi kalau dikasih soal isian. Instruksi "isilah titik-titik di bawah ini dengan jawaban yang tepat" justru akan membuat penjawab ujiannya tersesat dalam titik-titik..

Saya lebih senang soal esai. Malah kalau bisa soalnya lisan aja sekalian. Selain go green menghemat kertas, yang diuji punya kesempatan banyak untuk membuktikan kemampuannya menguasai ujian. Karena menguasai materi yang diujikan bisa kelihatan dari cara menjawab pertanyaan.

Anda gimana? Kalau disuruh ujian, Anda kepingin ditanyai dengan metode ujian bagaimana?
http://laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com

Monday, October 1, 2012

Si Cantik Ciamik dalam Batik!

Di Twitter rame-rame ada ajakan besok tanggal 2 Oktober buat pake baju batik. Soalnya katanya 2 Oktober itu hari batik. Saya mencibir. Huh, pake batik? Cuman gara-gara hari batik aja lantas saya kudu pake baju batik? Puaah..nggak usah nunggu baju batik pun saya udah pake baju batik hampir setiap minggu. Malah saya nggak punya baju batik satu-dua potong, saya punya baju batik selusin! *sombong* Bahkan saat setiap orang rasanya punya kemeja batik, saya malah nggak punya kemeja batik, karena batik-batik saya hampir semuanya berupa gaun. Ada gaun yang buat cocktail party, ada gaun yang buat dipake ngantor, macem-macem..

Nampang sebentar pake batik Madura, sebelum kerja bakti buat acara sekolahan. Iya, di sekolah saya, murid-muridnya kerja bakti pake batik..






Bekerja nggak cuman di sekolah atau di rumah sakit. Saya bahkan bekerja sambil nyeruput soto di tempat dugem. Dan kerja sambil makan pun saya tetap pake batik..












Batik sutera, beli di Bali. Dipake nge-date di kapal pesiar..


Pergi dugem di tempat karaoke. Pake batik Cirebon..








Kalo ini sih bukan foto baju batik, tapi saya foto pake gelang batik!

Wednesday, September 5, 2012

Porsi Supir Bis

Salah satu hal yang menjadi alasan kenapa kadang-kadang saya lebih suka makan di restoran rumahan ketimbang kafe-kafe gaul sok ke-paris-paris-an: Es jerman-nya, biarpun namanya es jerman, tapi disajikan dalam porsi orang indonesia, alias disajikan dalam gelas besar a la supir bis. Bandingkan dengan kafe gaul sok ke-paris-paris-an yang menaruh es jerman dalam gelas sloki yang langsing, sudah porsi airnya cuman dikit, harganya nyekek leher pula, dan dinamain dengan nama-nama aneh yang susah dieja. Padahal intinya cuman es jerman. Es JERuk MANis.

Foto saya jepret di RiceBox, kawasan Klampis, Surabaya. Di sebelah gelasnya adalah nasi ikan saos lemon.
http://laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com

Tuesday, September 4, 2012

Anti Mikir yang Jelek-jelek

Dua hari yang lalu saya pergi nyalon. Tadinya niat saya cuman kepingin pijet doang sembari dilulur, tetapi gegara saya datang telat dari reservasi yang ditentukan, jam pijetnya keburu diambil orang dan saya kudu nunggu lima jam lagi. Saya mikir, kan sebetulnya niat saya kepingin dimanjain, jadi saya cari alternatif lain selain pijet. Pas baca di buku menu salonnya bahwa di situ bisa facial, mendadak saya inget fakta yang cukup memalukan akan diri saya: Saya sudah 30 tahun dan nggak pernah facial! Baiklah, sisi diri saya yang haus petualangan baru pun mulai berkuasa: Saya mau nyobain facial!

