Sunday, April 11, 2010

Tuan Rumah Nanggung?

Bulan lalu gw sempat tergila-gila nonton Hannah Montana.

Memang sebenarnya gw udah ketuaan buat nonton serial a-be-geh itu, tapi gw cuek bebek aja. Lha gw kalau nonton itu bisa ketawa ngakak sampek sakit perut. Mosok sih gw ketuaan buat ketawa?

Hannah Montana adalah serial bikinan Disney Channel tentang seorang cewek a-be-geh yang nyambi jadi diva pop. Pemerannya adalah Miley Cyrus, bintang remaja yang sekarang lagi ngetop-ngetopnya (mungkin setara Debbie Gibson pas jaman '90-an) sebagai penyanyi dan bintang film. Menurut informasi dari majalahnya anak-anak alay yang jarang banget gw baca, Miley ini anaknya Billie Ray Cyrus. Nah, kalau Billie ini gw kenal coz ngetop banget pas jamannya gw dulu masih pakai seragam putih-merah. Billie main juga di Hannah Montana jadi bokapnya Miley yang kocak banget.

Serial Hannah Montana diputer di RCTI saban jam 5.30 sore, dan gw selalu duduk manis di depan tivi nungguinnya. Tapi entah kenapa semenjak seminggu terakhir ini, Hannah Montana nggak diputer lagi di RCTI. Sebagai gantinya, gw malah dipaksa nonton sinetron kacangan yang dibintangin bocah-bocah kemaren sore, yang konon namanya Ibrahim dan yang satu lagi katanya bernama Raffi Ahmad.

Sudah lama sekali gw nggak jadi couch potato semenjak gw kuliah dan lupa sama sekali jadwal acara tivi. Yang gw tonton cuman itu-itu aja: berita, talk show, berita, talk show. Yah, selain di tivi juga nggak ada program hiburan yang menarik buat gw. Makanya begitu Hannah Montana diputer di tivi, gw seneng banget.

Ada penjelasan bagus kenapa orang seneng nonton film serial: Alasan (1) adalah orang menyukai kisah fiksi rekaan. Sesuatu yang nggak nyata, beda dengan berita. Ini nggak bisa digantikan dengan nonton film lepas, coz film lepas berdurasi 2-3 jam, sedangkan orang butuh alasan (2), yaitu mereka kepingin film yang durasinya singkat aja, paling-paling 30-60 menit supaya sesudah nonton film mereka bisa kerjain pekerjaan yang lain. Dan jangan lupa, (3) mereka kepingin cerita yang bersambung.

Sebenarnya, kebutuhan-kebutuhan ini bisa dipenuhi oleh tayangan sinetron. Masalahnya, sinetron Indonesia rata-rata kacangan.

Siyalnya tayangan sinetron bikinan Indonesia menuh-menuhin jadwal semua stasiun tivi non-berita sampek-sampek nggak ada lagi porsi buat serial tivi barat. Oh ya, ada sih serial dari Korea, tapi ya itu nggak masuk itungan gw, coz bahasanya di-dub ke bahasa Indonesia sehingga gw il-feel. (Gw nggak ngerti kenapa kita nggak boleh nonton serial Korea dalam bahasa aslinya. Takut nggak kasih proyek kerjaan buat yang tukang dubbing-nya?)

Gw dibesarkan di wangsa '80-an dan '90-an, di mana dulu banyak banget serial Barat berkeliaran sepanjang minggu di tivi. Tiap hari ada aja film serial yang mau gw tonton. Gw sendiri penggemar beratnya The Simpsons, Full House, Beverly Hills 90210, Friends, sampek Sex and the City. Memang jaman dulu, jumlah sinetron itu belum sebanyak sekarang. Jumlahnya dikit banget, masih bisa diitung dengan jari. Ibu-ibu dan para bedinde yang kepingin sinetron, cuman bisa melampiaskan keinginannya dengan nonton telenovela asal Mexico atau Venezuela.

Lama-lama serial Barat ngilang dari tivi, dan gw kehilangan jadwal tontonan rutin. Terakhir kali serial yang gw tonton rutin adalah Gossip Girl.

Sekarang nggak ada lagi serial Barat di tivi. Yang ada ya sinetron, sinetron melulu.

Memang, dampak bagusnya adalah tontonan produksi Indonesia berhasil jadi tuan rumah di negeri sendiri. Tapi itu nanggung coz kualitas sinetronnya bikin orang jadi mual-mual. Tontonan macam apa yang nyeritain cewek kece tapi dungu yang kerjaannya mewek melulu, tante-tante jahat binti jutek dengan make-up menor, dan anak SD yang mengancam bunuh-bunuhan cuman gara-gara naksir temennya yang masih ingusan?

Mungkin kita memang masih perlu nonton serial Barat secara rutin tiap pekan. Nggak cuma bikinan Hollywood, tapi juga bikinan Thailand, bikinan Italia, atau bikinan Argentina, kalau ada. Coz kita perlu pembanding untuk membentuk selera sinetron kita. Kita cuman bisa punya selera sinetron yang bagus kalau kita sudah nonton sinetron yang jelek. Kalau kita udah tahu sisi bagusnya serial tivi bikinan negeri orang, kita akan bisa bikin serial tivi sendiri, nggak cuman yang bisa menjaring rating yang tinggi, tapi juga dengan ide cerita yang bermutu.

Memang, kalau sekarang stasiun tivi mencoba nyisipin serial Barat dalam jadwal acaranya, mungkin akan sulit dapet jumlah penonton yang sebanyak penonton sinetron. Tapi sekarang, coba dipikir, kita mau bikin acara yang menjunjung tinggi rating, atau menjunjung tinggi penonton yang berkualitas?