Waktu jaman gw masih sekolah dulu, hari Kartini barangkali adalah hari paling males buat gw dateng ke sekolah. Soalnya guru-guru pasti nyuruh kita pakai kebaya dan kondean, lalu nanti kita dipasang-pasangin antara murid laki-laki dan murid perempuan, terus disuruh jalan a la fashion show di teras sekolah. Gw nggak merasa matching dengan acara itu, soalnya: 1) Gw merasa tampang gw konyol banget kalau gw pakai kebaya dan muka gw dilipstikin pakai lipstiknya nyokap, 2) Gw nggak mau dipasangin sama anak cowok yang mukanya jelek, sedangkan kita kan nggak bisa minta request gitu sama Bu Guru kalau gw kepinginnya dipasangin sama temen yang cakep, hihihi.. Di lain pihak, gw merasa lomba fashion show baju daerah itu buang-buang duit aja, toh nggak dapet hadiah. Mbok juaranya dapet hadiah apa gitu kek,
Gw nggak ngerti kenapa sekolah-sekolah pada ribut ngedandanin murid-muridnya pakai baju daerah. Emangnya kalau nggak pakai baju daerah, kepala sekolahnya nanti ditegor sama kepala Dinas Pendidikan ya? Atau jangan-jangan ini akal-akalannya asosiasi salon se-Indonesia supaya ibu-ibu membawa anak-anak mereka ke salon buat dipakein konde?
Oke, lupain dulu. Kali ini gw mau cerita tentang kerjaan gw. Jadi pada awal-awal gw kerja jadi dokter di klinik perusahaan tuh, gw belajar bahwa ternyata kerjaan gw nggak cuman meriksa orang sakit terus nulis resep. Tapi juga ternyata salah satu tugas gw adalah menulis
Dan itu bikin gw terheran-heran. Menstruasi perlu cuti? Kenapa?
Karena klinik yang jadi tempat kerja gw waktu itu klinik milik sebuah perusahaan tekstil, maka mau nggak mau gw belajar juga tentang sistem kerja perburuhan. Ternyata, salah satu peraturan perburuhan itu mewajibkan bahwa seorang pekerja wanita berhak mendapatkan cuti haid selama satu hari. Dan untuk menguatkan bukti bahwa dia itu haid, harus ada
Well, maafkan gw, tapi ide itu bikin gw mual. Bukan ide lihat pembalut darahnya. Tapi ide cuti haidnya.
Haid itu kodrat cewek
Orang-orang perburuhan itu bilang, cuti haid buat seorang buruh wanita adalah manifestasi dari hak seorang wanita bahwa dia berhak beristirahat jika sedang haid. Yang gw pikirkan, itu maksudnya beristirahat dari apa? Memangnya beban kerjanya akan semakin berat kalau dia haid? Ya udah, kalau gitu nggak usah kerja aja sekalian toh, biar nggak capek?
Kalau kita melihat jaman dulu, pas Kartini masih hidup, tugas perempuan itu cuman tiga: sumur, dapur, kasur. Artinya, tugas perempuan itu cuman ngurus rumah, masak, dan melayani keperluan seks suami. Gw bertanya-tanya, apakah kalau lagi haid maka tugas sumur-dapur-kasur itu juga ikutan libur? Apa ada sejarahnya Kartini mengajukan ke Adipati Rembang, minta cuti haid?
Menurut gw, cuti haid itu nggak perlu. Karena haid nggak menghalangi pekerjaan perempuan sama sekali, kecuali kalau profesi dia adalah guru renang (atau mungkin profesi dia adalah WTS. Iya, WTS itu adalah profesi!). Masalah apa sih yang dihadapin seorang perempuan kalau lagi haid? Paling-paling takut darahnya nembus ke baju.
Kartini berjuang bukan supaya perempuan bisa minta libur dari kewajibannya cuman gara-gara lagi dapet. Bukan berjuang juga hanya supaya ulangtahunnya dirayain dengan pawai karnaval yang nyuruh-nyuruh anak sekolah pakai konde dan beskap dan di-make-up menor. Tapi ada hal lain yang diamanatkan dari hari Kartini, yaitu supaya perempuan bisa mendapatkan hak yang setara dengan pria, karena perempuan juga punya kewajiban yang sama seperti pria.
Gambarnya nyabet dari sini
Catetan: Tolong, jangan kasih gw ucapan selamat hari Kartini. Gw nggak ngerayain kok. Gw terlalu sibuk ngitung omzet pendapatan salon pada tanggal 21 April di pagi hari.