Monday, November 19, 2012

Luarnya Mewah, Dalemnya KW

Dulu tuh Menteri Kesehatan (sekarang mantan) Fadillah Supari pernah nyela anggapan masyarakat bahwa rumah sakit yang bagus itu kudu rumah sakit yang lantainya dari marmer, mewah, dan sebagainya. Saya dengan jujurnya mengaku bahwa kalau pun saya sakit dan kudu diopname, saya ingin dirawat di rumah sakit kayak gitu. Meskipun saya nggak tahu apa hubungannya lantai marmer dengan kesembuhan pasien, hehee..

Lalu, kemaren, pas saya lagi ngiderin Foursquare, tahu-tahu mata saya tertumbuk pada status kolega saya yang nulis, dos-q lagi jaga di Rumah Sakit X. Hey, saya langsung kepo, dan nanya kok bisa-bisanya dos-q kerja sambilan di Rumah Sakit X, padahal saya tahu tuh rumah sakit cuman mau mempekerjakan dokter spesialis sedangkan kolega saya kan juga sama-sama masih dokter umum.

Lalu, dos-q jawab, tuh rumah sakit memang maunya dibayar oleh pasiennya dengan tarif spesialis, tapi supaya murah meriah maka institusi itu mempekerjakan dokter umum. Supaya aman dari kemungkinan tuntutan nggak enak, nama yang dipasang adalah nama dokter spesialis entah siapa gitu, meskipun nanti tangan yang bekerja adalah tangan asistennya (asistennya itu ya dokter umum). Kalau ada apa-apa ya yang tanggung jawab adalah sang spesialis bersangkutan karena kan nama dos-q yang dipasang.

Saya dengernya jadi agak kecewa, karena somehow sekitar beberapa tahun lalu saya pernah punya cita-cita kepingin melahirkan di rumah sakit itu. Dalam benak saya waktu itu, saya kepingin diladenin spesialis kandungan, lalu kalau saya sampek jatuh kepada situasi di mana saya harus dioperasi, saya ya maunya dibius sama dokter spesialis anestesi. Bukan dibius oleh, maaf ya, spesialis anestesi KW alias dokter umum (meskipun saya tahu juga bahwa sang dokter umum itu bertanggung jawab terhadap dokter spesialisnya juga).

Saya nggak menyalahkan dokter umum yang mau-maunya bekerja atas nama orang lain sedangkan dos-q sendiri cuman dapet bayaran dikit, itu terjadi di banyak tempat, saya sendiri mengalaminya sekarang.
Saya juga nggak menyalahkan dokter spesialis yang harus nyambi bekerja di banyak tempat yang sudah kadung teken kontrak dengannya, padahal tenaga fisiknya sendiri mungkin nggak kuat untuk bisa membelah diri dan konsentrasi pada banyak tempat sekaligus.
Tapi rumah sakit seharusnya lebih jujur. Jika berani bilang kepada pasien bahwa "kami akan memberi Anda dokter spesialis", jangan lantas pada prakteknya hanya memberikan dokter spesialis yang baru seperempat jadi (alias spesialis KW).

Ah, tapi siapa yang akan mempertanyakan kejujuran rumah sakit? Apalagi kalau rumah sakitnya. Sudah mewah dan berlantai marmer seperti yang diceritakan Bu Supari, ya toh?
http://laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com