Wednesday, April 15, 2009

Alergi oleh si Dia?


Bayangin Anda buka kios es krim. Lalu datanglah gw mau beli es krim. Anda nawarin gw, mau es krim yang rasa cokelat, rasa stroberi, atau rasa vanila? Gw nolak, gw maunya es krim rasa pisang. Karena Anda nggak jual es krim rasa pisang, gw terpaksa ngacir.

Ternyata di dusun sebelah, ada kios yang jual es krim yang gw mau. Nggak cuma ada yang rasa pisang, tapi ada juga es krim rasa taro, rasa rumput laut, bahkan rasa kayu manis. Jelas gw mau beli es krim di situ aja ketimbang di kios Anda.

Gimana reaksi Anda?
1. Ngedumel, kenapa Vicky ngidam es krim yang rasanya aneh-aneh. Kok nggak sekalian minta es krim rasa sendal jepit?
2. Ngegencet kios es krim saingan itu, nyuruh tutup supaya nggak ngancam omzet kios Anda.
3. Bikin es krim varian rasa baru, misalnya es krim rasa barbeque. Ini es krim atau steak?
4. Banting stir, nggak buka kios es krim lagi, tapi malah buka warung playstation.

Inilah yang disebut hukum pembeli adalah raja. Kalo Anda sebagai pebisnis usaha nggak bisa melayani seperti yang dimaui konsumen, konsumen akan cari pengusaha yang lebih bagus. Resikonya, usaha Anda akan mati.

Maka kali ini gw akan cerita tentang pelayanan kesehatan yang gagal melayani konsumennya. Di sebuah kota yang nggak perlulah gw sebutin namanya (yang pasti bukan di Pulang Pisau tempat gw nongkrong), rakyatnya belum punya rumah sakit yang memadai. Rumah sakit yang ada ialah rumah sakit milik pemerintah daerah. Yang namanya biaya operasional rumah sakit itu diambil dari anggaran daerah yang terbatas, akibatnya pelayanan yang bisa dilakukan di rumah sakit itu juga terbatas. Obatnya terbatas, subsidinya terbatas, gaji pegawainya terbatas, dan senyum susternya pun juga ikut-ikut terbatas. Pantesan kepuasan masyarakat yang berobat di situ juga terbatas.

Berangkat dari keterbatasan rumah sakit pemerintah daerah itu, ada segerombolan investor lokal yang punya ide bikin rumah sakit swasta. Sejauh yang gw tau, sudah ada dua yayasan yang siap bikin rumah sakit baru. Yayasan pertama punya komunitas Katolik, cukup berduit untuk bikin rumah sakit. Yayasan kedua punya komunitas Islam, bahkan sudah punya gedung yang cukup megah untuk jadi rumah sakit, dan tinggal diresmikan aja.

Tapi, rencana tinggal proposal. Kedua rumah sakit swasta itu, sampai tulisan ini gw ketik, belum beroperasi juga. Alasannya, belum dapet ijin dari Dinas Kesehatan. Pemerintah daerah takut, kalo rumah-rumah sakit swasta ini sampai berdiri, akan mematikan potensi usaha rumah sakit satu-satunya yang sudah ada duluan, yaitu rumah sakit milik pemerintah. Ditakutkan, swasta bisa kasih fasilitas dan pelayanan yang lebih yahud, sehingga masyarakat akan berbondong-bondong berobat ke rumah sakit swasta dan ogah berobat ke rumah sakit pemerintah.

Kesiyan ya? Ini yang bikin daerah terpencil jadi ketinggalan. Bukan sekedar subsidi dari pemerintah pusat yang terbatas, tapi juga mental pemerintah daerah yang cenderung kepingin memonopoli semua sektor pelayanan dan alergi terhadap persaingan usaha. Padahal kalo kemampuan pemerintah memang terbatas, kenapa masyarakat nggak dikasih akses cari pelayanan swasta yang bisa meladeni lebih baik?

Apakah Anda juga seperti itu, ogah bersaing? Kita semua juga tau, persaingan akan memicu semua pelaku usaha untuk bekerja lebih baik dalam melayani konsumen. Kalo Anda dokter dan nggak bisa ngoperasi tumor, kasihlah pasien itu ke dokter tetangga yang bisa ngoperasi. Kalo Anda didatengin pengunjung yang mau beli stiletto padahal Anda cuman jual sendal jepit, jangan diomelin, saranin aja pengunjung itu ke toko lain yang jual stiletto. Kalo gw dateng ke tempat Anda minta es krim rasa pisang dan Anda cuman jual rasa stroberi, jangan sebal kalo gw malah pindah ke toko lain.

Persaingan nggak boleh dianggap momok yang nakutin. Masyarakat, termasuk Anda, berhak dapet servis lebih baik. Kalo Anda sebagai penyedia usaha takut dikompetisi oleh rival tetangga yang rumputnya lebih hijau, sampai kapanpun Anda nggak bakalan maju dan tetap terpuruk di garis bawah. Gw malah punya ide lebih baik. Kalo Anda pikir saingan itu bisa matiin Anda, kenapa nggak Anda rangkul dan gandeng aja dalam usaha Anda? Si dia maju, Anda juga ikutan maju. Kan semuanya jadi menang, dong?

Cukup sampai di sini, thanx buat Bu Lely Ambit dan Bu Novvy Anggraeny yang sudi jadi model tangan. Gw mau cari es krim dulu ya. Sudah lama gw nggak ngejilat yang rasa pisang..