Friday, January 8, 2010

Naik-naik Nggak Mbois

Menurut gw, salah satu pemborosan yang dilakukan pemerintah kota ini adalah bikin jembatan penyeberangan. Kenapa gerangan? Ya soalnya mau Bandung bikin jembatan penyeberangan sampai seratus biji pun, gw ragu akan ada orang yang mau naik ke jembatan itu buat menyeberang jalan. Logikanya sederhana, naik jembatan penyeberangan berarti makan tiga kali jalan lebih panjang: naikin tangganya + nyeberang jembatannya + nurunin tangganya. Bandingin dengan kalau nyeberang jalan langsung tanpa naik-turun tangga dulu, lebih hemat waktu kan?



Tiga hari lalu, gw pergi sama seorang teman dari Surabaya. Lalu suatu saat, tibalah waktunya kita harus nyeberang sebuah jalan raya. Kendaraannya ramai sekali, dan padat, coz itu jam makan siang, dan situasi macet. Jalannya satu arah, dan gw pun mengawasi mobil-mobil dengan gelagat mau nyeberang.

Lalu teman itu nanya ke gw dengan heran, “Kita nggak naik jembatan?”

Oh ya, memang tepat di atas kepala kami itu ada jembatan penyeberangan. Tapi gw sebagai host nggak ngajakin dia naik jembatan itu. Gw bahkan lupa di situ ada jembatan penyeberangan. *dasar kacamata kuda!*

Gw menggeleng dengan cuek. “Nope.”

Teman gw itu malah menatap gw sambil mengerutkan kening. Kok nggak naik jembatan penyeberangan sih?

Gw hampir baru mau bilang ke dia, “Orang Bandung nggak suka naik jembatan penyeberangan.” Tapi akhirnya gw menjelaskan kepadanya dengan becanda, “Kita nggak naik jembatan penyeberangan, karena kita norak.” Lalu gw ngeliatin mobil-mobil di jalan lagi sambil siap-siap mau nyeberang.

Tapi sang teman tetep ngotot. “Vicky?!” katanya dengan pandangan mata kita-norak-kalau-nyeberang-nggak-pakai-jembatan-padahal-sudah-jelas-jelas-di-atas-ada-jembatan.

Gw menatap dia dan mbatin, kenapa dia tidak tahu bahwa menjadi orang norak itu lebih enak?? “Oke, oke! Kita naik jembatan!” sergah gw. Lalu buru-buru gw naik jembatan duluan, sambil mendesah dalam hati. Kenapa gw dapet turis yang tertib? Apakah semua orang Surabaya memang hobi naik jembatan penyeberangan?

Alasan-alasan norak kenapa gw nggak suka naik jembatan penyeberangan:

1. Lebih cepat nyeberang jalan langsung. Kita nggak akan ketabrak, coz mobilnya juga jalannya pelan kayak siput. Mobilnya jalannya pelan coz jalannya lagi macet. Lihat tuh mobilnya pada nyalain lampu merah semua. (Bukannya jalannya macet karena orangnya nyeberang seenaknya ya? Hihihi..)

2. Jalan-jalan di Bandung itu sempit-sempit. Panjang jembatan diitung termasuk tangga jauh lebih panjang ketimbang lebar jalan raya itu.

3. Orang-orang lain nggak nyeberang pakai jembatan penyeberangan. Kalau gw naik sendirian ke atas, rasanya aneh aja gitu, nggak mbois buanget.

4. Gw pikir jembatan penyeberangan itu sarangnya gelandangan buat tidur.

5. Mending kalau cuman gelandangan. Gw takut begitu kita naik jembatan, ternyata di atas sudah ada preman nungguin buat siap-siap malak.

Akhirnya kita turun dari jembatan itu dan tiba di seberang jalan. Lalu gw bilang ke teman itu dengan malu-malu, “Aku sudah lupa kapan terakhir kali aku naik jembatan penyeberangan..”

Gw yang salah. Mestinya kalau mau nyeberang jalan kemaren, milih sisi jalan yang agak jauh, jadi dia nggak akan terpikir punya inisiatif buat ngajakin gw naik jembatan penyeberangan yang merepotkan itu. Hihihi.. Dooh, mudah-mudahan nggak ada yang melihat gw di jalan hari itu. Bisa-bisa timbul gossip besok jadi headline, “Vicky naik jembatan penyeberangan! Kok tumbeenn..” Gaswat nih..

Oh ya, foto di atas itu bukan jembatan yang kita seberangin kemaren. Fotonya itu cuman nyomot dari Pikiran Rakyat. Kalau gw nemu jembatan ada sampahnya kayak gitu, gw pasti langsung minta turun.