Wednesday, June 27, 2012

Apa yang Anda Sukai dari Foto Pre-Wed?

Beberapa minggu terakhir kepala saya dibikin pusing lantaran saya mau foto prewed. Prewed ini gimana ya, buat kebanyakan orang mungkin cuman sekedar ritual rutin aja buat para calon pengantin kayak saya. Ritual rutin itu seperti judul album pertamanya The Cranberries, "Everybody else did it, so why didn't we?"

Sekedar gaya-gayaan. Gitu lho.

Orang rame-rame foto prewed dengan begitu ribet. Ribet nyari background-nya, ribet mikirin mau pakai baju apa, bahkan fotografernya sibuk ngatur setting kamera ini itu. Saya masih inget dua tahun lalu segerombolan kaum religius pernah gatel ngomong, foto prewed ini haram karena mengekspos orang-orang yang berpelukan padahal belum menikah. Seorang fotografer pernah berkomentar bahwa mestinya foto prewed ini nggak perlu ribet segitunya, soalnya mau dibikin bagus gimana juga, sesungguhnya tujuan akhir foto prewed ini cuman satu: Hanya menggambarkan sebuah pasangan yang lagi bahagia.

Batin saya, "Iya, kalo cara mikirmu memang sesempit itu."

Saya sendiri sudah kemecer kepingin foto prewed bahkan semenjak masih jomblo. Saya bilang ke bonyok kalau mau nikah nanti kepingin foto prewed.
Lalu nyokap saya bilang, "Kowe arep foto prewed ambek sopo, pacar ae gak duwe.." (Aduh, Mom..)
Dan bokap saya berkata, "Wis gak usah foto prewed-prewed-an, nanti kalian ta' foto sendiri ae.." Aduh, bokap saya kan senengnya moto-moto keluarga yang lagi liburan di rumah Nenek, bukan foto artistik gituu.. *keluh*

Lalu sedikit demi sedikit, saban kali saya ke kondangan, saya selalu berhenti di depan foto masing-masing penganten yang sering dipajang di karpet merahnya itu. Saya mulai mengenali mana foto yang bagus, mana foto yang biasa aja (nggak ada sih foto yang jelek, sesungguhnya semua hal itu jadi keliatan bagus di pernikahan. Termasuk muka pengantennya yang aselinya kecut banget kayak cuka di warung Pak Minto). Saya mulai meneliti komentar orang-orang saat melihat foto prewed itu.
"Oh, ini tho anaknya Pak Utoyo?" (Bu Halimah, yang sudah bercucu lima)
"Hwaa..ceweknya cakep banget." (Chicha, umur 19 tahun, mahasiswi galau yang lagi bingung nggak punya pacar)
"Itu apa seeh kok nunuknya ditempel-tempelin ke orang lakinya?" (Grandma saya, konservatif dan rajin mengaji sebelum kena dementia)
"Itu si Tommy ya? Perasaan waktu sama gw dulu dia nggak secakep itu.." (Linda, umur 25 tahun, mantannya si penganten pria)
"Busyet! Ini pake lensa apa yah? Perasaan kalo infra red juga hasilnya nggak akan kayak gini!" (Joe, umur 23 tahun, lagi belajar fotografi otodidak)

Lebih parah lagi, "Lho, kayaknya kita salah masuk kondangan orang deh.."

Yang paling saya nggak seneng adalah: "Ini foto di mana ya?" (Kok jadi ngomongin background-nya sih? Bukan orangnya yang di foto?)

Saya mau ikutan ngritik, kok nggak tega. Kalau ingat bahwa saya mau pasang foto saya dan my hunk di internet aja suka mikir-mikir. Nggak semua foto pasangan itu bagus lho dijadiin foto prewed. Ada yang cuman berjalan spontan di pinggir pasar aja bagus banget begitu dipasang di gedung pernikahan, ada juga yang biasa aja dan nggak punya nilai artistik blas. Ada foto yang kalau diliat di display kamera sih bagus, tapi begitu diliat di komputer kok rasanya biasa aja, apalagi begitu dicetak gede langsung keliatan aspek-aspek jeleknya.

Bikinnya juga susah.
Cari mood yang bagus, supaya ekspresi modelnya keliatan alami, nggak dibikin-bikin.
Foto-fotoan pada jam 10 pagi ternyata hasilnya lebih bagus ketimbang foto jam 6 pagi. Padahal kalau pengantennya punya ide gila foto-fotoan di tengah jalan raya, bisa-bisa dilindas mobil.
Si model juga kudu di-briefing supaya nggak pake bra item kalo bajunya transparan, dan coba tuh si penganten cowok diingetin jangan nyimpen Nokia Communicator-nya di saku kemejanya supaya nggak keliatan mammae-nya gede sebelah.
Si fotografer bisa ngamuk kalau udah asik-asik moto di tengah pantai, nggak taunya ternyata di kejauhan tengah laut ada perahu kecil berbendera kuning cap pohon beringin..
Kayak gini kok mau bilang foto prewed itu foto yang gampang??

