Monday, December 7, 2009

Pelindung Jarum Tumpul

Sekarang banyak orang jadi be-te dengan kebijakan Departemen Kesehatan mengenai sosialisasi kondom buat mencegah penyebaran HIV. Minggu lalu sebuah sekolah di Maluku bikin geger gara-gara murid-muridnya demo menentang pengadaan kondom di kota itu. Menurut dalil mereka (yang cuman dipahami setengah-setengah itu), kondom tidak bisa mencegah penyebaran HIV, tetapi hanya akan membuat hobi seks bebas di antar para pria dan wanita beridung belang makin menggila.

Kemaren gw dateng ke seminar peringatan Hari AIDS dan mendapat berita baik dan buruk. Berita baiknya, jumlah presentase kasus HIV yang ditularkan melalui penggunaan jarum tajam (sebutan kami buat narkotika atau suntikan yang nggak steril) ternyata sudah menurun. Jumlah presentasenya yang menurun lho ya, bukan jumlah kasusnya. (Kalo jumlah kasusnya sih, syukurlah sudah naik!). Artinya, penjahat paling banyak dalam penularan HIV kali ini sudah bukan penggunaan jarum suntik tajam lagi.

Lha emangnya ada penularan melalui jarum yang nggak tajam? Ada dong. Justru itu berita buruknya, bahwa penjahat paling banyak dalam penularan HIV kali ini adalah penularan melalui jarum tumpul alias torpedonya para pria. Artinya jumlah presentase kasus HIV yang paling banyak tahun ini adalah penularan yang ditularkan melalui hubungan seks yang tidak aman alias tanpa menggunakan pelindung.

Oleh sebab itu, supaya nggak lebih banyak lagi orang-orang yang ketularan virus nista ini, maka Departemen Kesehatan mengkampanyekan kondomisasi di seluruh Indonesia. Dan kampanye ini banyak ditolak mentah-mentah, terutama dari kalangan yang (mengaku) religius. Apa sebab? Menurut mereka, jika orang-orang disuruh pake kondom, itu malah seolah mengijinkan mereka berhubungan seks dengan illegal bersama pasangan-pasangan yang tidak resmi. Plus, mereka berpegang pada dalil lama bahwa diameter virus HIV itu masih kalah kecil ketimbang diameter pori-pori kondom, jadi virus HIV masih bisa bocor dalam suatu hubungan seks biarpun hubungan tersebut sudah memakai kondom sebagai pelindungnya.

Kami para dokter sebenarnya sudah mulai jenuh dengan dalil nyebelin ini, apalagi kalo ini ditanyain para pasien yang meragukan kemampuan kondom buat menalangi penyebaran HIV. Lha mosok orang yang sudah punya HIV nggak boleh berhubungan seks? Hubungan seks itu adalah hak asasi manusia lho. Nanti kalo kami melarang orang ber-HIV berhubungan seks, bisa-bisa kami dilaporin ke Komnas HAM.

Kolega gw ngasih tips ini, dan langsung gw praktekin kemaren. Jadi gw beli kondom di apotek, lalu pulang-pulangnya gw isi tuh kondom pake air. Gw isi air yang banyak, lalu gw liatin sekujur kondom itu, dan ternyata, nggak ada air yang bocor via pori-pori kondom. Tentu saja ada air yang tumpah dari mulut kondom, tapi intinya nggak ada air yang bocor via pori-pori kondom.

Bandingkan dengan air mani, coz air mani itu kan lebih kental ketimbang air. Jika kondom disarungin ke seluruh torpedo, lalu dari torpedo itu keluar air mani, dan kebetulan air mani itu mengandung HIV, maka bisa dipastikan sampai kapan pun tuh HIV nggak akan keluar-keluar dari dalam kondom sehingga sampai menular ke alat kelamin pasangannya. Air biasa aja nggak akan keluar dari kondom, apalagi air mani yang lebih kental ketimbang air biasa? Jadi, kondom itu aman.

Bagaimana dengan dalil yang bilang bahwa sosialisasi kondom hanya akan memicu perilaku seks bebas? Hm, ini yang repot. Sejauh ini, kampanye pencegahan penularan HIV melalui hubungan seks ini hanya dipahami setengah-setengah oleh orang awam ekstremis. Kampanye ini sebenarnya berbunyi A-B-C yang selengkapnya begini:

A: Abstinence. Absen dari hubungan seks, jika merasa tidak bisa berhubungan seks dengan aman. Artinya, kalo memang merasa punya HIV, SEBAIKNYA jangan berhubungan seks.

B: Be Faithful. Setia kepada SATU pasangan yang SAH. Artinya janganlah punya pasangan seks lebih dari satu. Dan kalo sudah punya, pastikan bahwa dia legal jadi pasangan Anda.

C: Condom. Baru pake kondom, kalo memang kepepet banget. Artinya, kondomisasi ini adalah langkah terakhir kalo langkah A dan B di atas sudah nggak bisa lagi diandalkan.

Akhir kata, gw akan bilang, kondomisasi nggak akan bisa memicu seks bebas. Coz, seks bebas terjadi bukan karena kondom gampang diakses, tetapi seks bebas terjadi karena memang pelakunya aja udah dari sononya punya mental untuk melakukan itu. Artinya, ada atau nggak ada kondom, selama ada keinginan, pasti dia akan melakukan. Jadi kalo mau memberantas perilaku hubungan seks, mentalnya dulu yang kudu digodok, bukan kondomnya. Kondom hanya mencegah penularan HIV saja, bukan mencegah seks bebasnya.