Tuesday, September 4, 2012

Anti Mikir yang Jelek-jelek

Dua hari yang lalu saya pergi nyalon. Tadinya niat saya cuman kepingin pijet doang sembari dilulur, tetapi gegara saya datang telat dari reservasi yang ditentukan, jam pijetnya keburu diambil orang dan saya kudu nunggu lima jam lagi. Saya mikir, kan sebetulnya niat saya kepingin dimanjain, jadi saya cari alternatif lain selain pijet. Pas baca di buku menu salonnya bahwa di situ bisa facial, mendadak saya inget fakta yang cukup memalukan akan diri saya: Saya sudah 30 tahun dan nggak pernah facial! Baiklah, sisi diri saya yang haus petualangan baru pun mulai berkuasa: Saya mau nyobain facial!

Saya kirain inti dari facial cuman sekedar cuci muka gitu, tapi ternyata saya baru nyaho kalau ternyata ada adegan bersihin jerawatnya. Saat lagi dibersihin jerawat itulah saya baru ngeh kenapa tidak ada seorang pun yang pernah menyarankan saya buat facial: Saya kan memang nggak punya jerawat! Masa-masa jerawatan saya berhenti semenjak saya punya pacar, jadi saya nggak pernah stress-an. Ya know, kulit wajah adalah cerminan diri kita yang paling jujur dan tidak pernah berbohong; kalau kau stress, maka kau akan jerawatan; tapi kalau kau tidak stress, maka kau tidak akan jerawatan. Saya bukannya sombong, tapi saya harus mengakui, saya nggak pernah cukup stress dalam beberapa tahun terakhir sehingga peristiwa timbulnya jerawat pada wajah saya bisa dihitung dengan jari.

Satu-satunya masalah yang membuat saya gelisah sekarang
adalah, saya kepingin karaokean dan saya belum nemu
temen buat karaokean bareng saya.
Beberapa hari terakhir ini mailing list yang saya ikutin lagi angotnya membahas oknum-oknum tertentu yang disinyalir meresahkan masyarakat (oke, saya berlebihan. Sebenarnya yang resah cuman para anggota mailing list itu doang). Oknum-oknum itu dituduh melakukan sesuatu yang tidak disukai para masyarakat milis tersebut dan milis itu rame membahasnya, dan setiap aspirasi disampaikan dalam bentuk e-mail, sehingga membuat HP saya terus-menerus bunyi oleh karena mailing list itu. Saya sendiri jadi ikutan resah, bukan karena kelakuan para oknum itu, tapi karena bunyi centang-centung notifikasi e-mail itu membuat saya jadi tidak bisa makan dan tidur dengan enak lantaran tangan ini gatel kepingin segera merogoh HP untuk melihat e-mail siapa yang masuk. Ya know kan perasaan itu, saat satu-satunya e-mail yang ingin kaubaca hanyalah notifikasi dari bioskop XXI bahwa harga pop corn caramel kemasan large mereka turun setengah harga, ternyata yang kaubaca adalah informasi bahwa "si X telah melakukan perbuatan Y yang sangat tercela". Apakah berita ini yang ingin kaudengar? *tampang flat*

Padahal, saya ikut mailing list dengan tujuan ingin mendapatkan informasi-informasi yang berharga dan meningkatkan produktivitas, bukan untuk mendengar keresahan masyarakat.

Ketika saya pindah ke linimasanya Twitter, ternyata di Twitter lagi rame hashtag #3macan2ribu. Demi Tuhan saya nggak tertarik sedikitpun dengan keluarga leopard seharga goceng, tidak sejak nyokap saya mendeklarasikan kebenciannya yang amat sanget kepada kucing, terutama karena seekor kucing kampung bertanggungjawab atas kaburnya burung piaraan nyokap saya sekitar 15 tahun yang lalu. So what da heck kalau memang account triomacanduaribu itu suka jelek-jelekin figure public tertentu di Twitter? Cuekin aja, nanti juga berhenti sendiri. Apakah kalian percaya ratusan tweet yang ditulis oleh seseorang yang bahkan nggak punya cukup nyali untuk menyebutkan nama aslinya sendiri?

Saya nggak seneng mikirin orang yang jelek-jelek. Saya menyelesaikan persoalan interpersonal dengan jalan: Kalau ada oknum gangguin kehidupan kita, panggil saja orangnya dan beri tahu dia persis di depan batang hidungnya, 

"You're annoying. Gw nggak pernah nyenggol lu, adakah yang bisa gw lakukan supaya lu nggak usah nyenggol gw?"
Menyebarkan keresahan ke tetangga tidak pernah menyelesaikan masalah, itu hanya memperkeruh masyarakat dan menimbulkan jerawat di jidat masing-masing. Dan alasan saya tidak pernah berjerawat adalah karena saya nggak pernah sudi untuk repot-repot mikirin orang yang mengganggu saya.

Atau mungkin, saya memang bukan pendengar yang baik. Mungkin saya memang cuman kepingin mendengar apa yang ingin saya dengar. Lebih tepatnya, saya cuman kepingin dengar berita bagus dan saya nggak mau dengar berita jelek.

Berhentilah membenci orang, fellas. Hidupmu terlalu berharga buat mikirin yang jelek-jelek. Bereskan pekerjaanmu, berilah makan anak-anakmu, tidurlah dengan pasanganmu. Maka kau akan membuat salon bangkrut karena jasa facial mereka tidak laku.