Jadi, Sodara-sodara, saya mau tanya Anda dong, jika Anda dateng ke pernikahan, foto prewed yang bagus itu foto yang kayak gimana sih?
http://laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com

Monday, June 25, 2012

Akibat Menghina Cherry Belle

Sontak saya terloncat dari kursi tatkala infotainment yang ditonton bidan di kantor saya menyiarkan gosip terkininya, "Ruben Onsu akhirnya buka mulut atas hubungannya dengan Wenda mantan personil Cherry Belle.."

"Whuatt?!" sela saya.

Tapi presenter infotainment yang super lebay itu terus melanjutkan bualannya, "Ruben mengaku kedekatannya dengan Wenda terjadi semenjak Wenda meninggalkan grup Cherry Belle.."

"Alhamdulillaaah.." Spontan saya menengadahkan kedua tangan saya dan menghela nafas lega seperti orang pneumothorax baru dilepas ventilator.

Bidan yang lagi nonton tivi di kantor saya, terheran-heran. "Ada apa, Dokter?"

"Saya sangat bersyukur, Bu.." ucap saya bahagia.

"Apanya yang disyukuri, Dok?" Si bidan masih heran. Bahwa Ruben akhirnya jadian sama Wenda? Atau bahwa Ruben ternyata bukan gay?

"Bu! Ibu denger nggak Wenda itu sudah jadi mantan anggotanya Cherry Belle?" tanya saya. Berarti, sudah ada yang meninggalkan Cherry Belle. Berarti, sudah ada anggotanya yang berpikir Cherry Belle itu nggak asyik buat dihuni. Berarti, sebentar lagi Cherry Belle mau bubar! Berarti, era grup-grup cewek alay ini akan segera berakhir! Yippppiiiieeee!

Friday, June 22, 2012

Study Cover Version Lagu Dewa

Ditulis karena masih rame ngomongin show-nya Mahakarya Ahmad Dhani yang baru tayang semalam.

Pentolan Dewa yang satu ini nampaknya nggak kurang akal semenjak pamor Dewa mulai redup beberapa tahun terakhir. Lagu-lagu Dewa sebagian besar telah diaransemen ulang, lalu dinyanyikan ulang oleh artis-artis anyar besutannya sendiri (sebut saja Dewi-dewi, Mulan Jameela, The Rock). Entah bagaimana saya tetap lebih seneng lagu-lagu Dewa dinyanyikan oleh versi aslinya, baik oleh Ari Lasso maupun Elfonda Meckel.

Memang sudah beberapa kali lagunya Dewa dinyanyikan ulang oleh orang lain sebelum rumah produksi Dhani didirikan.

Lagu Kangen yang populer di tahun 1988, pertama kali dihancurkan oleh Denada pada sekitar tahun 1995, untungnya rada diperbaiki oleh Chrisye, Sophia Latjuba, dan Erwin Gutawa sekitar tahun 2000-an untuk kepentingan album Dekade-nya Chrisye.

Wednesday, June 20, 2012

Menuju Akhir Era Sayat-sayatan

Mendengar kata "operasi", hampir semua pasien saya langsung pucat bak mau semaput. Alasan takutnya jelas, pasti karena tahu bodinya mau dibelah. Meskipun pasien menyadari bahwa tujuan pembelahan itu sebenarnya adalah mengeluarkan sumber penyakit, tapi ide membuka kulit itu tak ayal jelas membuat pasien manapun bergidik mendengarnya. Ketakutan itu kadang-kadang nggak hilang sampek sesudah operasi itu selesai, banyak yang ngeri lihat bekas luka operasinya sendiri. Padahal bekas luka itu kan nggak akan hilang sendiri dalam waktu beberapa hari doang.

Pertanyaan yang paling sering saya dengar dari beberapa pasien yang ketakutan menjelang dioperasi adalah, "Kalo dioperasi (dibelah) itu sakit nggak, Dok?"
Saya selalu jawab, "Bu, Ibu kan dibius sebelum dioperasi. Jadi nanti Ibu dibikin tidur selama operasi. Lalu kami buka perut Ibu, kami keluarkan anak/penyakitnya, lalu kami tutup lagi. Setelah selesai ditutup, obat biusnya berhenti, lalu Ibu bangun. Jadi selama dioperasi, Ibu tidur aja dan tidak terasa apa-apa".

Sebetulnya saya rada ngibul. Memang pasiennya nggak terasa apa-apa, tapi setelah operasinya selesai dos-q akan menyadari bahwa tiba-tiba ada bekas luka di kulit perutnya. Biasanya ini yang bikin pasien stres setelah operasinya, karena bekas luka itu lama hilangnya.

Sekarang sudah ada teknik operasi yang lebih modern, yaitu laparoskopi. Dengan laparoskopi ini dokter nyaris nggak perlu membelah perut pasien untuk mengeluarkan sumber penyakit. Lho, kok bisa?

