Friday, April 16, 2010

Kamu Loncat, Saya Ongkang-ongkang

“If you jump, I jump.” Itu kata Leonardo DiCaprio waktu Kate Winslet waktu mau loncat dari pinggir kapal Titanic. Mestinya orang-orang itu ditontonin film ini dulu sebelum direkrut jadi Satpol PP.


Kerusuhan di Koja, Tanjung Priok, Jakarta, dua hari lalu, ternyata membunuh anggota Satpol PP sendiri. Polisi-polisi pamongpraja itu semula diperintahkan oleh bosnya (gw bosen dengan kata “atasan”) untuk menertibkan bangunan liar di kawasan pemakaman mesjid Mbah Priok. Entah kenapa manifestasi di lapangannya jadi liar, penertiban itu berujung-ujung perlawanan sengit dari warga setempat, yang membuahkan kerusuhan berat. Ratusan orang terluka, dan sejauh yang gw lihat di Koran tadi pagi, ternyata jumlah korban yang terluka lebih banyak berasal dari Satpol PP ketimbang warga sendiri. Aneh, batin gw. Sampeyan yang nyulut api, tapi sampeyan yang lebih banyak terluka.


Tiga orang sudah meninggal gara-gara kerusuhan itu, dan tiga-tiganya adalah anggota Satpol PP. Semuanya laki-laki. Terus terang aja, buat gw pribadi, gw lebih kesiyan kalau lihat laki-laki yang meninggal ketimbang perempuan yang meninggal. Apalagi kalau yang tewas ini orangnya masih muda. Konsekuensi dari laki-laki yang meninggal, akan ada istri yang jadi janda, dan akan ada anak yang jadi yatim. Itu jauh lebih berat ketimbang duda ditinggal mati istrinya.

Gw bertanya-tanya, apakah orang-orang Satpol PP itu nggak mikir dulu sebelum mereka menyerbu kompleks pemakaman itu, bahwa tindakan itu bisa bikin marah banyak orang? Semua orang di mana-mana juga tahu prinsip dasarnya, “Kalau kuburan diganggu, pasti akan ada yang ngamuk!” Entah yang ngamuk itu adalah yang masih hidup, atau yang ngamuk itu adalah yang sudah mati. Hasilnya ya tetap sama aja, akan ada korban.


Tapi kalau kita memikirkan secara personal, pasti tiap anggota Satpol PP itu akan kasih jawaban yang seragam seperti kaset rusak, “Kami hanya menjalankan perintah atasan.”


Apakah perintah atasan itu juga termasuk mengganggu tempat tinggal orang?


Lalu sebagai warga sipil yang awam, gw pun bertanya-tanya, kalau atasan itu nyuruh anak buahnya masuk jurang, apakah para anak buah juga akan masuk jurang sungguhan?


Makanya gw benci banget sama kata “anak buah”. Kesannya anak buah itu bisa disuruh-suruh apa aja gitu. Coba diganti dengan kalimat “pegawai Satpol PP diperintahkan untuk menertibkan bangunan liar”, pasti eksekusi di lapangannya akan dilaksanakan lebih sopan. Tidak perlu ada yang marah-marah, tidak perlu ada yang sampai lempar-lemparan bom molotov, tidak perlu ada anggota Satpol PP yang tewas gara-gara dihajar warga. Warga mana ngerti kalau sang anggota Satpol PP itu sebenarnya adalah jemaah mingguan mesjidnya Mbah Priok? Warga cuman tahu Satpol PP itu orang-orang bertameng yang mau ngobrak-abrik kompleks mesjidnya Mbah Priok, jadi ya harus dilawan.


Kalau gw jadi janda dari salah satu anggota Satpol PP yang tewas itu, gw akan bertanya-tanya, siapa bosnya suami gw? Siapa orang yang udah nyuruh suami gw ngebongkar kuburan orang? Siapa orang yang udah memerintahkan suami gw buat maju menindas bangunannya warga sipil? Siapa orang yang udah menitah suami gw buat bikin orang lain ngamuk dan sebagai balasannya malah melawan dan mengeroyok suami gw sampek tewas? Siapa yang bertanggungjawab bikin gw jadi janda, sanggup nggak sekarang tuh orang nyekolahin anak-anak gw setelah bokapnya anak gw terbunuh gara-gara katanya “menjalankan perintah atasan”?


Atasan tuh, kalau mau kasih perintah berbahaya ke bawahannya, dirinya sendiri ya mesti ikutan melaksanakan. Jangan cuman ongkang-ongkang kaki doang sembari ngebul ji-sam-su di pos. Tirulah kata Leonardo DiCaprio di Titanic, “You jump, I jump.” Sampeyan masuk jurang, saya ya ikutan masuk jurang. Karena saya yang nyuruh sampeyan masuk jurang.


Makanya gw bilang juga, sebelum direkrut jadi Satpol PP, mbok anggota-anggotanya itu disuruh nonton Titanic dulu. Supaya semua orang, baik bawahan maupun atasan, tahu artinya setia kawan, dan bukan cuman satu orang yang duduk enak-enak sementara yang lainnya menyabung nyawa. Ngomong-ngomong, apakah konsekuensi dari Satpol PP di Indonesia itu memang menyabung nyawa?


Salut, buat para wanita yang bersedia jadi istrinya anggota Satpol PP. Siapa mau nyusul?


Yang di atas itu foto Aida Afriyanti, pacar dari Ahmad Tajudin, salah satu korban Satpol PP yang meninggal, diambil dari sini