Sunday, March 14, 2010

Kucing-kucingan Norak


Pernahkah Anda merasa kemampuan Anda menurun? Misalnya, Anda nggak bisa ngebut secepat dulu lagi. Atau push-up sebanyak dulu lagi. Atau mendebat orang selihai dulu lagi?

Well, gw merasakannya. Gw rasa, kemampuan bahasa Inggris gw nggak sebagus dulu lagi.

Jadi ceritanya, gara-gara ujian TOEFL tiga bulan lalu, gw mulai mikir bahasa Inggris gw mulai kepayahan. Gw nggak bisa nyimak orang cas-cis-cus dengan paham, dan gw pikir gw mulai nggak ngeh kalau baca artikel berbahasa Inggris. Ini malu-maluin, coz gw ngupdate blog gw yang bahasa Inggris itu tiap minggu, jadi bagaimana caranya gw bisa nulis bagus tapi nggak becus kalau nyimak? Kan itu egois namanya?

Siyalnya gw nggak tahu berapa hasil TOEFL gw dari ujian itu, jadi gw nggak bisa ngukur kemampuan gw. Tapi gw tetap penasaran coz gw merasa hasil gw jelek. Orang biasanya hasilnya bagus kok. Tapi sekarang kan nggak tahu?

Jadi, pas bulan lalu gw jalan-jalan ke sebuah pameran pendidikan, ada tuh panitia nulis "Tes TOEFL Gratis". Heh, bener nih Tes TOEFL nggak mbayar? Penasaranlah gw, tapi gw ndaftar aja. Toh tinggal masuk ruangan, sedia bolpen, kerjain soal selama 2,5 jam. Selesai. Lalu panitianya ngumumin, hasilnya diambil di sebuah tempat kursus bahasa bernama X di kawasan Airburung, pada waktu dua minggu sesudah pelaksanaan tes gratis itu.

Nah, maka hari-hari pun berlalu. Ternyata dua minggu kemudian, gw kena flu. Yeah, dan flunya lama. Baru sembuh minggu ini.

Gw masih penasaran sama TOEFL gw, kan? Tapi gw masih skeptis dengan kata "gratis" itu. Lha di dunia ini mana ada sih yang gratis? Orang pipis di taman aja disuruh mbayar, apalagi tes TOEFL? Udah gitu gw masih frustasi coz gw merasa TOEFL gw tiga bulan lalu nggak beres. Gimana kalau skor gw ternyata jelek dan gw malah disuruh mbayar? Itu kan sama aja kayak kita disuruh mbayar mahal buat cek Pap Smear dan ternyata hasilnya beneran ada tanda kanker leher rahim.

Jadi nelfonlah gw ke kantor kursus bahasa itu. Gw bilang, gw mau tahu hasil tes TOEFL gw yang tempo hari. Terus kata resepsionis kantornya, hasilnya bisa diambil, kena charge Rp 20.000,-

Gw pun nanya. "Oke. Saya mau tahu hasil skor saya berapa, bisa?"
(Gw mau tahu apakah gw layak dapet green card atau nggak.)
"Mmmh.." si resepsionis terdengar ragu. "Ibu sekarang posisinya di mana?"
"Saya di Jakarta," jawab gw spontan.

"Sebentar," kata si resepsionis. Gw dengar dia naruh gagang telepon di meja. Lalu gw dengar dia ngomel ke rekannya, "Bilang posisi di Jakarta, tapi pakai nomer telepon Bandung!"

Gw ngakak dalam hati. Situ pakai caller ID ya? Memang gw bohong. Gw nelfon dari rumah gw di Bandung. Kalau gw bilang posisi gw di Bandung, pasti situ ndak mau kasih tahu nilai TOEFL gw dan nyuruh gw ke kantor situ buat mbayar. Padahal kan waktu itu bilangnya tes TOEFL-nya gratis, toh? Hayoo..siapa coba yang norak duluan?

Akhirnya dia ngangkat telepon lagi. "Siapa namanya, Bu?"
Jawab gw, "Nama saya Vic-ky Lau-ren-ti-na. Pakai V."
"Mmmh.." si resepsionis kebingungan. Nampaknya ada setumpuk nama di hadapannya. "Pakai F ya?"
Nah, situ mulai bikin gw gerah. "Pakai V, Pak. Victoria." Katanya kursus bahasa Inggris, kok nggak bisa bedain huruf V dan F sih?

"Oh," baru dia ngeh. "Overall-nya..bla-bla-bla." Dia nyebut angka yang tidak terlalu menakutkan buat gw.
Oh, syukurlah. Gw lega. Ternyata skor TOEFL gw belum tiarap. Cuman mundur 40 poin dari skor terakhir gw tiga tahun lalu.

"Ya udah, saya ambil satu-dua hari lagi. Itu charge Rp 20.000 berupa apa sih? Sertifikat?"
"Surat keterangan," jawab resepsionisnya.
Ya ampun, cuman mbayar tukang ketik.

Bukan problem duitnya sih. Kalau bilang dari awal bahwa untuk dapet surat resminya kudu mbayar, mungkin gw nggak akan segusar ini. Gratis ya gratis. Jangan bilang gratis tapi ujung-ujungnya mbayar. Kan itu namanya bohong. Dan, dibohongi itu kan nggak enak..?