Wednesday, July 27, 2011

Eforia Ibu, Ancaman Hari Tua

Suka geli baca status ibu-ibu yang mamerin kegiatannya sehari-hari yang ngurusin balita-balitanya. Bagian yang menggelikan adalah mereka nggak pernah lupa nambahin, "Enakan gini ketimbang kerjaan kantoran! Anak dan suami adalah duniaku satu-satunya sekarang!"

Selamat bahagia, Mommies.
Tapi ingatlah, pilihan Anda bukan pilihan
yang bisa bikin paling bahagia di dunia ini.
Foto dari sini.
Saya selalu mikir, mereka masih dalam fase "eforia menjadi ibu". Dan semenjak dulu, saya sudah ngeh bahwa eforia yang terus-menerus itu berbahaya.

Bulan lalu saya pulang ke Bandung dan mendapati Grandma saya sudah makin parah depresinya. Kadang-kadang saya mergokin Grandma nangis sendirian, tapi setiap kali saya dan nyokap bertanya, Grandma nggak bisa ngomong apa yang jadi kesedihannya. Pokoknya sedih. Sedih, that's it, period.

Tahun lalu, ketika Grandma masih lancar berjalan, nyokap bawa Grandma keluar rumah buat jalan-jalan naik mobil. Tujuannya nggak jelas ke mana, entah itu cuman ke pasar beli beras, atau cuman sekedar nganterin bokap ke tempat praktek, tapi intinya supaya Grandma lihat pemandangan, nggak di rumah terus. Soalnya kalau di rumah terus, Grandma bosan dan kesepian.

Saya lihat mental Grandma drop dengan nyata semenjak Grandpa meninggal tujuh tahun lalu. Memang di kuliah psikiatri waktu saya sekolah S1 dulu, diterangkan bahwa ditinggalkan oleh suami/istri adalah penyebab kesedihan terbesar manusia. Jika saya melihat Grandma sekarang, mungkin saya percaya. Tetapi kalau saya melihat anak-anak perempuan Grandma, saya nggak percaya bahwa cuman ditinggal suami bisa bikin drop. Anak-anak perempuan Grandma, saya memanggil mereka Bu De X dan Bu De Y, sudah jadi janda juga, tapi mereka masih berkeliaran ke sana kemari dan saya menjuluki mereka nenek-nenek lincah lantaran mereka nggak mau diam. Tetapi ada anak perempuan lain, yang saya sebut aja Bu De Z, dan sepupu saya telah protes bahwa ibunya itu cuman mau tiduran aja di sofa sepanjang hari dan kesepian lantaran anaknya nggak cepat pulang dari kantor. Saya meramalkan Bu De Z akan kena depresi juga seperti Grandma, tetapi saya percaya Bu De X dan Bu De Y enggak akan kena.

Saya heran, kenapa mereka berempat punya genetik yang sama, tetapi sebagian bisa punya karakter penyedih dan yang lainnya cenderung periang. Padahal kan sama-sama janda lho. Saya juga mendapati Bu De Z lebih banyak jadi pengeluh daripada Bu De X atau Bu De Y, padahal suami Bu De Z masih hidup dan bugar. Nampaknya ini adalah pelajaran penting bahwa "punya suami belum tentu lebih bahagia ketimbang tidak punya suami".

Jadi saya nanya ke nyokap, kenapa Bu De X masih jadi orang gembira, tapi Grandma enggak? Padahal suami mereka meninggal hanya beda setahun.
Jawab nyokap saya begitu sederhana, Grandma tidak pernah sebahagia Bu De X.

Jangan menghabiskan masa tua
 dengan meratapi kebahagiaan masa muda
yang tidak akan pernah kembali lagi.
Foto diambil dari sini
Mungkin yang membedakannya, Grandma mengalami banyak hal sedih dalam hidupnya. Nyokapnya menikah lagi waktu ia masih kecil, karena ayah kandungnya meninggal. Salah satu dari anak perempuan Grandma pernah hilang waktu bayi, dan baru dikembalikan ke Grandma setelah anak itu dewasa. Anak perempuannya yang lain kena meningitis waktu bayi, dan jadi cacat sampek akhirnya meninggal di usia 20 tahun. Keluarga saya punya banyak cerita yang kalau dibikinkan film bisa lebih panjang daripada sinetron Tersanjung.

