|
Di kejauhan nampak Jembatan Suramadu.
Lampu-lampu pilar jembatan belum nyala coz belum jam 6. |
“Sudah lihat Jembatan Suramadu?”
“Sudah.”
“Sudah nyeberangin Jembatan Suramadu?”
“Sudah dong. Yang mirip jembatan di Batam itu, kan?”
Tahun lalu, itu pertanyaan standar yang ditanyain buat orang-orang yang jalan-jalan ke Surabaya. Tapi tahun ini, pertanyaannya sudah nambah: “Sudah tahu rasanya nongkrong di bawah kolong Jembatan Suramadu?”
|
Riang di atas kapal.
Ayo.siapa mau nemenin? ;) |
Eits, jangan salah lho. Di bawah kolong Jembatan Suramadu yang saya maksud ini bukanlah berada di antara tiang-tiang penyangga Suramadu di Pantai Kedung Cowek atau di pantainya Kesek sana. Tapi maksud saya adalah persis di tengah Selat Kamal, di tengah-tengah laut antara kota Surabaya dan pulau Madura. Lho, kok bisa? Bukannya kalau mau ke posisi itu kudu nyebrang pakai perahunya nelayan ya?
|
Fahmi n saya, di atas kapal,
di depan Jembatan Suramadu.
Foto diambil setelah jam 6. |
Hehee..sekarang kita bisa nyebrang ke selat pakai kapal pesiar lho. Dengan kapal pesiar ini, kita bisa berlayar keliling perairan Selat Kamal, dengan target utama foto-fotoan dengan latar belakang Jembatan Suramadu. Pernah baca kan di
sini kalau Jembatan Suramadu itu paling bagus difoto malem hari lantaran pilar-pilarnya itu punya lampu yang berpendar warna-warni dengan keren banget? Nah, supaya sip foto-fotoannya, kapal pesiarnya sengaja berangkat sore hari supaya di tengah perjalanan bisa berhenti persis di belakang pilar-pilar Jembatan Suramadu yang lagi berwarna-warni gonjreng. Kayak yang Sodara-sodara lihat di foto sebelah ini. Cihuy kan? *wink*
|
Orang berdiri di belakang itu adalah Monumen Jalasveva Jayamahe.
Kapal dengan tanda palang itu sebetulnya kapal
yang difungsikan sebagai rumah sakit untuk tentara kelautan. |
Nggak cuman berlayar di bawah kolong Jembatan Suramadu, tapi dengan pesiar ini kita bisa lihat kemegahan
Monumen Jalasveva Jayamahe karya Nyoman Nuarta yang selama ini cuman bisa kita baca-baca di brosur-brosur. Saya bilang ngeliat monumen ini eksklusif banget, soalnya posisinya monumen yang berada di dalam wilayahnya Pangkalan Angkatan Laut, bikin nggak sembarang orang boleh foto-fotoan ke sana (soalnya kan kalau mau masuk wilayah Pangkalan AL kan kudu minta ijin dulu, mosok cuman mau foto-fotoan di depannya monumen itu aja birokrasinya ribet banget?)
|
Di dalam kabin. My date nggak ada di dalam foto coz dia yang motret. :p
Saya bingung kenapa ibu tetangga sebelah itu ngeliatin saya. |
Kalau mau tahu persisnya situasi naik kapal pesiar sembari keliling perairan Surabaya ini, cek aja videonya di
sini. Kapal pesiar ini berangkat dengan penumpang dikit aja, dengan rombongan sekitar 40 orang. Untuk menjadwalkan tour, kudu janjian dulu sama event organizernya di
sini. Biaya perorangnya antara Rp 200-225k, sudah termasuk makan malam di dalam kapal. Jangan kuatir soal keamanan, coz sebelum kapal berangkat, awak kapal bakalan ngajarin penumpangnya tentang cara-cara pakai rompi keselamatan dan pintu-pintu darurat buat
nyebur menyelamatkan diri kalau ada musibah, ya persis kayak pramugari yang nerangin prosedur keselamatan di pesawat-pesawat itu. Yang nggak kuat sama angin laut, asyik-asyik aja kalau nongkrong di dalam kapal sembari karaokean atau nonton pertunjukan sulap. Kapal berangkat jam 5 sore dari dermaga Pelabuhan Tanjung Perak dan balik lagi ke dermaga yang sama dalam dua jam. Tips kecil dari saya buat cewek-cewek: Jangan pakai high heels. Nggak nyaman banget buat mondar-mandir di buritan kapal. Kapalnya kecil, bo’!
Foto-foto dijepret oleh
Eddy Fahmi dan Handoko Photography.
|
Putri duyung lagi photo session di buritan, persis melewati terminal peti kemas.
Su-er, nih foto nggak pakai stunt-girl.
Buritannya nggak licin sih, tapi tetep aja rada takut kepeleset.
Bukan ngeri jatuhnya, tapi takut sendalnya terlempar n jatuh ke air.. :p |