Saya kirain inti dari facial cuman sekedar cuci muka gitu, tapi ternyata saya baru nyaho kalau ternyata ada adegan bersihin jerawatnya. Saat lagi dibersihin jerawat itulah saya baru ngeh kenapa tidak ada seorang pun yang pernah menyarankan saya buat facial: Saya kan memang nggak punya jerawat! Masa-masa jerawatan saya berhenti semenjak saya punya pacar, jadi saya nggak pernah stress-an. Ya know, kulit wajah adalah cerminan diri kita yang paling jujur dan tidak pernah berbohong; kalau kau stress, maka kau akan jerawatan; tapi kalau kau tidak stress, maka kau tidak akan jerawatan. Saya bukannya sombong, tapi saya harus mengakui, saya nggak pernah cukup stress dalam beberapa tahun terakhir sehingga peristiwa timbulnya jerawat pada wajah saya bisa dihitung dengan jari.

Satu-satunya masalah yang membuat saya gelisah sekarang
adalah, saya kepingin karaokean dan saya belum nemu
temen buat karaokean bareng saya.
Beberapa hari terakhir ini mailing list yang saya ikutin lagi angotnya membahas oknum-oknum tertentu yang disinyalir meresahkan masyarakat (oke, saya berlebihan. Sebenarnya yang resah cuman para anggota mailing list itu doang). Oknum-oknum itu dituduh melakukan sesuatu yang tidak disukai para masyarakat milis tersebut dan milis itu rame membahasnya, dan setiap aspirasi disampaikan dalam bentuk e-mail, sehingga membuat HP saya terus-menerus bunyi oleh karena mailing list itu. Saya sendiri jadi ikutan resah, bukan karena kelakuan para oknum itu, tapi karena bunyi centang-centung notifikasi e-mail itu membuat saya jadi tidak bisa makan dan tidur dengan enak lantaran tangan ini gatel kepingin segera merogoh HP untuk melihat e-mail siapa yang masuk. Ya know kan perasaan itu, saat satu-satunya e-mail yang ingin kaubaca hanyalah notifikasi dari bioskop XXI bahwa harga pop corn caramel kemasan large mereka turun setengah harga, ternyata yang kaubaca adalah informasi bahwa "si X telah melakukan perbuatan Y yang sangat tercela". Apakah berita ini yang ingin kaudengar? *tampang flat*

Padahal, saya ikut mailing list dengan tujuan ingin mendapatkan informasi-informasi yang berharga dan meningkatkan produktivitas, bukan untuk mendengar keresahan masyarakat.

Ketika saya pindah ke linimasanya Twitter, ternyata di Twitter lagi rame hashtag #3macan2ribu. Demi Tuhan saya nggak tertarik sedikitpun dengan keluarga leopard seharga goceng, tidak sejak nyokap saya mendeklarasikan kebenciannya yang amat sanget kepada kucing, terutama karena seekor kucing kampung bertanggungjawab atas kaburnya burung piaraan nyokap saya sekitar 15 tahun yang lalu. So what da heck kalau memang account triomacanduaribu itu suka jelek-jelekin figure public tertentu di Twitter? Cuekin aja, nanti juga berhenti sendiri. Apakah kalian percaya ratusan tweet yang ditulis oleh seseorang yang bahkan nggak punya cukup nyali untuk menyebutkan nama aslinya sendiri?

Saya nggak seneng mikirin orang yang jelek-jelek. Saya menyelesaikan persoalan interpersonal dengan jalan: Kalau ada oknum gangguin kehidupan kita, panggil saja orangnya dan beri tahu dia persis di depan batang hidungnya, 

"You're annoying. Gw nggak pernah nyenggol lu, adakah yang bisa gw lakukan supaya lu nggak usah nyenggol gw?"
Menyebarkan keresahan ke tetangga tidak pernah menyelesaikan masalah, itu hanya memperkeruh masyarakat dan menimbulkan jerawat di jidat masing-masing. Dan alasan saya tidak pernah berjerawat adalah karena saya nggak pernah sudi untuk repot-repot mikirin orang yang mengganggu saya.

