Thursday, July 29, 2010

Bergaya di Tempat Ngadem

Nggak ngerti saya kesambit apa, tapi hari Minggu kemaren pas lagi luntang-lantung di festival jalanan di Braga, saya mutusin buat jalan-jalan ke museum. Ya know, saya bukan penggemar sejarah, terutama kalau itu tidak ada hubungannya dengan hal-hal yang saya suka; saya seneng dateng ke museum karena alasan yang simple aja: cari AC yang gratis. Makanya saya sebel banget kalau saya dateng ke museum yang nggak ada AC-nya, hehehe. Anda sama sekali tidak bisa bayangin, Bandung sepanas apa sekarang.

Betul-betul ironis banget orang-orang macem saya ini, yang cuman memperlakukan museum sebagai tempat buat ngadem. Tapi ya itu nggak lepas dari sikap para pengelola museum, yang umumnya masih setengah hati dalam mengurus museum. Coba Anda pikir-pikir, sebutkan dua kata yang pertama kali terlintas di kepala Anda kalau denger kata museum. Satu, barang kuno. Dua, sarang laba-laba. Tiga, nggak gaul ah. Eh, itu tiga kata.

Nah, untungnya berhubung tahun 2010 ini adalah tahun kunjungan museum, maka para pengurus museum di Indonesia lagi seneng-senengnya promosi sana-sini supaya orang mau dateng ke museum. Ada banyak banget kegiatan yang sekarang lagi diumbar, supaya orang nggak semata-mata dateng ke museum cuman buat ngadem atau buat karyawisata. Beberapa museum sekarang rela ngorbanin beberapa ruangannya buat dijadiin tempat pameran, yang umumnya pamerannya nggak ada hubungannya sama tema museumnya sama sekali. Ada juga yang nyewain ruangan buat dijadiin tempat presentasi software open source. Beberapa bahkan mengkaryakan lapangan parkir buat dijadiin kafe yang jual makanan elite-elite. Kenapa dijualnya dengan harga mahal? Justru kesannya supaya museumnya nampak bonafid.

Museum yang saya sambangin ini namanya Museum Konferensi Asia Afrika. Sebenarnya museum ini nggak melulu nyimpen barang-barang kuno. Malah, kalau saya itung-itung, jumlah barang kuno yang dipamerin di sini nggak sampek 25%-nya. Museum ini sebenarnya malah lebih mirip galeri buat masangin foto-foto peristiwa Konferensi Asia Afrika di Bandung pada wangsa 1955. Batin saya, ini cara murah-meriah buat bikin museum. Suatu hari saya juga mau bikin Museum Vicky Laurentina. Isinya adalah foto-foto saya dari kecil sampek dewasa, lengkap dengan cerita-ceritanya di masing-masing tahun. Tinggal tata foto-foto itu dalam galeri dengan penatacahayaan yang ciamik dan interior yang artistic, maka jadilah museum. Narsis! *wink*

Saya mutusin bahwa kali ini saya nggak akan motret barang-barang di dalam museum, coz kalau mau promosi museum kayaknya udah basi. Tapi sebagai orang yang seneng ngeliatin orang lain, maka saya motret kelakuannya orang-orang yang pergi ke museum. Seperti pada foto-foto yang saya pajang ini. Ada pengunjungnya yang seneng motret display, sampek semua-semua yang ada di dalam museum itu dia potret. Ya bola dunianya, ya mesin ketik kunonya, ya patung-patungnya. Mungkin Anda termasuk jenis orang kayak gini. Sebenarnya motret ginian buat apa sih? Kalau udah sampek rumah, tuh foto hasil jepretan diliatin lagi, nggak?

Saya juga seneng lihat orang ke museum gayanya mulai modis-modis. Nggak melulu anak-anak sekolah dengan seragam sambil nyatet barang-barang yang menurut saya lebih mirip tukang inventaris, tapi saya lihat cewek-cewek sexy dengan hot pants dan sepatu sandal suede dengan tekun melototin setiap foto yang dipasang di galeri. Tahukah Anda bahwa banyak orang seneng pacaran di museum? Perpaduan antara AC yang dingin, interior museum yang elegan, dan bertebarnya barang-barang pamer yang merangsang intelegensia, bikin suasana pacaran makin gimanaa..gitu. Nasehat kecil saya, kalau Anda kepingin nampak intelek di hadapan orang yang lagi Anda pe-de-ka-te-in, ajaklah kencan ke museum. Kalau Anda kepingin kencan di siang hari yang nggak bikin make-up Anda cepet luntur, pergilah ke museum.

Saya juga seneng museum sekarang mulai melengkapi tempat-tempat pamerannya dengan alat-alat canggih. Komputer-komputeran yang dipasangin multimedia di sini bisa kasih pengunjung informasi tentang hal-hal yang menarik yang mungkin sulit diungkapkan dengan barang pajangan. Meskipun menurut pengalaman saya pribadi, kayaknya nggak semua pengunjung tertarik buat ngulik semua informasi yang ada dalam multimedia itu. Tapi cukuplah buat bikin pengunjungnya terkesan. Jaman sekarang, apa yang bisa tampil cuman dengan bermodal mouse atau touch screen, selalu aja bikin pengunjung takjub.

Yang lucu, pas saya lagi motret-motret begini, tahu-tahu terdengar suara dari loudspeaker, “Pengunjung dilarang memotret di area selain area patung!”
Ya oloh..maksudnya supaya nggak ada yang mereproduksi gambar-gambar display-nya museum buat dipasang di media massa ya? Saya kan bukan mau motret display-nya museum, saya cuman mau motret orang-orang yang dateng ke museum aja.. :-p