Tuesday, October 13, 2009

Dan Kau Sebut Itu Saru?

Setiap cerita pengalaman dokter PTT hampir selalu legendaris dan nggak pernah basi buat didengar. Apalagi kalo udah nyangkut culture shock, hah..pasti nggak akan ada abis-abisnya deh. Seperti salah seorang senior gw, nih ceritanya dia dapet penugasan di suatu daerah di pedalaman Papua. Tau sendirilah, namanya kita sebagai pendatang kan kudu menghormati adat setempat. Maka dokter yang satu ini, pada minggu pertama kedatangannya, sibuk lobi-lobi sana-sini supaya dia diterima gitu lho oleh suku pedalaman yang kebetulan masih terhitung primitif itu.

Dan barangkali salah satu lobinya yang paling sulit adalah mendekati kepala suku setempat. Kebetulan Pak Dokter ini supel, akhirnya dia bisa diterima hangat oleh sang kepala suku itu, melalui suatu acara adat khusus. Nah sebagai apresiasi positif kepada Pak Dokter, maka Pak Dokter disambut dengan acara makan-makan a la suku itu. Sampai kemudian sang kepala suku ngumumin, sebagai penghormatan kepada Pak Dokter, maka hadiahnya Pak Dokter dipersilakan untuk.. mengisap gunung kembarnya istrinya Kepala Suku.

Itu adat mereka untuk menghormati tamu.

Kisah itu diwariskan oleh senior gw kepada juniornya, lalu juniornya nerusinnya lagi secara turun-temurun sampai kedengeran oleh gw dan teman-teman gw yang waktu itu masih koass. Tentu saja kami semua terkejut, coz pikir kami waktu itu, kita udah sekolah tinggi-tinggi begini ujung-ujungnya malah disuruh ngisep toket?!
Kalo kata kolega gw yang cowok sih, langsung nanya, “Enak nggak toketnya?”
Gw langsung ngejitak kepalanya dan segera ngeluarin pertanyaan yang lebih kreatif, “Si istrinya itu mandi, nggak? Gelendong mammae-nya itu panuan, nggak?”


Gw nulis ini coz tadi siang gw nonton siaran berita yang rame oleh kisah tentang rencana segerombolan komunitas anti saru aliran ekstremis radikalis buat memboikot kedatangan Maria Ozawa alias Miyabi. Tau kan ya, Miyabi mau diundang ke Indonesia buat diajakin main film berjudul Menculik Miyabi? Nah, komunitas yang berkostum a la orang-orangan padang pasir ini mau memboikot Miyabi dengan cara menutup Bandara Soekarno Hatta di Cengkareng. Yeah, right, kayak yang cuman satu aja jalan buat masuk ke Indonesia. Memangnya bandara internasional di Indonesia ada berapa siiih..?

Lalu diberitakan tentang murid-murid suatu madrasah aliyah di Situbondo, Jawa Timur, yang rame-rame demo menentang kedatangan Miyabi. Gw cuman geleng-geleng kepala aja ngeliatinnya, sambil mbatin. Aduh, Dek, sekolah, Dek! Kalian ini disekolahin mahal-mahal oleh bonyok kalian bukan buat demo di jam sekolah! Lagian, maap ya, bukannya mau meledek, tapi Miyabi itu kayaknya nggak bakalan mampir Situbondo, jadi buat apa kalian ngeboikot orang yang nggak akan dateng ke situu..?

Yang makin bikin gw miris, ketika seorang murid gadis itu berkata keras-keras di depan corong mic, “Kami menentang Miyabi karena porno bukan budaya Indonesia!”

Dasar anak ingusan. Pak Dokter yang disuruh ngisep gunung kembarnya istri kepala suku di pedalaman Papua, itu bukan porno ya? Itu bukan budaya Indonesia ya?

Karena sebal liat berita itu plus sejak kemaren suasana hati gw yang lagi sedih luar biasa, gw pun ganti saluran berharap dapet acara yang lebih menarik. Oh, ada berita nih, tadi di Jogja tuh, ribuan anak SD disuruh membatik di jalan. Kalo gw liat sekilas sih, anak-anak SD pada bawa kapur gitu, terus mereka disuruh nggambar motif batik di atas aspal. Dasar yang namanya anak SD ya, pasti ada aja yang nakalan. Ada beberapa orang yang bukannya nggambar motif batik, tapi malah nulis kata-kata. Gw langsung tergelak begitu salah satu bocah itu malah nulis, “I love Miyabi”.

Sentimen negatif terhadap seseorang hanya akan menaikkan pamor publisitas orang tersebut. Miyabi ditolak di sana-sini, ujung-ujungnya orang malah penasaran dan memburu DVD bajakannya Miyabi di Glodok (dan mengoleksinya!). Padahal jujur aja, sebelum ada acara demo-demo sesat ini, gw nggak tau siapa itu Miyabi. Gw malah ngira miyabi itu nama sejenis makanan Jepang..

Memangnya Miyabi ke Indonesia mau bikin film porno, heh? Apa orang-orang ini nggak pada baca Koran ya, kan menurut Undang-undang Perfilman itu, semua film yang mau diproduksi harus minta ijin Menteri dulu. Kalo Menteri nggak mau ACC, ya filmya nggak boleh dibikin. Dan film Menculik Miyabi itu pasti udah dapet ijin dari Menteri, soalnya kalo bener film ini nanti isinya saru, pasti dari dulu nggak akan dilulusin oleh Menteri. Iya toh?

Apakah Miyabi itu ditolak masuk Indonesia karena dia datang bukan sebagai turis, tetapi sebagai bintang porno? Truz, selain Miyabi, orang-orang mana lagi yang dicap bintang porno dan nggak boleh masuk Indonesia? Ayo bikin daftarnya! Apa definisi bintang porno? Bintang porno adalah bintang yang kalo main film itu nggak pake baju?

Well, kalo kayak gitu caranya, repot nih. Soalnya dari hampir semua artis luar yang gw kenal, semuanya pernah syuting film dan nggak pake baju. Keira Knightley sempat tersingkap branya di Atonement. Kirsten Dunst telanjang total di film Devil’s Arithmetic. Angelina Jolie mandi bugil di Original Sin. Dan Julia Roberts juga ada adegan yang nggak pake baju di film Pretty Woman. Apakah film-film yang gw sebut di atas itu lantas jadi termasuk film porno, dan mbak-mbak yang gw sebut itu lantas menyandang predikat sebagai bintang porno? Berarti mereka juga nggak boleh masuk Indonesia dong? Asal tau aja ya, Julia Roberts mau syuting film di Bali, dalam waktu dekat. Hayoo..siapa berani nutup bandara dari kedatangan Julia Roberts?

Sederhananya, ada orang yang seneng Miyabi, ada yang nggak seneng Miyabi. Kalo nggak suka Miyabi, ya nggak usah nonton. Apalagi sampai nutup-nutup bandara segala. Emangnya bandaranya itu punya mbahmu apaa..?

Sudahlah, daripada polemik ini makin nggak karuan, ganti aja judul filmnya. Wahai Maxima Productions, gw aja yang diajak main film. Judulnya, Menculik Little Laurent. Dijamin, kantor kalian nggak akan dicekal orang-orangan padang pasir itu..!