Atau mungkin, saya memang bukan pendengar yang baik. Mungkin saya memang cuman kepingin mendengar apa yang ingin saya dengar. Lebih tepatnya, saya cuman kepingin dengar berita bagus dan saya nggak mau dengar berita jelek.

Berhentilah membenci orang, fellas. Hidupmu terlalu berharga buat mikirin yang jelek-jelek. Bereskan pekerjaanmu, berilah makan anak-anakmu, tidurlah dengan pasanganmu. Maka kau akan membuat salon bangkrut karena jasa facial mereka tidak laku.

Saturday, September 1, 2012

Harus Terlahir Keren!

Saya dulu rada ogah ditanyain tempat lahir. Itu yang nanya sungguh-sungguh atau memang cuman basa-basi doang?
PBB (Penanya Basa-basi): "Kamu lahir di mana, Vic?"
Saya: "Kalimantan."
PBB: "Oh ya? Jauh amat? Kalimantan mana?"
Saya: "Kalimantan Tengah."
PBB: "Kamu orang sana?"
Saya: "Enggak."
PBB: "Jadi kamu orang mana?"
Saya: "Orang Jawa."
PBB: "Kok bisa lahir di sana?"
Saya: *ngemut Baygon*

***

Dua hari lalu, pas saya jaga di rumah sakit, seorang ibu datang dianterin tetangganya, dengan tujuan ingin melahirkan. Dia nggak mules-mules, ketubannya masih utuh, dan belum keluar darah dari selangkangan. Karena nggak darurat-darurat amat, bidan yang jagain rumah sakit suruh pasiennya pulang aja dan balik lagi kalau sudah mau melahirkan beneran.

Si pasien bilang dia sudah jauh-jauh dateng dari Madura, males banget kalau balik lagi ke rumah. Surabaya-Madura kan jauh, pakai acara nyebrang jembatan dulu pula. Bidannya angkat bahu, ini kan rumah sakit, bukan hotel, kalau nggak terpaksa banget ya nggak boleh dirawat karena pasiennya bisa ketularan penyakit dari pasien lain.

Si pasien berkilah, setahun lalu sodaranya dateng ke situ karena sakit demam, toh ya boleh aja nginep. Si bidan ngeliatin si pasien, dan mulai nanya si pasien dibayarin asuransi mana kok ngeyel kepingin nginep. Begitu si pasien memamerkan surat keterangan tidak mampu, si bidan langsung suruh pasiennya pulang dan berkata, kalau mau melahirkan gratis ya kudu bawa surat rujukan dari Puskesmas di Madura dulu. Lha si pasien ke situ cuman bawa surat miskin, jelas surat gituan nggak akan laku di Surabaya.

Begitu si pasien pergi, saya berkata ke bidan, pasien itu bakalan balik lagi ke rumah sakit sini, ngapain disuruh pulang?
Bidannya ketawa dan berkata bahwa si pasien itu nggak akan balik lagi. Pemeriksaan saya normal, artinya tuh pasien sehat-sehat aja. Asuransi melahirkan gratis di rumah sakit di Surabaya cuman berlaku jika kehamilannya bermasalah. Pasien-pasien yang hamil normal hanya boleh melahirkan gratis di Puskesmas atau bidan yang sudah ditunjuk, bukan di rumah sakit.

Saya rasa si nyonya Madura tadi tahu bahwa dia normal, jadi ngapain dia bela-belain naik oplet ke Surabaya?
"Karena.." Si bidan ketawa. Lalu dia mulai merendahkan suaranya. "..karena dia kepingin melahirkan di Surabaya."
"Apa?" Saya nggak ngerti.
Si bidan cerita. Suaminya kerja di Madura, sering dimintain tolong buat merayu dirinya untuk bikin surat kelahiran. Nah, di surat kelahiran itu mbok ya dicantumkan bahwa bayi lahir yang terkait itu lahir di Surabaya..
"Mereka (orang-orang Madura) itu berpikir.." lanjut si bidan. "..kalau lahir di Surabaya itu (lebih) keren."
"Whuatt?" Saya nyaris terpekik dan pegangan sama kursi, takut jatuh terjengkang karena nggak kuat nahan ketawa. "Apa maksudnya itu mereka bela-belain nyebrang ke sini supaya anaknya terlahir di Surabaya gitu?"
"Nggak cuman ibu yang mau melahirkan, Dok," cerita si bidan. "Bahkan orang-orang yang sudah dewasa pun, sering minta dibikinin akte kelahiran palsu. Jadi kalo ditanya, 'Sampean lahir di mana?' Lalu dia jawab, 'Saya lahir di Sorbejeh..' Rasanya lebih gimanaa gitu.."
Mendadak saya ingat bahwa akte kelahiran saya dicetak di Kalimantan.

