Sunday, January 26, 2014

Merayap(!) di @BragaCulinary Night

Bau aroma sosis panggang merebak dari sisi kiri. Sementara itu pasukan surabi berterak-teriak nawarin dagangan, suaranya berpadu dengan suara minyak yang lagi nggoreng cireng. Air liur menggelegak di mulut saya, sementara saya tersiksa karena nggak bisa gerak kecuali pilihannya harus berjalan maju. Depan saya adalah serombongan muda-mudi yang terus-menerus cekikikan guyon sembari ngetawain diri mereka yang nekat nyebur ke lautan manusia yang memadati jalan andesit itu. Ini Braga Culinary Night, dan semua jajanan favorit orang Bandung ada di sini.

Mereka menulisnya di social media secara masif dalam bulan ini sampek saya penasaran sendiri. Ridwan Kamil, walikota yang baru itu, nekad menutup jalan Braga pada hari Sabtu malam dan menyulapnya menjadi pasar tumpah khusus jualan makanan. Alhasil tempat itu sekarang seperti pasar malam, mengingatkan saya pada pesta musik jalanan di kota-kota di Perancis. Cuman bedanya kalau itu di tiap gangnya ada tukang ngamen, maka di sini di tiap gang ada tukang jual makanan. Saya nemu basreng, nasi uduk, pizza, yamien. Tapi my hunk sangat tertarik pada sosis panggang.

Maka semalam, saya dan my hunk melibatkan diri ikut join dengan kerumunan rakyat. Festival itu padet sekali seperti tumpukan ikan pindang. Kami susah-payah mengenali setiap gerobak vendor yang jualan, karena semuanya penuh dikerumuni pengunjung. Padahal harganya ya nggak murah-murah amat, saya ngitung satu porsi cemilan aja bisa ngerogoh kocek sampek minimal Rp 15k. Tapi sepanjang saya ikut umpel-umpelan sama pengunjung, nggak ada satu kali pun saya denger ada yang ngeluh kemahalan. Yang ngeluh antrenya panjang kayak ular ngantre beras, banyak.


Ridwan gendeng, saya mbatin. Seperempat warga Bandung pasti ada di sini, coz saya nyaris nggak bisa jalan saking penuhnya. Saya bayangin berapa pawang hujan kudu disewa, coz sudah dua minggu ini Bandung diguyur hujan angin tiap malem, kok ya khusus semalam tahu-tahu Bandung cerah ceria. Di setiap sudut saya melihat pedagang-pedagang amatiran, mereka yang sudah lihai menjajakan, mereka yang nampaknya baru satu-dua kali jualan dan mulai panik ketika dikerubutin pengunjung yang cerewet dan kelaparan. Semuanya laris. Dan hampir semuanya disuruh pake iket kepala Sunda. Sekalian promosi icon kebudayaan lokal?

Dan walikota itu ada di sini, di tengah-tengah festival. Dia mengobrol dengan pengunjung, dengan wartawan, dengan penggemar-penggemarnya. Dia menikmati festival yang digagasnya itu, yang meskipun menyedot pengunjung jutaan tapi tetap tertib dan nggak sampek jadi kerusuhan. Ini baru bulan Januari, apakah tidak terlalu prematur kalau saya sudah menyebutnya man of the year?

Braga Culinary Night ini direncanakan akan dihelat setiap malam minggu di Bandung. Mulai dari jam 6 sore sampek jam 12 malem. Festivalnya dihelat di sepanjang jalan Braga, mulai dari perempatan BNI sampek perempatan Lembong. Kalau ke sini nggak usah pake sepatu hak tinggi, ketimbang sakit terinjak orang atau malah nggak sengaja nginjek kaki orang. Pake baju yang siap keringetan. This place is swarming!

Catetan:

Saya dan my hunk cuman bisa pasrah dengan sebelah tangan tetap gandengan dan sebelah tangan lainnya jepret-jepret kamera. Dalam hati saya nyesel punya postur pendek, sehingga saya cuman bisa motretin bonggol-bonggol kepala orang doang. Termasuk waktu saya mau motret Ridwan Kamil yang lagi dikerubutin fotografer-fotografer amatiran itu. Untung ada my hunk, jadi begitu saya bilang itu ada walikota Bandung, dos-q langsung ngacungin kameranya.
Gerbang masuk dari festival ini ditulisin gede-gede, BCN. My hunk, yang bukan orang Bandung dan saya seret ke sini dengan muslihat ayo-kita-jalan-jalan-ke-Braga, bingung dan nanya ke saya apa itu BCN. Saya jawab, BCN itu artinya Braga Culinary Night. Syukurlah saya  terangin, karena dos-q mengira BCN itu singkatan dari Bunga Citra Nestari..

Tiba di rumah, kami ngeliat-liat hasil foto-fotoan my hunk.
Katanya, "Eh? Walikotanya itu yang ini kan?" Dos-q nunjukin seorang pria yang sudah tua berjaket gelap yang nampak lagi dikerumunin orang.
Saya ngeliat yang dos-q tunjuk, dan saya langsung tepok jidat. "Aduh, bukan, Mas.."
Dos-q terkejut. "Lho? Bukan tho? Ta' kira yang ini yang dikerubutin orang?"
Bodi saya langsung melemas. "Bukan, walikotanya itu yang duduk ketutupan sama orang ini.."
My hunk ketawa ngakak dan saya geleng-geleng kepala. Dasar turis Surabaya..

Foto-foto di sini karya Eddy Fahmi semua. Foto jepretan saya sih di Instagram aja..