Ambil contoh simpel. Katakanlah seorang pasien menderita tumor di dalam perut pasien, dan untuk menyembuhkannya maka tumor itu harus diangkat. Logika simpelnya, perut harus dibuka, lalu tumornya diambil, kemudian perut ditutup lagi, gitu kan? Nah, pada operasi laparoskopi, dokter akan menusukkan jarum ke dalam perut, sehingga menciptakan lobang yang kecil. Lobang ini digunakan untuk memasukkan alat-alat operasi segede bolpen, yang mana sebetulnya alat ini adalah pisau bedah, gunting bedah, jepitan bedah yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga bisa dilipat menjadi setipis bolpen. Lokasi pembolongan di perutnya nggak cuman satu, tapi kadang-kadang sampek empat lokasi (tergantung kebutuhan), dan salah satu lobang dipakai buat nyelipin lensa kamera yang lagi-lagi cuman setipis bolpen. Lensa kamera ini disambungin ke monitor tivi, sehingga dokter bisa melihat tumor yang mau diangkat melalui tivi. Canggih kan?

Tentu saja ada kelemahan operasi laparoskopi ini ketimbang operasi biasa yang pakai acara buka perut itu. Karena pada laparoskopi ini dokter cuman melihat isi perut hanya dengan mengandalkan kamera, maka bisa ditebak bahwa lapang pandang dokter cuman sesempit yang terekspos oleh kamera, lebih sempit ketimbang lapang pandang yang sangat luas pada operasi buka perut biasa. Efeknya, waktu yang dibutuhkan lebih lama, bisa makan waktu 2-3x lebih lama ketimbang operasi biasa. Maka operasi gini butuh obat bius lebih banyak, sehingga biaya operasi bisa lebih mahal lantaran bahan biusnya juga nggak cuman sedikit.
Juga nggak semua rumah sakit bisa melakukan operasi ini, karena operasi ginian butuh alat yang cukup canggih dan dokter bedah yang pengalamannya lebih spesifik.

Tidak semua penyakit bisa disembuhkan dengan operasi yang nggak bikin bekas luka ini. Semisal, penyakit yang bisa dilakukan ini antara lain tumor yang kecil-kecil. Kalau tumornya segede-gede batok kelapa jelas buang waktu, soalnya kamera laparoskopinya nggak akan bisa mengekspos tumornya karena ukuran tumornya pasti lebih gede ketimbang luas pandang kameranya.

Pasien biasanya lebih seneng dioperasi laparoskopi ketimbang dibuka perut biasa. Soalnya jelas mereka nggak akan menjumpai luka bekas operasi yang menyebalkan, yang jelas ganggu banget secara kosmetis, terlebih lagi kalau profesi mereka adalah peragawati atau model bikini. Paling banter mereka cuman nemu beberapa lobang kecil aja di perut mereka yang nggak terlampau mencolok. Atau dompetnya aja yang jadi kempes karena mereka kudu merogoh kocek dalem-dalem. Memang kalau mau bodi jadi sembuh itu kudu berkorban banyak, tapi teknologi kedokteran selalu berusaha cari teknik operasi yang lebih baik untuk memuaskan hati penderitanya.
http://laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com

Tuesday, June 19, 2012

Begitu Susahnya Menjadi Badut

Saya lagi seneng-senengnya nonton stand up comedy. Pas @StandUpIndo_SBY ngumumin minggu lalu kalau mereka mau bikin show open mic di Surabaya, tanpa pikir panjang saya taruh di agenda saya buat nonton. Sudah kenyang liat acara stand up yang kayaknya hampir saban malam ada di tivi, kurang asyik rasanya kalau nggak nonton sendiri live. Maka minggu lalu, pergilah saya ke show yang dihelat di sebuah kafe di kawasan Jalan Jawa itu.

Sedikit cerita buat para jemaah yang jarang nonton tivi, "stand up" adalah pertunjukan tempat seseorang berdiri sendirian di atas panggung sembari ngoceh ngalor ngidul. Tugasnya adalah bikin para penonton ketawa. Ya sebelas dua belaslah dengan pelawak, cuman bedanya kalau pelawak konvensional di Indonesia masih menonjol sisi slapstick-nya, sedangkan seorang comic (sebutan untuk pelaku stand up comedy) melawak dengan berbasis materi yang sudah dos-q susun sebelum naik ke panggung. Jadi kesulitannya, dos-q kudu nyusun materi, menghafal, dan dos-q kudu ngatur kapan dos-q harus membuat penonton ketawa. Tugas yang susah karena di sini dos-q harus melakukannya sendirian.

Penggemar acara stand up di Indonesia cukup banyak, komunitas penggemarnya terbentuk karena seneng nonton acara Stand Up Comedy di MetroTV dan Kompas TV. Komunitas ini membentuk komunitas-komunitas lokal di kota tempat tinggal masing-masing, kegiatannya ya apa lagi kalau bukan bikin show stand up di kota mereka. Tujuannya sebetulnya menjaring orang-orang lokal yang punya bakat comic, untuk diorbitkan di daerahnya, sebelum akhirnya diorbitkan lagi untuk manggung di acara stand up di tivi nasional. Untuk mengorbitkan comic anyar, Kompas TV punya kontes pencari bakat comic yang digawangi Pandji dan Raditya Dika. Dengan demikian, comic ini sebetulnya adalah selebriti juga, tapi menonjolkan intelegensianya, bukan tampang cakepnya.