***

Mungkin masalah perasaan termarjinalkan. Masalah rendah diri. Masalah keinginan perbaikan citra. Begitu simpelnya keinginan orang-orang Madura itu: ingin punya akte yang distempel catatan sipil Surabaya.
Padahal belum tentu juga lahir di Surabaya itu lebih yahud ketimbang lahir di Pamekasan. Ya kan?

Lalu saya inget bahwa saya sendiri juga bukan lahir di kota besar. Saya lahir di pinggir sungai di pinggir hutan yang jauh dari peradaban kota. Nggak usah nanya kenapa bokap saya memilih mengeluarkan saya dari rahim nyokap saya di sana. Tapi saya nggak pernah merasa minder lahir di pinggir sungai. Karena saya memang tidak dibesarkan dengan perasaan minder. Perasaan belagu lebih tepat, hahaha..

Saya justru baru merasa unik karena saya lahir di desa ketika saya dewasa. Sewaktu saya lulus dari fakultas kedokteran, semua kolega saya ribut karena kesulitan mencari pekerjaan. Konon jalan kami untuk punya karier bagus tanpa mengandalkan koneksi, hanya bisa dicapai seandainya kami sudah pernah praktek di desa terpencil di Indonesia. Banyak kolega saya berupaya melamar untuk kerja jadi dokter PTT di Nias, di Flores, di Papua, di Aru, dan entah di mana lagi, tapi banyak yang gagal karena di daerah-daerah itu sudah ada saingan yang mengincar praktek di situ, dan saingannya lebih kuat karena mereka memang dokter asli kelahiran sana. Bupatinya lebih senang mempekerjakan dokter asal tempat itu ketimbang mempekerjakan dokter yang KTP-nya dari Bandung atau Jakarta..

Saya yang juga kepingin kerja PTT, mendadak ingat bahwa saya kan lahir di Kalimantan biarpun saya putra Jawa. Tanpa pusing-pusing, saya mengajukan formulir lamaran, bilang bahwa saya ingin kerja PTT di Kalimantan. Sebulan kemudian, saya terima surat bahwa saya dipanggil untuk kerja PTT di Pulang Pisau, tempat saya lahir dulu.

Lahir di pinggir sungai di hutan ternyata membuat jalan saya lebih mulus untuk mendapatkan pekerjaan!

***

Jadi kalau saya ditanya sekarang mengenai tempat lahir saya:
PBB: "Kamu lahir di mana?"
Saya: "Cali.." (Jawab saya dengan aksen Malibu)
PBB: "CALIFORNIA??"
Saya: "Cali-mantan.." (Jawab saya dengan nada mengejek)
PBB: "Uuh..kamu! Kalimantan mana? Pontianak? Balikpapan? Banjar?"
Saya: "Pulangpisau."
PBB: "Di mana tuh?"
Saya: "Ah, nggak terkenal. Kamu dikasih tau juga nggak akan inget kok.."
PBB: "Terus? Kamu asli sana? Orang Asmat? Orang Sasak? Eh, orang apa sih namanya yang asli Kalimantan itu?"
Saya: *nyeruput Baygon*
http://laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com

Sunday, August 26, 2012

Bosan Pura-pura Melarat

Ketika saya nulis tentang program melahirkan gratis di rumah sakit tahun lalu, saya nggak ngira kalau program gratisan itu bisa bikin dampak complicated kayak gini.

