Sunday, March 29, 2009

Korban Menolak Ditolong


Sebenernya gw nabung tulisan ini buat tanggal 21 April atau 1 Mei, tapi setelah gw pikir-pikir, gw nggak mau nunggu-nunggu Hari Kartini atau Hari Buruh buat ngomongin perkara tenaga kerja wanita alias TKW. Itu terlalu lama, kepala gw nggak bisa nunggu selama itu buat diekspresikan.
*Alah..lebay lu, Vic. Heeh, kamu yang anti-feminis! Jangan kabur! Hey, tetap di blog ini, jangan kabur!*

Jadi ceritanya minggu lalu gw baca kolom konsultasi di sebuah koran. Ada seorang eksekutif nulis. Sebagai kepala HRD, dia sering menerima berbagai pengaduan dari para pegawainya. Oh ya, Anda tau kan apa itu HRD? HRD itu singkatan dari Human and Resources Department.
*Oh? Iya ya? Gw kirain HRD itu singkatan dari Hanya Robot Direksi..*

Nah, si eksekutif ini sering menerima pengaduan bahwa para pegawai cewek di perusahaan tempat dia kerja tuh, sering banget nerima pelecehan seksual. Sebagai orang HRD, dan juga coz dia sendiri juga perempuan, udah kewajiban dia dong beresin masalah ini. Masa' mau diem aja?

Ceritanya, sang eksekutif melakukan advokasi ini itu buat para korban pelecehan itu. Eeh..lalu apa yang terjadi? Para cewek korban itu malah musuhin dia. Kata mereka, gara-gara "pertolongan" sang orang HRD, mereka malah jadi terancam kehilangan kerjaan.

Ternyata, nggak selalu niat baik kita dianggap baik oleh orang lain.

Gw bukan pengacara, jadi gw nggak tau bagaimana sebuah pembelaan yang kita lakukan malah dianggap mencelakai hidup orang lain. Gw sendiri cuma mikir, bahwa di sini ada perempuan yang lagi susah, tapi ketika mau ditolong malah ngamuk.

Gimana caranya bisa terjadi pelecehan seksual? Mungkin pria-pria itu tadinya cuma becanda, tapi lama-lama becandanya nggak pantas. Korban nganggap dirinya dilecehkan. Mau ngomong "jangan lecehkan gw" tapi malu. Prianya nggak tau, jadi pelecehan jalan terus. Ya harus ada yang kasih tau si pelaku supaya berhenti. Karena ini masalah kerja, ya harus ditangani dengan profesional. Ini gunanya ada HRD.

Yang lebih menarik, kenapa korban ngeri kehilangan kerjaan gara-gara melapor pelecehan seksual yang menimpa dirinya? Memangnya kerjaan yang pantes buat dia cuman satu doang sampai dia takut kehilangan?

Gw nggak suka kalo pegawai nggak punya posisi tawar dalam kerjaan. Apa pegawai sedemikian rendahnya sampai-sampai mau aja diapa-apain, termasuk pelecehan seksual? Menurut gw pegawai harus bela diri kalo dinakalin. Dan kalo perusahaan nggak mampu bela pegawainya dari pelecehan, lebih baik pegawai itu keluar dari situ, coz perusahaan tersebut punya reputasi jelek.

Gimana caranya pegawai supaya punya posisi tawar yang bagus? Ya kualitasnya kudu oke dong, punya ilmu, keterampilan, dan loyal sama kerjaan. Menurut pelatih karir Rene Canoneo, loyal bukanlah diukur dari berapa lama pegawai bertahan di perusahaan itu. Tapi loyal diukur dari berapa banyak kontribusi yang udah dia kasih untuk perusahaan. Kalo Anda udah kerja 10-20 tahun untuk perusahaan tapi Anda nggak melakukan sesuatu buat perusahaan itu supaya berkembang lebih baik, itu namanya bukan loyal; itu namanya "cuman nungguin pensiun".

Balik ke urusan pelecehan. Masalah seksual masih dianggap tabu, susah kalo nggak diberesin dengan komunikasi baik-baik. Tapi nyembunyiin urusan pelecehan seksual di kantor sama aja kayak nimbun racun di badan. Perempuan mesti peka terhadap pelecehan seksual yang menimpa perempuan lain, coz cuma perempuan yang bisa ngerti sesama perempuan lagi. Mudah-mudahan sang Kepala HRD nggak kapok belain para pegawai cewek itu biarpun udah dimusuhin.

Perempuan harus bersatu. Kalo perempuan udah bersatu, nggak ada yang bisa merobohkan kita. Jika perempuan memang harus roboh karena laki-laki, biarlah roboh di tempat terhormat, dengan cara yang terhormat pula..