Tapi saya nggak setuju. Lepas dari urusan human error (kawin lagi, anak hilang, kekurangan fasilitas kesehatan), sebenarnya ditinggal mati oleh keluarga itu kan takdir Tuhan, jadi ya nggak boleh dikambinghitamkan sebagai biang kesedihan.
Lalu saya menyadari hal lain. Setelah Grandpa meninggal, Grandma diam aja di rumah dan menganggur tanpa kegiatan selain nyuruh bedinde bersih-bersih rumah.
Sedangkan Bu De X dan Bu De Y, setelah pakde-pakde saya meninggal, mereka milih bergabung dengan arisan manula. Bu De X main mini golf seminggu 1-2 kali. Bu De Y bahkan jadi ketua asosiasi bidan di kotanya dan tiap hari kerjaannya adalah tanda tangan surat izin praktek bidan.
Bu De Z, sebaliknya, adalah penganggur. Seumur hidupnya dihabiskan dengan jadi ibu rumah tangga mengurus anak-anak. Ketika kelima anaknya sekarang sudah besar-besar dan satu per satu ninggalin rumah, ia merasa ditinggalkan dan kesepian. Itu membuatnya merasa sedih dan lambat-laun dementia mulai menggerogotinya pelan-pelan.

Jadi, seharusnya kesedihan karena ditinggal mati suami, atau ditinggal pergi anak-anak, tidak mempengaruhimu terus-menerus. Libatkan dirimu dalam pekerjaan, jangan terus-menerus mengenang yang sudah meninggal atau yang pergi. Karena hidup harus terus berjalan.

Ibu, jangan terpaku pada anak.
Biarkan diri Ibu berkembang untuk kegiatan-kegiatan lain,
supaya Ibu tidak jenuh dan depresi di hari tua.
Foto dari sini.
Maka saya balikin lagi ke alinea pertama di atas. Saya belum pernah punya suami atau pun anak, jadi saya nggak tahu nikmatnya menikah dan jadi ibu. Betul, prioritas utama kita adalah mengurus suami dan anak-anak. Tetapi, harus diwaspadai bahwa suatu saat nanti suami dan anak akan pergi meninggalkan kita, karena itu mereka tidak boleh jadi satu-satunya pusat perhatian kita. Maka para ibu sebaiknya punya hobi rutin yang tidak menyangkut urusan suami dan anak. Hobi bisa berwujud macam-macam, entah menjahit jampel, les nari Tango, atau sekedar nyapu di kebun (nonton sinetron tidak termasuk!). Hobi ini yang nanti akan jadi investasi kita saat hari tua nanti, saat kita sudah kesepian lantaran suami sudah meninggal, dan kita cuman tinggal jadi penonton lantaran anak-anak kita sudah bermain dengan anak-anak mereka sendiri.

Oh iya, jangan lupa sembahyang, apapun agamamu. Percaya apa enggak, ada penelitian yang bilang, orang yang rajin ibadahnya sewaktu muda, ternyata tingkat kebahagiaannya di masa tua lebih tinggi daripada orang yang nggak rajin sembahyang.

Cegah depresi dari sekarang. Perempuan seharusnya menjadi nenek yang ceria, bukan nenek yang kerjaannya cuman mengeluh dan menangis saja.

Monday, July 25, 2011

Berburu Rasa Ganja ke Bali

Gara-gara dikomporin kolega yang seneng banget sama mie Aceh, terpaksalah rasa penasaran membawa saya kemari. Konon, di negeri asalnya, mie Aceh dibikin dengan memakai ganja. Ganja itulah yang dijadikan penyedap sehingga rasanya jadi uenaak pol.

Saya berhasil nemu restoran yang jual mie Aceh ini di deket sekolah saya. Seperti yang saya baca-baca di literatur (halah, literatur apa sih? Kalau nggak ada di jurnal ilmiah sih bukan literatur namanya!), mie Aceh adalah mie tebal yang digoreng basah dan disajikan dengan ketimun dan emping, pakai udang atau daging yang dipotong dadu.

Lha mie yang saya temuin ini ada rasa ganjanya apa enggak? Wah, saya nggak tahu. Lha saya kan nggak pernah ngincipin ganja, jadi saya nggak tahu kayak apa rasanya ganja, hehehe..

Saya juga nggak berani nanyain ke penjualnya, yang kebetulan berlogat Aceh, apakah dia seperti nenek moyangnya yang suka bikin mie Aceh pakai ganja. Takut dia ngeri dan nggak mau jualan di situ lagi. Padahal mienya enak banget, weitjee..