Alkisah seorang perempuan, sebut aja namanya Kembang (kenapa Kembang? Karena kalau namanya Bunga itu kayak nama korban pemerkosaan), sedang hamil lima bulan, pergi ke bidan untuk periksa kehamilan. Ketika ditensi ternyata Bu Kembang sakit darah tinggi. Kuatir pasiennya kena preeklampsi, bidannya buru-buru anter si pasien ke rumah sakit. Setiba di rumah sakit, dokternya mengumumkan Bu Kembang memang beneran kena preeklampsi, jadi Bu Kembang kudu diopname dan diobservasi ketat.

Tersebutlah dokter yang mengopname Bu Kembang di rumah sakit itu pusing tujuh keliling karena tensi si ibu naik-turun galau nggak karuan setiap hari. Saban kali dokternya mau nyuruh Bu Kembang pulang, nggak jadi soalnya tensi Bu Kembang naik melulu nggak turun-turun. Bu Kembang makin stres soalnya bosen diopname dan nggak bisa ketemu keluarganya sering-sering. Pasalnya Bu Kembang diopname di kelas 3, dan aturan rumah sakit bilang kalau keluarga cuman boleh jenguk pasien pas jam besuk aja. Selama dirawat pasien nggak boleh ditungguin keluarga di samping tempat tidur soalnya kehadiran pendamping nggak kasih kontribusi apa-apa selain menuh-menuhin ruangan yang udah telanjur sempit. Padahal Bu Kembang udah diopname di situ tujuh hari, bisa dibayangin betapa bosennya dos-q karena di situ dos-q cuman tidur dan tiduran aja nungguin jam besuk datang. Lha apa bedanya sama penjara kalau gitu?

Akhirnya keluarga Bu Kembang dateng ke manajemen ruang opname dan memohon supaya keluarga boleh tinggal di samping Bu Kembang 24 jam. Alasannya soalnya ibu hamil kan sering-sering pipis, jadi supaya ada yang siap memapah Bu Kembang ke toilet setiap saat. Manajemennya nolak soalnya kata dokternya Bu Kembang itu masih bisa jalan sendiri, jadi nggak perlu didampingin setiap menit. Lagian manajemen tahu itu cuman akal-akalan keluarga si pasien aja, supaya keluarganya diijinin masuk ke kamar kelas tiga di luar jam besuk.

Lama-lama keluarga ngeyel kepingin tetep bisa nemenin si pasien terus-terusan. Akhirnya rumah sakitnya kasih tahu bahwa, aturannya adalah keluarga cuman bisa menemani si pasien di samping tempat tidur jika si pasien diinapkan di kelas satu atau kelas VIP. Keluarga bilang oke aja kalau pasiennya dipindahin dari kelas tiga ke kelas satu atau kelas VIP sekalian. Tapi rumah sakit nggak mau oke, soalnya sejak awal tuh pasien udah mendaftar ingin dirawat di rumah sakit itu dengan menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu alias menyatakan dirinya miskin. Dan pemerintah setempat sudah mutusin bahwa warga miskin cuman berhak dirawat di kelas tiga, nggak boleh naik kelas ke kelas dua apalagi minta dirawat di VIP. Kalau sampek Bu Kembang selaku pasien Tidak Mampu minta naik kelas, artinya dos-q mengaku bahwa pernyataan awal yang dos-q bikin bahwa dos-q miskin itu ilegal.

Dokternya sampek geleng-geleng kepala. Bukan aneh lihat pasien ngaku miskin mendadak kepingin dirawat di kelas VIP cuman demi bisa ditemenin keluarga. Tapi keheranan kenapa rumah sakit pemerintah nggak mau terima kenyataan bahwa si pasien miskin bisa mendadak mengaku bisa bayar VIP. Lha ini kan Lebaran, siapa tahu pasien miskinnya baru dapet mustahiq zakat jadi sekarang bisa bayar mahal, ya kan?

