Wednesday, October 14, 2009

Ditolak Itu Berkah


Semua orang ingin kerja di pedalaman Papua. Alamnya bagus. Tantangannya besar. Teman-teman gw kepingin praktek di sana. Teman-teman gw yang insinyur kepingin bikin proyek di sana. Teman gw yang perwira kepingin masuk batalyon di sana. Dan rakyat pedalaman Papua sendiri, yang rata-rata masih ketinggalan dari peradaban maju, ingin didatangi sarjana yang kompeten supaya bisa membantu mereka membangun daerah mereka.

Seorang kolega gw, sebut aja namanya Gwyneth, sudah kerja di pedalaman Papua Barat selama enam bulan bersama suaminya yang juga kolega gw, sebut aja namanya Chris. Sebenarnya mereka berdua betah tinggal di sana dan berencana kepingin memperpanjang kontrak kerja lebih lama lagi. Tapi mendadak, baru-baru ini mereka diberi tahu bahwa niat mereka untuk memperpanjang kontrak itu, ditolak.

Kita semua juga tau bahwa tiap orang butuh dokter, termasuk juga masyarakat tempat mereka kerja. Jadi kalo ada dokter dari daerah lain yang mau kerja di tempat kita, mestinya disambut dengan suka cita. Maka gw nggak ngerti kenapa birokrat lokal menolak niat baik mereka buat kerja di sana lebih lama lagi. Gwyneth sendiri mendengar isu bahwa mereka itu ditolak karena alasan yang maha cemen: Ada perawat setempat yang nggak suka sama kehadiran mereka.

Kita mungkin sering nemu kasus ini dalam kehidupan kerja sehari-hari. Orang-orang di kantor kita itu nggak semuanya baik, pasti ada aja satu-dua orang yang nggak suka sama kita. Tapi seyogyanya itu nggak boleh sampai mengorbankan siapapun buat keluar dari lingkungan kerja itu. Mbok kalau ada masalah itu diselesaikan baik-baik, apa gunanya kita orang timur menganut prinsip musyawarah? Sampai sekarang Gwyneth dan Chris belum ngerti kenapa birokrat lokal nggak nerima mereka buat kerja lebih lama di situ.

Yang lebih gw pertanyakan adalah kadar kebijaksanaan birokrat itu. Gw kasih tau aja ya, nyari dokter buat suatu daerah terpencil itu susah. Kalo cuman sekedar ngirim dokter ke pedalaman Papua sih beres, lha daftar tunggu dokter PTT buat daerah peminatan Papua selalu membludak tiap tahun. Tapi susah nyari dokter yang mau bertahan di sana lebih dari enam bulan, coz tantangannya terlalu berat: Medan yang susah ditembus jalan darat, ancaman malaria yang resisten antibiotik, belum lagi masyarakatnya yang kadang-kadang suka tawuran (Minta maaf buat jemaah blog gw yang di Papua, bagaimana pun ini hanya penilaian kasar gw pribadi berdasarkan yang gw baca dari pemberitaan di media massa tentang pedalaman Papua). Jadi kalo ada dokter yang mau sukarela kerja di sana untuk waktu bertahun-tahun, macam Gwyneth dan Chris yang sudah betah menyesuaikan diri di situ selama enam bulan, mestinya ya jangan ditolak. Apalagi cuman gara-gara perawat sentimen.

Gw mencoba memetakan masalahnya di sini. Tempat Gwyneth dan Chris bekerja, adalah penyedia lapangan kerja alias atasan. Gwyneth dan Chris adalah pegawainya. Atasan butuh sumber daya manusia untuk dijadikan karyawan. Pegawai butuh penghasilan. Sederhana toh?

Memang dalam urusan pekerjaan itu prinsipnya kudu suka sama suka. Kalo pegawai nggak seneng sama kerjaannya, sebaiknya dia nggak usah kerja di situ. Kalo atasannya nggak suka sama hasil atau proses kerja pegawainya, ya pegawainya nggak usah dipekerjakan lagi. Tapi kasus Gwyneth dan Chris kan nggak demikian. Dua-duanya nggak pernah mangkir tugas, dan mereka toh puas dengan situasi kerja mereka di Papua Barat, jadi kalo mereka bisa memenuhi kebutuhan si atasan untuk dijadikan pegawai lebih lama lagi, kenapa kudu ditolak?

Sh*t happens sometimes, kadang-kadang kita nggak bisa ngelak itu dalam kehidupan karier kita. Tak ada yang senang ditolak. Mungkin sebenarnya mereka nggak kerja di sana (medan jelek + malaria + masyarakat tawuran), jadi sebaiknya penolakan perpanjangan kontrak kerja itu harus dianggap sebagai berkah. Chris dan Gwyneth bukan yang pertama kali mengalami ini. Banyak kolega gw yang telah disingkirkan dengan menyakitkan dari tempat kerja mereka yang lama, ternyata mereka lebih sukses di tempat kerja yang baru. Lebih sukses itu nggak melulu harus diukur pake gaji, tapi lebih sukses itu punya tempat kerja yang nyaman, keselamatan kerja yang aman, dan atasan yang kredibilitasnya bisa dipercaya.

Kata gw, nggak bijaksana kalo kamu maksa bekerja untuk orang yang nggak menghargai kerja kerasmu, karena dalam saat yang bersamaan kamu nggak akan bisa mempercayai dia sebagai atasanmu.

Ini adalah sedikit gambaran buat khalayak ramai, yang selama ini punya kesan bahwa upaya pemerataan dokter di daerah-daerah terpencil tidak digarap dengan serius. Pemerintah sudah cukup baik hati mengirim dokter-dokter ke daerah-daerah terpencil, tapi memang ada satu-dua daerah yang menampik pertolongan itu dengan sikap tidak tahu terima kasih. Pegawai nggak boleh jadi pihak yang selalu dimarjinalkan, coz bisa jadi, justru pegawai adalah asset paling penting yang bisa dimiliki tempat kerja mereka. Dan kabupaten yang baru menolak dr Gwyneth dan dr Chris, baru saja melepaskan asset berharga yang pernah mereka miliki.