Kali ini saya mau review acara stand up lokalnya Surabaya. Penasaran aja mau lihat bagaimana audisi calon-calon comic dari Jawa Timur, mumpung acaranya digelar di cafe jadi saya bisa sekalian dugem alias "dunia gembul" alias makan-makan (makanya saya males dateng kalo acara audisinya digelar di kampus). Comic yang main ada sekitar selusin, setiap comic dikasih jatah ngoceh sekitar 10 menit buat bikin penonton ketawa. Kedengeran ringan? Semula saya kira demikian.

Comic pertama maju dan mulai ngoceh. Topiknya ringan. Saya ketawa selewatan. Tiga-empat menit pertama dos-q kedengeran kayak nyamuk lewat doang. Leluconnya biasa aja, lucu sih iya, tapi ya nggak sampek tahap bikin saya sakit perut. Saya sebagai penonton mulai sadar betapa susahnya menjadi seorang badut. Menit ketujuh dos-q mulai putus asa karena leluconnya nggak nendang-nendang amat. Ketika MC kasih tanda bahwa jatah waktunya akhirnya habis, dos-q nampak bernafas lega seperti baru lepas dari "siksaan'.

Comic kedua lewat, comic ketiga lewat lagi, dan saya menghabiskan sandwich pesenan my hunk sampek separuhnya sembari ketawa ngakak di atas kursi cafe yang empuk. Bukan ngetawain leluconnya, tapi saya ngetawain usaha ngocol para comic untuk bikin penonton ngakak. Memang ternyata beda antara nonton comic yang baru manggung amatiran di cafe-cafe lokal dengan nonton comic yang sudah berpengalaman bolak-balik manggung di tivi. Ada yang leluconnya pasaran (tebak-tebakan jayus yang sudah berkali-kali saya denger dulu-dulu), ada juga yang lelucon berbasis ngetawain orang lain (entah konconya, sodaranya, dan sebagainya). Ada yang untuk manggungnya pake bawa contekan segala yang ditulisnya di telapak tangan, macem kayak mau UAS aja. Ketika kapasitas telapak tangan sudah sedikit, contekannya sudah habis tapi jatah waktunya masih panjang, sang comic langsung blank dan mati gaya, mulailah dos-q ngoceh nggak terarah seperti mau nembak ketawa penonton tapi nggak kena-kena. Saat itulah saya ketawa terbahak-bahak sampek hampir terjengkang dari kursi. Ya ampun, mau bikin orang ketawa aja susah nian..

Saya rasa kesalahannya jelas. Orang-orang ini terlalu pusing untuk berusaha menjadi badut. Padahal tugasnya kan membuat komedi. Dan membuat komedi itu tidak selalu harus dengan cara menjadi badut.

Nonton ginian bikin saya puas, biarpun comic-nya nggak lucu-lucu amat. Ngedate sama my hunk nonton orang ngelawak bikin saya seneng. Saya jadi belajar menghargai usaha orang yang sudah capek-capek menghibur orang lain. Tidak semua orang punya kemampuan untuk membuat orang lain ketawa hanya dengan bermodalkan pengetahuan umumnya. Beberapa comic yang biasa saya tonton di tivi malah punya ekspresi muka flat cenderung sinis, tapi lelucon-lelucon yang dos-q lontarkan bisa bikin tawa seluruh hall meledak tanpa comic-nya sendiri ikutan ketawa. Singkatnya nonton ginian butuh selera humor yang tinggi, luas, dan dalam.

Kapan ya ada acara stand up comedy lagi di Surabaya? Saya mau nonton lagi. Kepingin sekali bikin acara stand up comedy di sekolah saya. Supaya murid-murid dan guru-gurunya nggak ruwet mikirin orang-orang preeklampsia dan kanker ovarium melulu..
http://laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com

Sunday, June 17, 2012

Tolongin Saya, Dong..!

Untuk mendapatkan keinginan, saya nggak segan-segan kerja keras, termasuk membopong textbook segede-gede gaban sambil pake sepatu high-heels naik ke atas cafe.

Dimulai dari my hunk yang kesambet kepingin mengabadikan tampang saya yang lagi serius kalau lagi belajar (soalnya kalau saya udah terlena dengan tugas sekolah saya, saya nggak noleh-noleh lagi dan lupa kalau my hunk ada di sebelah saya dan menginginkan dikitik-kitik..). Saya kadang-kadang tidak punya banyak waktu untuk nge-date, karena saya selalu kebanyakan PR dari guru-guru saya. Di lain pihak saya juga seorang pacar yang bertanggung jawab untuk mengitik-ngitik my hunk secara teratur (istilah apa pula ini?), jadi kadang-kadang saya melakukan ini: ngedate sambil bawa leptop dan textbook. Hanya semata-mata untuk memastikan kehidupan akademik dan asmara saya berjalan harmonis. :p

Lalu my hunk kebelet kepingin ikutan kontes fotonya Starbucks, yang mana syaratnya adalah dos-q kudu bikin foto yang ada bau Starbucks-nya. No no no, ini bukan sekedar kontes balapan jempol yang pernah saya olok-olok itu, soalnya di sini, syaratnya untuk menang adalah dapet penilaian 40% dari kreativitas, 30% dari originalitas, 30% dari relevansi terhadap tema. Di mana fungsi balapan jempolnya? Yaah..foto yang paling banyak jempolnya, maka foto itulah yang bisa masuk final. Jadi, Jemaah Georgetterox Tercinta, maukah Anda bantu kami berdua supaya foto kami masuk final?