Bu Kembang dan keluarga jadi nyesel kenapa dari awal mereka ndaftar di rumah sakit itu dengan mengaku-ngaku Tidak Mampu. Coba kalau dari awal nggak nyodor-nyodorin Surat Keterangan Tidak Mampu, pasti mereka bisa pindah kelas kapan saja mereka mau. Lha mereka pakai Surat itu soalnya denger-denger yang Tidak Mampu itu bisa dirawat gratis di rumah sakit alias nggak mbayar. Tapi mereka nggak ngeh kalau ternyata konsekuensi dari nggak mbayar itu harus bersedia dirawat di kelas tiga. Artinya harus bersedia mematuhi aturan bahwa dia harus tidur sendirian bersama pasien-pasien lain di ruangan yang sempit tanpa ditemani keluarga. Cuman boleh dijenguk keluarga pas jam besuk doang.

Sekarang Bu Kembang memohon-mohon ke dokternya supaya boleh pulang. Dokter menolak karena menganggap pasiennya belum sehat betul. Pemerintah sudah berkomitmen kepingin merawat warganya yang miskin dengan serius, bela si dokter, jadi kalau tensi masih galau pada si ibu hamil ya ibunya nggak boleh pulang.
Dan karena memang penyebab tekanan darah tinggi pada ibu hamil adalah kehamilannya itu sendiri, maka idealnya si ibu harus tinggal di situ sampek tiba waktunya melahirkan. Padahal kehamilan si ibu baru enam bulan. Alamak.

Program pemerintah menggratiskan warga untuk diopname itu cuman program populis. Bungkusnya yang bernama "gratis" itu terdengar indah, tapi manifestasinya tetep aja nggak enak. Mestinya masyarakat nggak boleh langsung terbuai dengan kata gratis, karena di dunia ini jelas "there's no such thing like a free lunch". Selalu ada yang harus dibayar dengan penderitaan. Dikiranya enak kalau punya duit cukup buat pindah ke kelas VIP tapi nggak boleh pindah gegara dari awal sudah ngaku-ngaku melarat?

Jangan pernah ngaku-ngaku kerdil. Nanti ditanggapi kerdil sungguhan. Nyesel lho.
http://laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com

Monday, August 6, 2012

Lebaran Maju Saja!

Sebetulnya kata teman saya yang sesama blogger di Cali, Arman Tjandrawidjaja, musimnya rainbow cake itu udah lewat di Amrik sana. Tapi sekarang rainbow cake lagi booming di Indonesia, dan saya belum ngincipin juga. Kendalanya apalagi kalau bukan lantaran saya tinggal sendirian. Coba bayangin, kalau beli rainbow cake kan kudu beli seloyang. Padahal saya tinggal sendirian, mana bisa saya ngabisin cake sendirian sedangkan di apartemen saya belum ada kulkas. Kue ginian juga nggak mungkin dimakan berduaan doang sama my hunk, bisanya ya makan rame-rame. Lha mosok saya kudu pasang pengumuman di internet: "Dicari: Partner untuk makan rainbow cake bareng-bareng, butuh 10 orang! Syarat: Cekatan makan kue dan punya kapasitas perut yang besar."

Bisa aja sih saya beli rainbow cake yang cuman seiris-seiris doang dan dijual di mal-mal itu, tapi saya pikir itu harganya kemahalan cuman buat kue seiris. *dasar tukang makan yang perhitungan*

Dan mendadak semua orang jadi demam rainbow. Musim rainbow cake belum berlalu, sudah ada kue-kue lain yang memasang embel-embel rainbow pada penampilannya. Beberapa hari yang lalu, teman saya yang lain dan blogger juga, Pinkan Victorien, kasih tau saya perkara lidah kucing rainbow. Heh? Saya mulai merasa urusan rainbow-rainbow-an ini sudah keterlaluan, karena sepertinya demam rainbow ini makin endemik dan saya masih juga belum terlibat. Saya mulai panik, jangan-jangan Lebaran ini di rumah Grandma saya akan disuguhin kue lidah kucing rainbow dan saya nggak ikutan kebagian karena selama liburan Lebaran nanti saya sudah digadang-gadang buat jagain rumah sakit. Makanya, daripada nanti musimnya sudah lewat dan saya nggak ikutan ngincipin, mending saya nyari kuenya aja dari sekarang.

