Wednesday, December 9, 2009

Sumbat Kuping


Suatu hari di sebuah bimbingan belajar, seorang guru bilang kepada murid-muridnya, "Nanti kalau berangkat masuk ke ruang ujian masuk perguruan tinggi, jangan lupa bawa ember ya."
Alasannya, nanti kalau ujian kan pakai lembar jawab komputer, terus lembar itu sensitif banget terhadap air, jadi usahakan jangan sampai lembarnya itu basah kena muncratan atau ingus. Yang repot tuh kalau lembarannya basah kena keringat, apalagi orang yang ikut ujian itu kan tingkat stresnya tinggi, jadi wajar kalau keringetan. Makanya kalau ujian harus bawa handuk buat ngelap keringatnya, kalau perlu bawa ember sekalian buat meras handuknya yang basah. Jangan takut malu dikira tukang becak, kan peserta kiri kanannya itu nggak kenal Anda, jadi nggak masalah, kan? :-P

Tips ini dilontarkan di sebuah bimbingan belajar yang gw ikutin 10 tahun lalu. Gw nggak mau bawa ember pada hari ujian, coz repot bawanya dari rumah, hehehe..

***

Kemaren gw ikut ujian massal lagi. Ujian yang sangat menjengkelkan, menurut gw, coz ujiannya TOEFL. Yang bikin gw kesel sebenarnya adalah coz ujiannya listening. Panitianya muterin tape yang memperdengarkan soal dalam bahasa linggis, lalu kita disuruh nulis jawabannya di kertas. Yang rese tuh, tape-nya diperdengarkan di sound system yang kedengeran di seluruh aula. Lalu, gw nggak konsen dengernya, coz peserta di sebelah kiri-kanan gw pada kena flu. Jadinya waktu gw mestinya nyimak dengerin soal, gw malah denger orang batuk. Kebayang kan, ganggu banget!

Gw nggak nyalahin orang batuk sih. Sakit itu kan musibah dari Tuhan. Tapi kalo menurut gw, orang tuh berhak untuk nggak dibuyarin konsentrasinya cuman gara-gara denger orang batuk di saat yang mestinya dia dengar hanyalah rekaman soal.

Akhirnya, sepanjang ujian listening, gw terpaksa nyumbat kuping gw pakai jari. Kalau nggak gitu, gw nggak akan konsen dengerin soalnya. Tuhan, tuh orang ngomong "fourteen" atau "forty" sih?

Gw udah dites TOEFL dua kali. Dua-duanya, hasilnya nggak jelek-jelek amat. Cuman gw lupa, bahwa waktu gw dites dua-duanya itu, gw memang nggak diinterupsi siapa-siapa. Tes pertama, gw dikurung di sebuah ruangan sendirian, jadi gw bisa listening dengan konsen tanpa diganggu siapa-siapa. Tes kedua, gw ambil tes di sebuah laboratorium bahasa gitu, jadi ujiannya pake headphone. Praktis yang gw denger cuman suara tape-nya, dan suara detak jantung gw sendiri. Orang lain batuk, gw nggak dengerin.

Memang gw akuin, gw punya masalah ngatur konsentrasi. Gw selalu curiga diri gw punya gangguan memusatkan perhatian. Perhatian gw gampang banget teralih oleh hal-hal lain, mulai dari pengawas ujian yang ganteng sampai bau makanan dari kantin sebelah. Makanya, gw nggak pernah konsen kalo yang ngawas ujiannya cakep dan dia ngawas sambil makan cheese cake..

Kenapa ya gw kayak gini? Apakah karena bintang gw Gemini? Hahaha..

Gw sampai punya ide, lain kali gw ujian, gw mau bawa sumbat kuping aja. Bisa pakai kapas, atau yang rada kerenan dikit, pakai earphone. Lha nanti kalo gw dicurigain pengawas gimana?
Kan nggak enak kalau pengawasnya ngomong gini, "Itu Mbak Dokter yang di bangku belakang, segala alat untuk berkomunikasi harus dimatikan selama ujian!"
Mosok gw mau jawab, "Justru saya pakai alat ini supaya saya nggak denger apa-apa dari kiri-kanan saya.."

Melalui blog ini, gw nyatain simpati kepada adek-adek SMA yang harus menjalani Ujian Nasional Bahasa Inggris Listening. Gw sekarang ngerti kondisi kalian yang susah, mulai dari tape yang muterin soalnya bunyi kresek-kresek, sampai kondisi ruang ujian yang berisik oleh bunyi manusiawi peserta ujian yang berdehem-dehem sampai batuk-batuk. Penguji bahasa Inggris yang kompeten aja mestinya antisipatif bahwa ujian listening itu mestinya butuh konsentrasi buat menyimak, dan sungguh repot buat peserta ujian untuk tetap konsen di tengah segala macam gangguan dari luar dirinya.

Tuhan, mudah-mudahan ujian kemaren, saya lulus ya..