Thursday, April 17, 2014

Obatnya Murah, Anda yang Mahal

TB alias TBC, seperti yang sudah saya tuliskan dua minggu lalu, adalah sakit paru yang punya ciri batuk-batuk sampai dua minggu lebih dan gampang ditemukan di masyarakat sekitar kita. TB ini sebenernya gampang ngobatinnya, cukup minum obat selama enam bulan terus-menerus tanpa bolos. Yang terakhir ini, justru bagian yang paling sulit.

Ada banyak alasan kenapa penderita TB di Indonesia susah sembuh:

“Minum obatnya kok lama banget? Nggak bisakah saya minum obatnya tiga hari aja?”
“Saya takut minum obat. Takut setelah minum obat itu saya jadi sakit perut!”
“Saya pernah dikasih tahu kalau obat TB itu banyak banget yang harus diminum. Sangat tidak praktis!”

“Saya sudah pernah minum itu selama sebulan. Suatu hari saya harus jaga dateng ke arisan kantor, padahal obatnya habis. Saya terus dimarahin suster di dokter langganan, dan disuruh ngulang obatnya lagi dari awal. Terus saya jadi jiper soalnya saya males ngulang lagi..”

“Saya ogah ke dokter. Ngantrenya panjang kayak uler ngantre beras.”

Tapi alasan yang paling sering saya denger adalah, “Obatnya mahal.. Mending dipake beli makan anak di rumah.”

Dengan setumpuk alasan kayak gini, nggak heran kalau penderita TB di Indonesia adalah dua orang di antara 1.000. Jumlah itu adalah jumlah orang yang ketemu Anda kalau Anda pergi ke kondangan :D


Ini Kuman yang Istimewa
Kuman TB nggak seperti kuman biasa. Nggak seperti kuman yang bikin ingus anak Anda jadi hijau kalau dia sakit pilek. Nggak seperti kuman yang bikin Anda mencret-mencret saban kali habis makan bakso yang dijual gerobaknya Pak Kumis.

Kuman TB adalah Mycobacterium tuberculosis. Dia keok hanya jika dihajar obat tertentu selama dua bulan, dan dia mati kalau obat itu terus-terusan menghajarnya selama empat bulan berikutnya. Makanya butuh waktu  enam bulan untuk ngobatin TB.

Obat-obatan ini, namanya rifampisin, isoniazid, etambutol, dan pirazinamid. Nggak ada di warung sebelah rumah Anda. Kenapa? Karena ini obat canggih, maka Kementerian Kesehatan melarang obat-obatan ini dijual sembarangan.

“Nggak bisakah saya minum amoksisilin atau obat batuk hitam yang dijual Mpok Siti di warung sebelah rumah?”

Kawan, kalau amoksisilin atau OBH bisa mematikan Mycobacterium, pasti penyakit TB sudah punah dari dulu-dulu.. :D

Obat TB harus diminum terus-menerus,
 supaya kuman yang sudah melemah tidak akan menguat kembali.
Gambar diambil dari sini.
Harus Terus-menerus
Saya ulang lagi: pola Mycobacterium itu, setelah diobatin selama dua bulan secara terus-menerus maka dia akan keok. Maksudnya keok ini, dia nggak bisa berkembang biak lebih banyak lagi untuk menciptakan penyakit di dalam paru.

Masalah yang sering terjadi, setelah dua bulan, penderita ogah minum obat lagi karena badannya sudah terasa lebih enak. Munro (2007) bilang, kadang-kadang penderita merasa sudah nggak butuh obat lagi karena batuknya sudah nggak berdarah lagi. Hmm..penderitanya tertipu nih.

Bakteri yang sudah keok setelah minum obat dua bulan tidak berarti sudah tewas. Bakteri ini hanya berhenti tumbuh dan berkembang biak, sehingga jumlahnya tidak sebanyak sebelumnya. Tapi jumlah ini masih bisa aktif lagi. Jika obatnya dihentikan biarpun cuman bolos satu hari aja, Mycobacterium yang sudah keok kemaren sore, bisa aktif lagi jika hari ini nggak dikasih obat. Akibatnya obat-obatan yang sudah diminum sejak berhari-hari yang lalu pun jadi mubazir.

Supaya kumannya keok lagi, mau nggak mau ya obatnya harus diminum lagi. Sampai enam bulan. Secara terus-menerus. Tidak boleh bolos. Kecuali kalau Anda mau kumannya kumat lagi di tengah-tengahnya masa pengobatan. Mau?

Obatnya Banyak
Coba hitung obat-obat TB yang saya sebut tadi. Ada empat kan? Itu harus diminum empat-empatnya. Nggak bisa cuman milih salah satu aja. Ini bukan seperti milih empat macam mie instant di supermarket dan Anda milih beli rasa kari ayam aja karena kebetulan Anda cuman doyan rasa kari.

“Kalau saya sakit perut, gimana?”

Halo..siapa yang bilang harus minum empat-empatnya sekaligus? Cicillah obatnya satu per satu. Menit ini telan rifampisin. 15 menit lagi telan isoniazid. 15 menit kemudian, ambil etambutol. 15 menit berikutnya, minum pirazinamid. Nah, ketelan semuanya, kan?

