Masih nyambung dengan tulisan saya kemaren. Seorang dokter anak bekerja di rumah sakit di Surabaya, curhat ke koleganya. Isi keluhannya, kenapa ibu-ibu hamil jarang banget mau melahirkan di rumah sakit tempatnya bekerja. Padahal dokter-dokter di situ sudah pasang senyum ramah, susternya sudah dididik buat senyum kayak karyawan hotel, gedungnya juga bersih kayak hotel, kurang apa lagi sih? Kalau dari masalah biaya kayaknya nggak mungkin, sebab banyak rumah sakit yang semahal tempat ini, tapi ya masih laris aja. Tapi sepertinya kok rumah sakit ini dijauhi orang buat melahirkan.
Padahal kalau dijauhin terus, rumah sakit ini bisa kehilangan omzet dari pasar-pasar yang potensial. Yang kasihan tentu pegawai-pegawai yang kerja di situ, termasuk dokter-dokternya, nggak jadi dapet komisi dong?
Keluhan itu mengendap terus dan cuman jadi misteri Ilahi.
Sampek kemaren saya ke rumah sakit yang nggak laku ini (supaya enak bacanya, saya sebut aja rumah sakit X). Saya dateng karena sakit batuk seminggu belom sembuh-sembuh, saya udah cerita kan di blog beberapa hari yang lalu? Ini pertama kalinya saya dateng ke RS X. Dinilai dari kesan tempat, nampaknya ini rumah sakit yang cukup baik. Profesional, steril, ramah. Karena saya dateng dengan tujuan mau konsul ke spesialis THT, kebetulan saya dapet dokternya juga ciamik bener. Satu-satunya yang tidak saya sukai mungkin harga obat yang harus saya bayar, tapi dalam hal ini saya lebih menyalahkan pabrik obatnya kenapa pasang harga tinggi-tinggi amat.
Sudah tahu kan ya, saya lagi hamil 36 minggu? Saya iseng kepingin tahu apakah tempat ini cukup baik untuk jadi tempat saya melahirkan atau enggak. Maka saya tanya ke resepsionis.
Ibu hamil: "Permisi, saya mau tanya, di sini tarif persalinan berapa?"
Resepsionisnya dengan sigap langsung kasih brosur berisi tarif persalinan. Kalau melahirkan normal, tarifnya segini. Kalau melahirkan Cesar, tarifnya segitu. Semakin mewah jenis kamar yang dipilih, semakin tinggi juga biaya persalinannya. Jadi kalau mau melahirkan murah meriah ya, tidurnya di lapangan parkir, hihihi..
Ibu hamil: "Bayinya tidur di mana?"
Resepsionis: "Ngg..di kamar bayi, Bu."
Ibu hamil: "Lho, bayinya nggak tidur sama ibunya?"
Resepsionis: "Nggak, Bu. Di sini kami mengharapkan bayi yang baru lahir tidak akan tertular infeksi dari para pengunjung yang mengunjungi ibunya, jadi kami menempatkan bayi di ruangan khusus."
Ibu hamil (menahan ketawa di dalam hati) (berpikir, oh mungkin kamar inapnya saking kecilnya jadi kesempitan untuk bayi-bayi): "Mmh..kalau ibunya nginep di kamar VIP yang paling besar ini gimana? Bayinya boleh tidur sama ibunya?"
Resepsionis: "Oh nggak, Bu. Bayinya tetep tidur di kamar bayi."
Ibu hamil: "Baiklah, terima kasih!" (Lalu hengkang dan memutuskan tidak mau melahirkan di situ)
Nah, sekarang ngerti kan kenapa rumah sakit itu nggak laku buat jadi tempat melahirkan?
Saya ngomongin ini dengan kolega, ngetawain rumah sakitnya yang terlampau parno memisahkan ibu dengan bayinya. It happens in other hospitals, actually. Sementara kita berteriak-teriak minta rumah sakit supaya sayang ibu dan sayang bayi, ternyata pesan itu malah diterjemahkan dengan salah oleh rumah sakitnya.