Dan karena saya niat untuk bantu bikinin foto ini, saya pun bela-belain ngangkut Cunningham's Williams Obstetrics 23rd International Edition + Sarwono's Ilmu Kebidanan + Williams Obstetrics 21st edisi Indonesia + netbook HP Mini saya tercinta dalam tas ransel saya yang gede itu, lalu memanggulnya sembari menaikin tangga cafe Starbucks East Coast Center di bilangan Kejawen, Surabaya. Di sana, saya buka netbook itu buat cari-cari jurnal dengan dukungan textbook-textbook saya yang lebih mirip bantal itu untuk bikin referat sembari nyambi bikin blog, sementara my hunk ngejepret-jepret tampang saya dari berbagai angle. Pada dasarnya satu foto aja yang dos-q pakai buat ikutan kontes, sedangkan jepretan-jepretan lainnya dos-q simpan buat koleksi pribadi, wkwkwkwk..

Kenapa dos-q kepingin ikut kontes ini? Tidak lain dan tidak bukan karena hadiahnya adalah boleh minum kopi di Starbucks gratis selama setahun, hihihi.. (ya ampun, gw ngangkut textbook banyak-banyak hanya untuk memberi dia akses untuk ngopi gratis? *tepok jidat*)

Lantas, bagaimana Anda para jemaah bisa menolong kami? Gampang aja, Sodara-sodara. Cukup Sodara-sodara pencet "Like" untuk halaman fanpage Facebook-nya Starbucks Indonesia di sini. Terus, buka halaman ini, lalu tekan Vote. Gitu doang, gampang kan?

Tolong "Like" di sini, terus "Vote" di sini ya. Makasih :)


Oh iya, kalau Anda ikutan Vote untuk foto kami ini, dijamin Anda nggak akan kebanjiran notifikasi komentar dari para voter lain karena foto ini memang nggak minta dikomentarin, cukup vote aja. Tolongin kami yaa.. Jangan biarkan kesusahpayahan saya menggotong textbook-textbook segede gaban ke Starbucks itu sia-sia.. *pasang mata sayu seperti anak anjing chow-chow*

Dan saya doakan, yang nolongin pasang vote untuk foto ini, semoga rejekinya lancar selalu dan dikasih kesehatan untuk dirinya, orangtuanya, suami-istri-kekasihnya, dan anak-anaknya. Amieenn!

Ditunggu ya vote-nya. Thank you, para jemaah! :)

Friday, June 8, 2012

Biarkan Saja HP Itu!

Dear Adek-adek,

Kakak tahu bahwa Kakak ini sudah bangkotan, jauh umurnya di atas Adek-adek yang saat ini sedang jumpalitan menghadapi ulangan umum atau THB atau TPB atau entah apalah namanya itu.

Tapi Kakak menulis ini karena tahu bahwa sebenarnya masih ada sebagian kecil pengunjung blog Kakak masih berumur sepantaran kalian, jadi Kakak ingin menolong menghibur hati kalian yang sangat gundah. Karena mungkin saat ini kalian sedang merasa seperti di neraka, karena kalian sedang menghadapi 60 atau 80 soal pilihan berganda, dan konsekuensi dari tidak bisa melingkari 45 persen jawaban yang benar adalah kalian tidak bisa naik kelas. Ya, Kakak mengerti perasaan kalian.

Yang tidak bisa Kakak pahami, kalian gundah hanya karena kalian tidak boleh memegangi HP kalian selama ujian. Itu??

Adek-adekku Sayang, akan Kakak ceritakan bagaimana Kakak waktu masih culun pakai seragam putih biru dulu.
Tahukah dulu, setiap pagi Kakak pergi ke sekolah hanya pakai bemo. Dan Kakak hanya membawa uang 2000 perak. Ya, 2000 saja! Kenapa cuma dikit, ya soalnya tarif bemo waktu itu cumak 300 perak sekali jalan, jauh dekat sama aja. Jadi pulang pergi cuma 600. Makanya tiap hari Kakak selalu pulang bawa duit 1400, jumlah yang cukup banyak untuk ditabung setiap hari, bukan? Seharusnya Kakak sudah kaya sekarang, andai saja sodara-sodara Kakak tidak iseng naik ke atap gedung DPR dan menyuruh Soeharto turun sehingga seluruh dunia jadi tahu kalo Indonesia itu tukang nunnggak utang dan akibatnya negara lain jadi males minjemin duit ke negara kita sehingga harga-harga di Indonesia merangsek naik (alangkah rumitnya Kakak menulis tanpa titik koma pada kalimat sebanyak tiga baris, pasti kalian tidak mengerti ini, ah sudahlah).