Lagian, minum obat apapun itu, jauh lebih baik kalau minumnya sesudah makan. Makanya, sebelum minum obat, harus makan dulu sampek kenyang.

“Kalau obat pilnya kecampur-campur, gimana?”

Pertanyaan bagus. Saya mengerti nggak semua orang pintar menata laci obat dengan baik. Makanya di Indonesia ini ada perusahaan-perusahaaan farmasi tertentu yang menjual obat TB dalam kemasan satu pil saja.  Pilnya besar, tapi di dalam pilnya sudah tercakup rifampisin, isoniazid, etambutol, dan pirazinamid sekaligus. Jadi Anda nggak perlu mengeja empat pil satu per satu.

Anda tinggal pilih, mau minum keempat pilnya satu per satu, atau mau minum satu pil yang berisi empat obat sekaligus?

Harus Kontrol
Sudah tahu kan obatnya ada empat macam yang harus diminum? Dan Anda takut sakit perut? Jangan kuatir. Jangankan Anda yang sakit, dokternya saja yang nggak ikutan kena TB pun takut Anda kena efek samping obat.

Turktas (1992) pernah bilang, obat rifampisin itu punya efek samping mengganggu liver. Penderitanya nggak merasa apa-apa, tapi dokter yang meraba perut Anda akan tahu ketika liver Anda mulai terganggu gara-gara Anda minum obat. Dokter akan melakukan sesuatu untuk merevisi obatnya. Bisa dengan mengurangi dosis, bisa dengan mengganti jenis obat, atau cara-cara lainnya. Intinya, TB Anda akan tetap diobati meskipun mengalami efek samping obat TB.

Dokter akan mengontrol Anda setiap bulan,
 untuk menentukan apakah penyakit sudah membaik,
dan apakah obat yang diberikan tidak membahayakan penderitanya.
Gambarnya diambil dari sini.
Dan nggak semua dari keempat obat itu harus diminum terus-terusan selama enam bulan. Setelah dua bulan minum obat dan dokter memutuskan bahwa penderita mulai membaik, maka ragam obat pun dikurangi sehingga  cukup diminum dua macam saja. (Obat yang dikurangi itu yang mana? Itu tergantung keputusan dokternya setelah memeriksa tubuh Anda.) Waktu meminum juga direvisi, yang semula harus minum tiap hari, bisa dikurangi dengan minum obat cukup dua hari sekali, meskipun tetap nggak boleh bolos.

Dan bila Anda perempuan, dan sedang minum pil KB lantaran sedang malas hamil, dokter akan tulis surat ke bidan atau dokter kandungan supaya pil KB Anda distop. Karena rifampisin akan menginterupsi kerja pil KB, sehingga jika minum obat TB, rahim Anda bisa kebobolan.

Jadi, tinggalkan kebiasaan sok tahu memotokopi resep dokter supaya kopiannya bisa ditebus ke apotek berkali-kali. Obat yang Anda perlukan hari ini, belum tentu sama dengan obat yang Anda perlukan sebulan yang lalu. Dan kalau Anda pergi ke dokter tapi dokternya tidak pegang-pegang tubuh Anda, Anda harus protes. Anda kan bayar dokternya, masak Anda nggak diperiksa sih?

Obat mahal. Tapi sakit Anda jauh lebih mahal.
Anda malas ngantre untuk kontrol ke dokter? Carilah dokter yang pasiennya sepi. Dokter yang pasiennya sepi akan punya lebih banyak waktu buat meladeni Anda daripada dokter yang terburu-buru karena kejar setoran antrean pasien.

Anda malas bayar obat? Berobatlah di Puskesmas. Obat TB itu gratis. Dan isinya sama saja dengan obat yang diresepkan dokter yang nggak praktek di Puskesmas.

Anda malas ngantre obat gratisan di Puskesmas? Halo..minyak goreng yang lagi diobral di hipermarket aja banyak yang ngantre, apalagi obat gratisan?

Sudah keren tapi sakit TB, apa gunanya?
Gambar diambil dari sini.
Coba Anda bayangkan kalau TB Anda itu nggak diobatin. Lihat lagi tulisan saya di sini. Sudah pernah saya bilang bahwa TB bisa menyebar sampai bikin mencret, bisa bikin sakit punggung, bisa bikin mandul, bisa bikin koma. Bahkan yang cuman batuk-batuk TB pun lemas dan nggak bisa kerja dengan nyaman. Berapa omzet Anda yang terlepas gara-gara waktu terima orderan online shop ternyata Anda lagi demam dan nggak enak badan? Berapa kenaikan gaji Anda yang batal Anda terima gara-gara Anda batal dipromosikan naik jabatan lantaran bossnya risih melihat Anda sudah dua minggu batuknya nggak hilang-hilang? Berapa kali Anda nggak diundang arisan panci gara-gara tetangga sungkan lihat Anda lemas melulu dan nampak makin kurus?

Dan ini semua terjadi cuman gegara Anda malas ngantre di dokter, sebulan sekali, selama enam bulan?