Padahal, dokter kandungan dan dokter anak mendapat pemasukan banyak justru dari kasus-kasus persalinan. Kalau ibu hamil sudah empet duluan karena nggak boleh sekamar dengan bayinya nanti, gimana caranya mau membujuk dia bersalin di situ? Jangan-jangan nanti begitu lahir bayinya langsung diculik bidannya ke kamar bayi tanpa ditempelin ke dada ibunya dulu? Lebih parah lagi, jangan-jangan nanti di kamar bayi, bayinya diam-diam dicekokin susu kaleng supaya nggak nangis melulu? Oh no..
***
Overview:
Tentu saja tidak semua bayi yang baru lahir boleh langsung tidur bareng ibunya. Beberapa bayi kadang-kadang prematur, sakit, atau sesuatu dan lain hal, sehingga perlu diawasi ketat oleh perawat, jadi perlu masuk ruangan khusus yang tidak seruangan dengan ibunya.
Beberapa rumah sakit yang cukup mewah kadang-kadang membolehkan bayi tidur di inkubator dan inkubatornya boleh ditaruh di kamar ibunya. Tentu saja mereka akan menge-charge ekstra ibunya untuk itu, tapi harga itu sebanding untuk ibu-ibu yang ingin tidur dengan anaknya yang sakit.
Ada banyak sekali manfaat jika bayi boleh langsung tidur dengan ibunya. Jika bayi kepingin minum, ibu bisa langsung kasih ASI karena ia melihat sendiri bayinya kehausan. Bayangkan kalau bayinya tidur di kamar terpisah, bayi harus menunggu dirinya terlihat oleh bidan sedang menangis, baru bidannya gendong dirinya ke kamar ibunya. Dan belum tentu bidannya ngeh kalau dirinya nangis. Memangnya jumlah bayi di kamar bayi itu cuman satu?
Sebetulnya tidak ada yang perlu ditakutkan pada bayi yang dikunjungi pembesuk-pembesuk ibunya. Bayi yang lahir pas sembilan bulan kehamilan, tidak akan sampai kena polusi cuman gegara dibesuk. Paling-paling pipinya cuman merah gara-gara kebanyakan dicubitin pembesuk yang gemas. Lihat aja Princess Charlotte yang baru dilahirin Kate Middleton, baru 10 jam lahir sudah langsung keleleran di luar rumah sakit kan?
http://georgetterox.blogspot.com
http://laurentina.wordpress.com
Padahal kalau dijauhin terus, rumah sakit ini bisa kehilangan omzet dari pasar-pasar yang potensial. Yang kasihan tentu pegawai-pegawai yang kerja di situ, termasuk dokter-dokternya, nggak jadi dapet komisi dong?
Keluhan itu mengendap terus dan cuman jadi misteri Ilahi.
Sampek kemaren saya ke rumah sakit yang nggak laku ini (supaya enak bacanya, saya sebut aja rumah sakit X). Saya dateng karena sakit batuk seminggu belom sembuh-sembuh, saya udah cerita kan di blog beberapa hari yang lalu? Ini pertama kalinya saya dateng ke RS X. Dinilai dari kesan tempat, nampaknya ini rumah sakit yang cukup baik. Profesional, steril, ramah. Karena saya dateng dengan tujuan mau konsul ke spesialis THT, kebetulan saya dapet dokternya juga ciamik bener. Satu-satunya yang tidak saya sukai mungkin harga obat yang harus saya bayar, tapi dalam hal ini saya lebih menyalahkan pabrik obatnya kenapa pasang harga tinggi-tinggi amat.
Sudah tahu kan ya, saya lagi hamil 36 minggu? Saya iseng kepingin tahu apakah tempat ini cukup baik untuk jadi tempat saya melahirkan atau enggak. Maka saya tanya ke resepsionis.
Ibu hamil: "Permisi, saya mau tanya, di sini tarif persalinan berapa?"
Resepsionisnya dengan sigap langsung kasih brosur berisi tarif persalinan. Kalau melahirkan normal, tarifnya segini. Kalau melahirkan Cesar, tarifnya segitu. Semakin mewah jenis kamar yang dipilih, semakin tinggi juga biaya persalinannya. Jadi kalau mau melahirkan murah meriah ya, tidurnya di lapangan parkir, hihihi..
