Sunday, April 12, 2009

Revolusi Dapur


Sudah lama gw pengen masukin rumah Grandma gw ke acara Bedah Rumah di tivi. Tapi keinginan selalu urung coz:
1. Grandma gw nggak suka nginep di hotel.
2. Biasanya yang rumahnya masuk Bedah Rumah itu yang keluarganya miskin, bukan yang punya cucu yang berprofesi blogger.
3. Sebenarnya acara Bedah Rumah itu masih ada nggak sih? (kelamaan nggak nonton tivi..)

Seorang perempuan bernama Tina, 86 tahun, tinggal di Kreyongan, punya empat anak dan sembilan cucu. Cucunya yang ke-8 pun dinamain Tina juga, tepatnya Laurentina, yang kelak akan tumbuh jadi blogger nan sekseh dan fabulous. (Vic, sudah, lewat aja bagian yang ini!) Supaya jemaah nggak bingung, Laurentina alias Tina Junior akan menyebut neneknya sebagai Tina Senior.

Suami Tina Senior sudah lama pensiun. Pengapuran asam urat telah menjebak Grandpa di kursi roda untuk seumur hidup. Tina Senior masih sehat, tapi sudah mulai pikun. Semua anak mereka tinggal di luar kota dan kepingin nyariin asisten pribadi buat bersih-bersihin rumah, tapi Tina Senior nggak suka ada orang asing yang tinggal di situ.

Anaknya yang kebetulan udah pensiun, akhirnya maksa tinggal kembali di rumah itu buat bantu Tina Senior ngurus rumah. Tapi Tina Senior ngeyel dan bilang bahwa dirinya masih kuat, meskipun om gw ini sadar bahwa Tina Senior sudah kesulitan bedain tampang cucu-cucunya sendiri. Umpamanya aja, kalo Tina Senior ketemu Tina Junior, dia selalu ngira gadis muda itu bintang filem yang suka dia liat di tivi-tivi. Padahal sebenarnya Tina Junior itu bukan bintang filem, tapi cuma blogger yang suka belagak jadi bintang pelem rekaman DVD bikinan bokap gw.

Liburan Paskah ini, Tina Junior dan bonyoknya nginep di rumah Tina Senior. Tina Junior sadar bahwa keadaan rumah itu nggak seindah waktu dirinya kecil dulu, pas dia masih sering main ayunan di halaman rumah Grandmanya sambil didorong oleh kakak-kakaknya.
Tina Senior nggak memasak, coz Tina Senior suka lupa kapan terakhir kali nanak nasi dan kapan nasi itu udah basi.
Kalo lagi cuci piring, Tina Junior sering ngernyit ngeliat banyak sutil yang udah berkarat masih aja dipake. Berani su-er ini pasti sutil yang sama yang dipake goreng tempe 20 tahun lalu.
Tantenya Tina Junior udah beliin alat-alat masak baru yang sekiranya lebih efisien, tapi Tina Senior lebih suka pake wajan yang lama coz belum bocor. Padahal wajannya udah item dan penuh bekas jelantah.

Anak-cucu itu tak tahan lagi dan sepakat rumah itu kudu didandanin ulang. Harus dilakukan pembersihan besar-besaran supaya rumah itu nggak jadi sarang debu, sarang laba-laba, apalagi sampai jadi sarang dedemit. Syaratnya, perabotan kudu dibongkar. Masalahnya, sudikah Tina Senior membongkar perabotannya?

Akhirnya seluruh keluarga berkonspirasi. Tina Junior dan bokapnya membujuk Tina Senior piknik ke Watu Ulo. Tina Junior belagak sudah kelamaan di Pulang Pisau, jadi kepingin liat pantai yang menghadap laut beneran, bukan sekedar kali. Bokapnya Tina Junior kepingin nostalgia, coz dulu waktu kecilnya sering piknik ke Watu Ulo. Lagian kapan kesempatan bersenang-senang bareng Grandma kalo nggak sekarang?

Jadi "diculik"-lah Tina Senior ke Watu Ulo. Tina Junior membiarkan Tina Senior dandan rapi buat piknik: baju potongan kuno plus sepasang sendal wedge, padahal mau jalan di atas pasir. Tapi Tina Junior tetap belagak manis, beliin Grandma-nya itu Fanta merah, gandeng Tina Senior naik bukit buat nontonin laut. Tina Senior seneng banget. Sepanjang hari dirinya bernyanyi-nyanyi lagu Belanda tempo doeloe. Dan Tina Junior tetap tersenyum, padahal dalam hati sudah menggerutu coz nggak ngerti lagu super jadul itu.

Tina Senior nggak tau, bahwa selama dirinya diajak piknik oleh anak-cucunya, anaknya yang lain sedang memermak dapur habis-habisan. Panggil kuli buat nguras perabotan, dan ngecat dapur. Tak ada kesulitan. Semua peralatan udah layak masuk museum.

Tina Senior pulang dari piknik dan kaget mendapati tiga kuli lagi ngecat dapurnya yang kotor. Spontan dirinya ngamuk ke anak-anaknya yang telah bersekongkol merencanakan penculikan dirinya ke Watu Ulo demi ngecat dapur yang udah 40 tahun nggak pernah dicat. (Tina Junior nggak ikut dimarahi coz berhasil ngumpet di kamar sambil belagak sibuk blogwalking!) Anak-anak Tina Senior, termasuk bokap-om-tante gw, manut aja dimarahi. Apa yang bisa dilakukan manusia berumur 50-60 tahunan kalo lagi dimarahi nyokap mereka yang berumur 86?

Hari ini, kuli-kuli itu selesai. Baru Tina Senior sadar, setelah empat dekade, dapurnya nggak pernah sebersih hari ini. Memang masih bau cat, tapi tampangnya jauh lebih baik. Persis acara Bedah Rumah, hanya dalam versi mini.

Nggak gampang merawat orang tua yang kolot dan setengah pikun. Mungkin kita mesti sedikit membangkang kemauan mereka. Memang kadang-kadang anak-anak kudu rela berkorban perasaan untuk kesejahteraan bonyok mereka. Tapi di situlah seninya berbakti kepada orang tua.

Karena, mencintai orang tua tidak selalu berarti harus menurut kepada mereka.