Dan jaman dulu Kakak pergi ke sekolah tidak bawa HP, Adek-adek. Jaman dulu itu Nokia nggak musim, belum ada Blackberry, apalagi iPhone bikinan Abang Steve Jobs itu. Makanya Kakak terheran-heran kenapa sekarang sodara-sodara tua Kakak ribut membekali anak-anak mereka dengan HP. Apakah mereka takut kalian kesasar jadi mereka membekali kalian alat untuk berteriak minta tolong? Dulu orang tua Kakak tidak takut Kakak kesasar, karena Kakak sekolah di tengah kota, dan Kakak tahu bahwa kalo Kakak kesasar tinggal lihat arah gerak matahari sehingga Kakak tahu jalan pulang ke rumah. Orang tua Kakak juga tidak takut Kakak diculik orang asing di tengah jalan, karena memang tidak ada orang yang mau menculik Kakak. Betapa tidak mau, karena Kakak ini orangnya tidak sopan, tiap kali lihat orang bahlul Kakak selalu mencaci-maki mereka dengan kata-kata, "Dasar pengikut Nazi!" "Komunis bloon!" "Fasis najis!" Siapa mau menculik anak kecil yang lidahnya macam silet begitu?

Jadi, Adek-adek, kalo sekarang HP kalian disita selama ulangan, janganlah resah, janganlah gundah. Simpan saja HP kalian di rumah. Berpakaianlah seperti gelandangan kalau mau ke sekolah, bawalah seragam kalian dalam tas karung goni, ganti baju seragam begitu sampek di sekolah. Tak ada yang mau merampok gelandangan, Adek-adek, kecuali mungkin Tramtib yang lagi kekurangan setoran :)

Kalo kalian eman-eman sama HP kalian, bawa saja HP kalian, simpan di dalam sepatu. Kalo kalian disuruh ngumpulin HP di depan kelas, jangan ngaku kalo kalian simpan HP di dalam sepatu. Guru mana yang mau menggeledah sepatu kalian, apalagi kalau kalian pake kaos kaki yang sudah seminggu tidak dicuci??

Kalo guru kalian rada paranoid dan nggak percayaan, oke, kasihkan saja HP kalian yang nggak bisa nyala, sudah jatuh dari puncak Gunung Salak sampek lima kali, dan sudah baret sana-sini sampek tukang tadah HP bekas di Roxy Mas aja males nampungnya. Kalo ilang kan nggak rugi-rugi amat. Lagian guru-guru itu tidak pernah bermaksud merampok HP kalian, Adek-adek. Mereka hanya menjalankan protokol konyol yang disuruh boss mereka yang bernama kepala sekolah (dan kepala sekolah itu disuruh oleh boss mereka yang bernama kepala dinas pendidikan, dan kepala dinas pendidikan itu disuruh oleh walikota atau bupati, dan lain-lain yang kalian akan tahu sendiri nanti setelah kalian mencapai cita-cita yang kalian sangka kalian idam-idamkan, yaitu menjadi pegawai negeri). Atau memang, mereka hanya senang mengumpulkan HP di atas meja mereka. Tahukah kalian bahwa ada sebagian kecil orang di dunia ini yang semula bercita-cita jadi tukang jualan HP tapi akhirnya malah berakhir jadi guru pengawas ujian?

Selamat ulangan umum, Adek-adek. Semoga kalian tidak gundah lagi memikirkan HP kalian. Suatu hari nanti kalian pasti akan berada di posisi Kakak, yang ingin sekali hidup satu hari saja tanpa HP. Betapa tidak, HP Kakak bunyi hampir setiap jam, mending kalo isinya undangan buat makan-makan, ini kok bunyinya, "Uangnya dikirim aja kesini diBank DANAMON a/n RAHMAT DARMAWAN
No. Rek: 0035-4026-2890
Sms aj kalau sdh dikirim,trms" Siapa itu Rahmat Darmawan? Orang kere yang butuh duit kah?? Saya sudah cek semua contact list di Facebook saya, nggak ada tuh yang namanya Rahmat Darmawan..
http://laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com

Thursday, June 7, 2012

Kapan Harus Woro-woro?

Sering gini nggak, kalian disiarkan acara tertentu dan kalian dirayu buat dateng, jauh-jauh hari sebelum acara itu dilaksanakan, dan ternyata pas acara itu terjadi dan kalian udah dateng, kesan kalian akhirnya cuman:.. Yaah, gini doang?

Saya pernah tuh kayak gini, waktu dulu saya baca iklan mau ada Pasar Seni ITB. Saya yang sudah lama tinggal di Bandung, semenjak kecil dateng ke Pasar Seni ITB yang diadain di kampus sana saban 3-4 tahun sekali. Acara itu selalu bikin semua jalan yang menuju ITB ditutup, karena memang jalannya di-setting untuk jadi lapangan parkir dadakan. Saya selalu datang sama bonyok dan kami menganggap ini acara senang-senang tahunan, dan kami kudu datang pagi-pagi supaya mobilnya dapet parkir. Sampek kemudian, terakhir kali saya dateng ke sana tuh sekitar 5-7 tahun lalu, saya sudah dapet iklannya jauh-jauh hari, ternyata pas kami dateng ke sana, lho..kok nggak sebagus festival yang dulu-dulu ya? Cuman ada bazaar barang seni nggak jelas, nggak ada pertunjukan orang-orang gila, intinya nggak seperti yang saya harapkan deh.

