Saturday, December 5, 2009

Sok Eksklusif

Orang-orang ini harus berterima kasih kepada wartawan karena mau menuliskan pameran mereka di koran mereka. Kalo enggak, bisa dijamin gw nggak akan dateng ke sini, kemaren.

Gw nggak bisa gambar. Gambar yang bisa gw bikin adalah pemandangan gunung a la anak TK, tau sendirilah, dua gunung di tengah, lalu di bawah gunungnya itu ada sawah yang pake sengkedan, truz di antara kedua gunung itu ada mataharinya, dan mataharinya pake mata segala. Sewaktu SD, gambar gw lebih kreatif, coz di masing-masing pucuk gunung itu ada saljunya pake gletser. Lalu gambar sawah di bawahnya itu nggak melulu gambar rumput berhuruf V, tapi karena gw sudah mengenal beberapa macam pohon, jadi gw gambar pohon kelapa dan pohon cemara. Bayangin, cuman di gambar gw, bisa terjadi sebuah lembah di mana di sana ada gunung bersalju dan pohon kelapa sekaligus.

Oh ya, gw juga bisa gambar peta yang nunjukin jalan dari rumah gw ke stasiun kereta api Kebon Kawung. Ini karena gw sering jadi guide buat orang-orang dari luar kota yang suka kesasar kalo jalan-jalan ke Bandung.

Cukup sampai di situ aja kemampuan gw akan seni lukis. Maka gw susah banget ngerti kenapa sebuah lukisan bisa dijual mahal dan digantung di ruang tamu, padahal tamunya sama sekali nggak ngerti ini gambar apa. Jadi gw kepingin belajar, karena itu gw mulai rajin nyambangin pameran-pameran lukisan. Modal gw cuman modal dengkul dan kamera di tangan. Gw berharap, di pameran itu, gw bisa belajar sesuatu.

Lalu gw mendarat di tempat ini. Di konsulat Perancis di Bandung, kemaren lagi digelar pameran lukisan bertajuk Influence. Pas gw dateng, pengunjungnya cuman gw doang. Nggak ada yang nyambut gw, bahkan meja buku tamu nggak ada penunggunya. Ada sekitar 20-an lukisan yang dipamerin.

Lalu gw menyatroninya satu per satu. Gw deketin lukisannya, lalu gw pelongin. Uh, nggak ngerti. Truz gw mundur, melongin tuh lukisan dari jauh. Masih nggak ngerti juga. Gw pindah ke lukisan berikutnya. Masih juga nggak ngerti. Gw malah kayak orang lagi nyoba kacamata baru di optik. Ngeliat tiga meter, nggak keliatan. Ngeliat dua meter, masih nggak keliatan. Ngeliat satu meter, jauh lebih nggak keliatan lagi. Mana yang bener sih?

Satu-satunya lukisan yang bisa gw apresiasi dengan baik, hanya lukisan ini. Dua orang pacaran, yang satu megang laptop, yang satunya lagi megang HP. Judulnya Do You See Intimacy?, karya Sahrul Ananto, dibikin tahun 2009. Lukisan ini bikin gw ketawa, coz gw merasa kesindir. Bagaimana dua orang bisa disebut cinta kalo masing-masing cuman mikirin isi Twitter-an masing-masing?

“Salah kau sendiri, Vic,” ujar suara Little Laurent dalam hati gw. “Ini pameran buat komunitas pelukis, bukan buat orang awam macam kau. Satu-satunya lukisan yang bisa kau mengerti cuma gambar perjalanan sirkulasi darah di vena cava inferior, karena itu memang pekerjaanmu.”

Mungkin akan lebih baik, kalo pengunjung awam macam gw dikasih petunjuk tentang lukisan itu. Minimal ada buku petunjuknya lah. Atau ada semacam pemandu wisata yang ngasih informasi ke pengunjung tentang apa maksudnya mereka melukis ini. Jadi sebuah pameran nggak mesti menjadi milik sok eksklusif buat komunitas pelukisnya doang, tapi juga bisa kasih bahan pengetahuan baru buat orang-orang yang bukan pelukis.

Dan semestinya, gw bisa dapet kesan yang cukup bagus sesudah liat pameran lukisan, bukan cuman sekedar motretin diri gw doang.