Saya terkejut. Dan bertanya, ada apa ini?
Jadi ceritanya, semalam mendadak saya teringat seorang kolega yang tahun lalu sering dugem sama saya tapi akhir-akhir ini kami jarang ketemu. Saya cuman kepingin tahu kabarnya, jadi pertama-tama saya cari namanya di daftar messenger saya. Dan saya terhenyak. Namanya sudah nggak ada.
Eh, kok gw dihapus sih? Atau account lu rusak?
Penasaran, lalu saya buka Facebook, dan cari namanya di daftar friend. Dan terkejutlah saya, kami sudah nggak "friend"-an lagi. Hehehe..saya kepo ya, tapi diputus di dua jaringan sosial, menurut saya, bukanlah insiden yang hanya kebetulan.
Saya mencoba mengingat-ingat, saya punya salah apa sama dos-q. Apakah saya pernah bikin dos-q tersinggung? Wew..saya nggak merasa. Apakah kehadiran foto saya di daftar friend-nya membuat dia merasa nggak nyaman? Ngg..nampaknya nggak mungkin, soalnya sudah tiga tahun saya nggak pernah ganti foto dan saya jarang banget update status di Facebook maupun di messenger. Lagian lho, saya cuman centil di blog, dan seingat saya, dos-q kan nggak pernah baca blog saya.
Jadi, daripada saya su'uzhon nggak jelas, saya mencoba meneliti foto-foto yang pernah membuktikan bahwa kami pernah "bersama-sama". Lalu saya cek seorang kolega lain, yang pernah dugem bareng kami juga, dengan keponya saya menyelidiki hubungan kita semua. Dan terkejut lagi, ternyata kolega yang ini juga diputus pula sama kolega yang mutusin kontak saya. Dan entah berapa orang lagi, nggak cuman saya, yang ternyata juga sudah diputus. Hey.
Ada sih beberapa kolega yang nggak diputus. Kemudian saya iseng analisa kecil-kecilan, apa persamaan antara kami yang diputus dengan kolega yang nggak diputus, dan apa perbedaan antara kami yang diputus dengan kolega yang nggak diputus. Ya oloh, kepo banget deh saya, tapi saya tetap penasaran. Dan lebih kaget lagi mendapatkan kesimpulannya.
Jawabannya: Persamaannya: Kita semua sama-sama kolega mudanya. Perbedaannya: Kami yang diputus adalah cewek, kolega yang sama-sama kolega muda tapi nggak diputus adalah cowok. Harap diketahui, kolega yang mutusin kontak dengan kami ini adalah laki-laki yang jauh lebih tua dari kami dan sudah punya anak.
Oh my gawd, saya ngakak dalam hati menertawakan teori saya yang super cemen. He's a man, please deh. Apakah bukan kebetulan kalau kontak-kontak yang diputusinnya adalah cewek-cewek cantik dengan senyum riang yang kebetulan senang dugem?
Kalau memang bener demikian, kenapa harus putus?
Saya nggak suka, gitu lho. Saya ngerti orang berhak aja untuk mutusin pertemanan sama saya, tapi ya saya rada kecewa juga kalau orang nggak mau temenan sama saya, apalagi mengingat saya nggak punya pikiran jelek tentang orang tersebut. Kami toh telah bekerja sama dengan baik, have good times together, dan kami akan selalu jadi kolega permanen, eman-eman aja kalau sampek nggak putus. Membayangkan bahwa sekitar 10-20 tahun lagi, kalau ketemu di pertemuan kolegium, apakah kita akan salaman basa-basi tetapi dalam hati kita ada yang nyaut, "Ih, lu kan dulu nge-delete nama gw dari messenger lu.."
Untung yang diputus bukan cuman saya, jadi saya nggak begitu tersinggung. Tapi membayangkan teori saya tentang "he shouldn't continue the links that he has approved to make with incidentally beautiful girls" bikin saya feeling nggak nyaman.
Lalu suara hati saya berkata, "Baiklah, urusan pertemanan ini nggak usah didramatisir, masih banyak orang lain yang bisa diajak temenan. Lagian, who da hell cares about konco-koncoan bikinan Research in Motion atau bikinannya Mark Zuckenberg?"
Untuk yang baca tulisan ini dan merasa kesenggol: Maaf ya, Mas, kalau saya punya salah. Moga-moga panjenengan memang nggak sengaja nge-delete nama saya karena panjenengan gaptek, dan moga-moga nama saya kehapus dari Facebook panjenengan hanya semata-mata karena Facebook panjenengan kena hack. Oh ya, suatu hari nanti saya pasti akan konsul ke panjenengan, jadi please jangan pura-pura nggak kenal. Burung pelikan burung cendrawasih, sekian dan terima kasih.