Gampang saya ngomong gini kalo saya hanya bicara sebagai pengunjung. Tapi saya juga ingin bicara tentang sebagai panitia.

Saya pernah bareng teman-teman merancang lomba dance dance revolution. Tahu kan, dance dance revolution itu orang nari-nari di atas sebuah papan yang bisa dipencet-pencet pakai kaki berdasarkan petunjuk di monitor. Teman-teman saya sudah ngiklan acara itu berbulan-bulan sebelumnya. Supaya bikin orang penasaran, teman-teman saya itu bikin iklan dari kertas warna-warni dan iklan itu cuman terdiri dari satu kalimat, misalnya "Jangan bunuh diri dulu!" atau "Kamu lagi patah hati?" Gitu doang, lalu kertas itu ditempelin di wiper mobil-mobil yang parkir di kampus.. :p

Singkat cerita, lomba itu batal dieksekusi. Saya sendiri lupa apa penyebab batalnya, apakah karena kurang biaya operasional, atau ada senior yang nggak suka kalo kami bikin lomba di kampus sedangkan lomba itu nggak punya bau akademik. Tapi intinya, beberapa (mantan) mahasiswa itu kini masih penasaran, kenapa pada 10 tahun lalu mereka mendapatkan surat-surat kaleng di wiper mobil mereka yang melarang mereka untuk bunuh diri..

Maksud saya, ini iklan yang gagal. Saya dapet iklan festival pasar seni yang sudah menarik tapi ternyata acaranya jelek. (Teman-teman) saya juga sudah capek-capek bikin iklan lomba dance dance revolution dan ternyata acara itu batal.

Saya rasa, sebetulnya pasar seni itu nggak gagal. Hanya saja saya sudah baca iklan itu berminggu-minggu sebelumnya, dan saya memang menunggu-nunggu acara itu bertahun-tahun, sehingga semakin lama saya menunggu dari masa promosi hingga hari H, ekspetasi saya makin tinggi melampaui batas kemampuan acara itu untuk memuaskan saya. Jadi ini judulnya saya over-ekspetasi, gitu.

Setelah ini, saya dapet pelajaran bahwa hendaknya bikin iklan acara itu ya mbok diatur gimana gitu supaya nggak jomplang sama acaranya sendiri. Yang enak itu memang kalo acaranya dikunjungin pengunjung dan pengunjungnya puas semua, sedangkan iklannya minim (jadi minim dana operasional). Yang nggak enak itu kalo iklannya sudah kadung jor-joran, tapi acaranya biasa-biasa aja.

Sebetulnya sulit untuk memuaskan pengunjung, karena tiap orang kan punya ekspektasi yang berbeda-beda. Jadi mungkin jalan keluarnya, akan jauh lebih baik kalo onset iklan itu jangan terlalu lama. Contohnya, kalo memang acara itu cuman untuk mengundang 100 orang aja dan acara itu diadakan bulan Juli lantas iklan itu sudah disebar dari bulan Januari. Ini cuman lomba nari antar mahasiswa seuniversitas, bukan festival breakdance antar propinsi..

Saya mau bikin acara penting yah tahun depan, dan sekarang saya lagi menggodok supaya acaranya berhasil. Berhasil itu maksudnya, setiap orang yang dateng itu puas, dapet kesan yang menyenangkan, nggak ada yang uring-uringan cuman gara-gara mobilnya nggak dapet parkir atau gara-gara nggak dikenali waktu salaman sama saya (lho?). Moga-moga saya mengiklankan pada saat yang tepat dan nggak bikin orang jadi over-ekspetasi. Doain ya, mudah-mudahan saya berhasil. Amien :)
http://laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com

Monday, June 4, 2012

Berhenti Berkata "Seandainya"

Setelah itu, kita cuma bisa bilang "Seandainya.."

Perempuan ini baru pertama kali mau punya anak dan dia tidak pernah periksa kehamilannya ke siapa-siapa. Tengah malam dia datang ke sebuah rumah sakit di kawasan Mojokerto karena mengeluh sesak. "Sesak yang aneh," kata keluarganya. "Saya tahu orang hamil pasti sesak karena keberatan membawa anak dalam perutnya, tapi dia keliatan kepayahan..macem orang mau semaput aja.."

Dokter di rumah sakit itu bergerak cepat, periksa sana periksa sini, lalu memutuskan bahwa perempuan ini menderita preeklampsia, suatu penyakit yang lebih dikenal orang awam sebagai keracunan karena kehamilan, dan satu-satunya jalan untuk menyelesaikan penyakit ini adalah melahirkan bayinya saat itu juga. Persoalannya adalah si ibu sesak berat karena paru-parunya bengkak dan akan butuh berhari-hari untuk mengempeskan bengkaknya, sehingga dia akan susah sekali bernafas sesudah operasi selesai nanti. Akan perlu mesin alat bantu nafas untuk menolong si ibu, dan siyalnya, tempat itu tidak punya alatnya. Terpaksalah pasien malang itu dikirim ke Surabaya, karena konon Surabaya punya mesin itu.