Hasil googling di internet dan survey harga sana-sini, akhirnya saya dapet juga lidah kucing rainbow dijual di Surabaya dengan harga miring. Senengnya nih vendor posisinya di Sutorejo, jadi nggak jauh-jauh amat dari sekolah saya. Makanya malam ini, selesai dugem sama temen-temen di sebuah restoran Itali di kawasan pusat kota, saya dan my hunk meluncur menjemput si lidah kucing rainbow.

Tradisi berkata bahwa orang biasanya makan kue lidah kucing pas lebaran. Halah, toh tahun ini saya akan merayakan lebaran sendirian, mosok mau nungguin lebaran buat makan lidahnya si kucing. Jadi, mari kita ganyang lidah kucing rainbow-nya sekarang. Kalo enak, ya besok-besok beli lagi dong.. :D
http://laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com

Sunday, July 29, 2012

Ketika Shalat Jadi Berat

Gambar diambil dari sini
Dulu banget saya pernah baca tulisan seseorang yang ngaku pernah ketemu setan, dia nanya ke setan tentang bagaimana cara setan ganggu ketakwaan manusia. Lalu setan menjawab, waktu dia lihat manusia sholat, si setan itu mengajak teman-temannya yang sesama setan untuk naik ke atas punggung si manusia. Akibatnya manusia jadi merasa pegel sehingga sholatnya jadi dicepet-cepetin supaya segera selesai dan pegelnya ilang.

Sebenarnya saya nggak percaya tulisan itu karena saya rasa bisa ngerumpi sama setan itu lebih mustahilnya dengan ngerumpi sama Michael Jackson. Tapi nyokap saya pernah bilang sama saya kalau ngebangunin saya buat sholat subuh waktu jaman saya masih a-be-geh itu, kalau saya males bangun, itu pasti tandanya lagi ada setan lagi nyamar jadi bantal yang saya tidurin. Pikiran itu membuat saya jijik, jadi saya buru-buru mbanting selimut saya dan lari ke kamar mandi karena merasa meniduri setan.

Semalem, dalam khotbah pas taraweh di acara taraweh barengnya sekolah saya, pas tukang kotbahnya bicara, dos-q bilang bahwa pada jaman dulu, sholat paling berat itu sholat subuh. Atau sholat isya. Soalnya, situasinya dunia masih gelap, nggak ada orang di sekitar, lalu disuruh sembahyang. Membuat saya tercengang-cengang, memangnya sholat itu harus dilihat orang lain ya sampek-sampek sholat di situasi sepi aja begitu sulit untuk dilakukan.

Tapi sebenarnya saya nggak setuju sama Pak Tukang Kotbah. Buat saya, sholat paling berat itu adalah saat saya udah wudhu, tiba-tiba di pintu kamar bersalin nongol perempuan hamil mengerang-ngerang dengan jabang bayi yang kepalanya siap-siap mau nongol di ujung bokongnya. Dan saya satu-satunya dokter di situ yang kompeten buat nolong.

Kalau Anda gimana, sholat paling berat itu pas kapan?
http://laurentina.wordpress.com 
www.georgetterox.blogspot.com

Saturday, July 14, 2012

Saya Nggak Pernah Ganti Profile Picture

Sesungguhnya kamar bersalin itu, telah dirombak menjadi studio foto.