Ibu hamil: "Bayinya tidur di mana?"
Resepsionis: "Ngg..di kamar bayi, Bu."
Ibu hamil: "Lho, bayinya nggak tidur sama ibunya?"
Resepsionis: "Nggak, Bu. Di sini kami mengharapkan bayi yang baru lahir tidak akan tertular infeksi dari para pengunjung yang mengunjungi ibunya, jadi kami menempatkan bayi di ruangan khusus."
Ibu hamil (menahan ketawa di dalam hati) (berpikir, oh mungkin kamar inapnya saking kecilnya jadi kesempitan untuk bayi-bayi): "Mmh..kalau ibunya nginep di kamar VIP yang paling besar ini gimana? Bayinya boleh tidur sama ibunya?"
Resepsionis: "Oh nggak, Bu. Bayinya tetep tidur di kamar bayi."
Ibu hamil: "Baiklah, terima kasih!" (Lalu hengkang dan memutuskan tidak mau melahirkan di situ)
Nah, sekarang ngerti kan kenapa rumah sakit itu nggak laku buat jadi tempat melahirkan?
Saya ngomongin ini dengan kolega, ngetawain rumah sakitnya yang terlampau parno memisahkan ibu dengan bayinya. It happens in other hospitals, actually. Sementara kita berteriak-teriak minta rumah sakit supaya sayang ibu dan sayang bayi, ternyata pesan itu malah diterjemahkan dengan salah oleh rumah sakitnya.
Padahal, dokter kandungan dan dokter anak mendapat pemasukan banyak justru dari kasus-kasus persalinan. Kalau ibu hamil sudah empet duluan karena nggak boleh sekamar dengan bayinya nanti, gimana caranya mau membujuk dia bersalin di situ? Jangan-jangan nanti begitu lahir bayinya langsung diculik bidannya ke kamar bayi tanpa ditempelin ke dada ibunya dulu? Lebih parah lagi, jangan-jangan nanti di kamar bayi, bayinya diam-diam dicekokin susu kaleng supaya nggak nangis melulu? Oh no..
***
Overview:
Tentu saja tidak semua bayi yang baru lahir boleh langsung tidur bareng ibunya. Beberapa bayi kadang-kadang prematur, sakit, atau sesuatu dan lain hal, sehingga perlu diawasi ketat oleh perawat, jadi perlu masuk ruangan khusus yang tidak seruangan dengan ibunya.
Beberapa rumah sakit yang cukup mewah kadang-kadang membolehkan bayi tidur di inkubator dan inkubatornya boleh ditaruh di kamar ibunya. Tentu saja mereka akan menge-charge ekstra ibunya untuk itu, tapi harga itu sebanding untuk ibu-ibu yang ingin tidur dengan anaknya yang sakit.
Ada banyak sekali manfaat jika bayi boleh langsung tidur dengan ibunya. Jika bayi kepingin minum, ibu bisa langsung kasih ASI karena ia melihat sendiri bayinya kehausan. Bayangkan kalau bayinya tidur di kamar terpisah, bayi harus menunggu dirinya terlihat oleh bidan sedang menangis, baru bidannya gendong dirinya ke kamar ibunya. Dan belum tentu bidannya ngeh kalau dirinya nangis. Memangnya jumlah bayi di kamar bayi itu cuman satu?
Sebetulnya tidak ada yang perlu ditakutkan pada bayi yang dikunjungi pembesuk-pembesuk ibunya. Bayi yang lahir pas sembilan bulan kehamilan, tidak akan sampai kena polusi cuman gegara dibesuk. Paling-paling pipinya cuman merah gara-gara kebanyakan dicubitin pembesuk yang gemas. Lihat aja Princess Charlotte yang baru dilahirin Kate Middleton, baru 10 jam lahir sudah langsung keleleran di luar rumah sakit kan?
http://georgetterox.blogspot.com
http://laurentina.wordpress.com