Maka lahirlah bayi itu di Surabaya dengan susah-payah. Usai anak itu lahir, ibu itu mengalami perdarahan berat, darahnya ngocor gila-gilaan tanpa henti. Dokter-dokter di Surabaya terpaksa mengikat rahimnya supaya perdarahan berhenti, tapi si ibu sudah kadung drop, infeksi menyerang dan parunya kena radang.

Kemaren, ibu ini meninggal di ruang rawat intensif oleh karena pneumonia. Umurnya baru 26 tahun.

Preeklampsia masih jadi penyebab kematian utama di negara kita. Kejadiannya lebih banyak terjadi di perkotaan, rata-rata korbannya masih golongan berpendidikan, minimal tamat SMA, yang artinya mereka sebetulnya cukup tahu bahwa sebaiknya orang hamil periksa ke dokter kandungan. Ibu yang saya ceritakan ini, tidak pernah periksa kehamilannya sama sekali. Jangankan ke dokter kandungan, ke bidan saja tidak pernah.

Siyalnya, preeklampsia masih seperti hantu. Tidak tahu kenapa penyakit ini bisa terjadi, di mana kesalahan si ibu sehingga dia ketiban musibah. Dokter hanya tahu bahwa pada suatu hari si ibu datang ke tempat praktek untuk kontrol mingguan seperti biasa, dan ketika ditensi ternyata tensinya sudah tinggi. Ketika si ibu diperiksa kencingnya, ternyata kencingnya penuh dengan protein. Saat itulah baru diketahui bahwa perempuan itu mengalami preeklampsia, dan penyakit ini akan ganas merusak pembuluh-pembuluh darah ibunya, sehingga untuk menghentikannya adalah harus dengan mengeluarkan janinnya.

Beberapa ibu, yang akhirnya selamat dari penyakit ini, mengaku bahwa mereka mengeluh pusing kepala pada 1-2 hari sebelumnya. Mereka tidak tahu bahwa sebetulnya itu salah satu tanda preeklampsia, karena semula mereka mengira mereka hanya kecapekan karena kelelahan membawa anak di dalam perut mereka. Baru ketika kepala mereka semakin terasa sakit, dan mendadak mereka muntah, lalu dada terasa sesak, tergopoh-gopoh mereka merangkak ke rumah sakit, dan saat itulah tekanan darah mereka sudah melewati 160/90 dengan kencing keruh yang penuh protein.

Beberapa ibu lainnya, bernasib sedikit lebih baik. Mereka rajin periksa kehamilan, dan ketika kontrol mereka kedapatan tekanan darah sudah mencapai 140 saja, bidan memeriksakan kencing mereka dan kadang-kadang saat ini preeklampsia sudah bisa ketahuan. Saat ini dokter masih memperketat jadwal kontrol si ibu, supaya bisa dipantau kapan tekanan darahnya merangsek naik. Ketika tekanan darah sudah menyambar angka 160 dan kencing si ibu mengandung protein, inilah saatnya merencanakan untuk mengakhiri kehamilan alias mengeluarkan si jabang bayi.

Jadi, di mana peran serta si ibu yang hamil supaya ia sendiri selamat dan tidak sampai drop akibat preeklampsia? Tindakan berharga yang bisa dilakukan sang ibu adalah rajin kontrol periksa selama hamil. Awal-awal hamil, hendaknya periksa kehamilan minimal sekali setiap bulannya. Setelah kehamilan mencapai 28 minggu, ibu lebih rajin periksa, setidaknya dua minggu sekali. Lebih sering lagi ketika kehamilan ibu sudah 37 minggu, periksakan kehamilan seminggu sekali.

Banyak sekali hal-hal yang harus diketahui ibu selama hamil. Berapa tekanan darahnya? Dirinya merasa hamil berapa bulan? Apakah anaknya tumbuh semakin besar seperti janin normal? Bahaya preeklampsia selain mengancam ibu, adalah mengancam janin pula, mulai dari mematikan plasenta sehingga anak kekurangan gizi dan menjadi tumbuh kecil, dan pada akhirnya: janin meninggal dalam kandungan.

Ibu-ibu hamil bukan tidak waspada terhadap bahaya. Kadang-kadang mereka cuma alpa kontrol. Macam-macam alasannya: Mulai dari malas ngantre di tempat praktek dokter, terlalu sibuk bekerja sampai nggak sempat kontrol, atau memang merasa dirinya baik-baik saja. Nyatanya, ibu memang baik-baik saja, tapi anaknya belum tentu baik-baik pula.

Seandainya ibu mau kontrol teratur, tidak perlu ada perempuan semuda itu meninggal cuma gara-gara hamil. Kita memang sebaiknya bersikap rada lebih cerdas. Dan berhenti berkata "seandainya .." ketika maut sudah kadung mampir ke tempat tidur keluarga kita.
http://laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com