***

Minggu lalu, pas lagi nggak ada pasien di kamar bersalin, mendadak saya dan kolega-kolega saya sesama banci narsis mendadak punya ide gila foto-fotoan di situ. Maka jadilah tempat tidur pasien yang lagi nganggur kami panjat, lalu kami suruh kolega junior kami yang malang untuk memotret kami dengan segala gaya. Berhubung kami nggak mau susah, fotonya cukup pakai kamera HP aja. Selesai foto-fotoan, tiap foto langsung kami kirim ke masing-masing orang di dalam foto, sehingga tiap orang langsung bisa dapet hasilnya dengan cepat. Sambil berdoa semoga direktur rumah sakit nggak puyeng lihat tempat tidur pasien dirombak oleh dokter-dokternya buat jadi tempat foto-fotoan :p

Nah, kolega saya yang ikutan foto itu, dengan eforianya menyambar salah satu foto dan langsung ganti profile picture BBM-nya.
Tiba-tiba, dos-q menoleh kepada saya, dan berkata, "Ayo, ganti profile picture-mu. Kamu tuh ya nggak pernah ganti profile picture!"
Saya mendadak mengerutkan kening. Dan spontan bertanya, "Harus ya?"

***

Lalu, sorenya, temen lama yang sudah lama nggak kontak sama saya, kirim pesan ke saya, sekedar bertanya, apa saya masih idup. *Ya ampun. Memangnya berita kematian saya sudah masuk koran ya? Koran mana?*
"Kenapa gituh?" tanya saya.
"Nggak. Soalnya kamu nggak pernah status."
Dan saya pun ketawa. :D

***

Mereka-mereka yang Facebook-an sama saya pasti hapal kalau saya nggak pernah ganti status di Facebook. Dan saya nggak pernah ganti profile picture saya selama empat tahun terakhir. Saya nggak pernah update CV online saya itu. Hal-hal terbaru tentang saya rata-rata adalah foto yang di-tag atas nama saya, dan foto-foto itu kebanyakan di-upload-in sama my hunk, hahaha..

Sekitaran beberapa bulan lalu keponakan saya tanya kenapa saya nggak pernah ganti profile picture. Profile picture saya di semua jejaring sosial sama aja, di Facebook, di Twitter, di Yahoo Messenger, dan entah di mana lagi, saya nggak ingat. Keponakan saya terheran-heran karena dos-q tahu bahwa saya ini narsis berat. Katanya, "Anak jaman sekarang itu nggak gaul kalau picture-nya nggak ganti, Tante.."
Saya ketawa ngakak. Lalu saya berkata kepada keponakan saya yang baru berumur 13 tahun itu, "Njeng, masalahnya kan..Tante bukan anak-anak lagi.." Wkwkwkwkwk..

***

Masalahnya kan, KENAPA?

Yah, mungkin jawabannya simpel: Saya nggak nganggap itu penting.
Orang lain boleh-boleh aja ganti foto profile picture-nya setiap hari. Tapi saya nggak. Bukan saya nggak mau. Tapi saya punya hal-hal lain yang saya prioritaskan lebih penting untuk dikerjakan. :D

Lagian salah juga kalau orang nganggap saya nggak up-to-date lantaran saya nggak pernah update di Facebook. Biasanya saya malah balik bertanya, "Hari gini masih update di Facebook??! Twitter dong, TWITTER!"

Buat saya, update blog saya jelas lebih penting ketimbang update profile picture. Jadi biarlah foto saya si senyum anggun bergaun cokelat itu dihafal orang di mana-mana, siapa tahu itu jadi icon saya, hihihi..

***

Tapi my hunk akhirnya mengeluh ke saya kemaren. "Fotomu yang pake baju cokelat itu ganti opo'o.. Banyak lho foto-fotomu yang juga nggak kalah cantik.."
Dan mendadak saya jadi tertegun. Hngg..mungkin my hunk benar.
Nanti lah ya, saya ganti foto. Kalau saya sudah punya waktu. Moga-moga, setelah saya ganti foto, banyak orang merayakannya dengan mentraktir saya makan-makan. Belum tentu kan, saya ganti profile picture setahun sekali.. :D