Mie Aceh buka setiap hari, tutup jam 10 malam. Sepiring mie dibanderol Rp 10k. Kalau mau nambah udang dan daging, harganya naik jadi Rp 15k. Posisinya di Surabaya, di Jalan Bali, antara Jalan Gubeng dan Jalan Biliton. Tolong ya, mohon kemari dan tes mie-nya, apakah bener mie-nya pakai ganja apa enggak. :D
http://laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com

Wednesday, July 20, 2011

Pesiar Instant di Lautan Surabaya

Di kejauhan nampak Jembatan Suramadu.
Lampu-lampu pilar jembatan belum nyala coz belum jam 6.
“Sudah lihat Jembatan Suramadu?”

“Sudah.”

“Sudah nyeberangin Jembatan Suramadu?”

“Sudah dong. Yang mirip jembatan di Batam itu, kan?”

Tahun lalu, itu pertanyaan standar yang ditanyain buat orang-orang yang jalan-jalan ke Surabaya. Tapi tahun ini, pertanyaannya sudah nambah: “Sudah tahu rasanya nongkrong di bawah kolong Jembatan Suramadu?”

Riang di atas kapal.
Ayo.siapa mau nemenin? ;)
Eits, jangan salah lho. Di bawah kolong Jembatan Suramadu yang saya maksud ini bukanlah berada di antara tiang-tiang penyangga Suramadu di Pantai Kedung Cowek atau di pantainya Kesek sana. Tapi maksud saya adalah persis di tengah Selat Kamal, di tengah-tengah laut antara kota Surabaya dan pulau Madura. Lho, kok bisa? Bukannya kalau mau ke posisi itu kudu nyebrang pakai perahunya nelayan ya?

Fahmi n saya, di atas kapal,
di depan Jembatan Suramadu.
Foto diambil setelah jam 6.
Hehee..sekarang kita bisa nyebrang ke selat pakai kapal pesiar lho. Dengan kapal pesiar ini, kita bisa berlayar keliling perairan Selat Kamal, dengan target utama foto-fotoan dengan latar belakang Jembatan Suramadu. Pernah baca kan di sini kalau Jembatan Suramadu itu paling bagus difoto malem hari lantaran pilar-pilarnya itu punya lampu yang berpendar warna-warni dengan keren banget? Nah, supaya sip foto-fotoannya, kapal pesiarnya sengaja berangkat sore hari supaya di tengah perjalanan bisa berhenti persis di belakang pilar-pilar Jembatan Suramadu yang lagi berwarna-warni gonjreng. Kayak yang Sodara-sodara lihat di foto sebelah ini. Cihuy kan? *wink*

Orang berdiri di belakang itu adalah Monumen Jalasveva Jayamahe.
Kapal dengan tanda palang itu sebetulnya kapal
 yang difungsikan sebagai rumah sakit untuk tentara kelautan.
Nggak cuman berlayar di bawah kolong Jembatan Suramadu, tapi dengan pesiar ini kita bisa lihat kemegahan Monumen Jalasveva Jayamahe karya Nyoman Nuarta yang selama ini cuman bisa kita baca-baca di brosur-brosur. Saya bilang ngeliat monumen ini eksklusif banget, soalnya posisinya monumen yang berada  di dalam wilayahnya Pangkalan Angkatan Laut, bikin nggak sembarang orang boleh foto-fotoan ke sana (soalnya kan kalau mau masuk wilayah Pangkalan AL kan kudu minta ijin dulu, mosok cuman mau foto-fotoan di depannya monumen itu aja birokrasinya ribet banget?)

Di dalam kabin. My date nggak ada di dalam foto coz dia yang motret. :p
Saya bingung kenapa ibu tetangga sebelah itu ngeliatin saya.
Kalau mau tahu persisnya situasi naik kapal pesiar sembari keliling perairan Surabaya ini, cek aja videonya di sini. Kapal pesiar ini berangkat dengan penumpang dikit aja, dengan rombongan sekitar 40 orang. Untuk menjadwalkan tour, kudu janjian dulu sama event organizernya di sini. Biaya perorangnya antara Rp 200-225k, sudah termasuk makan malam di dalam kapal. Jangan kuatir soal keamanan, coz sebelum kapal berangkat, awak kapal bakalan ngajarin penumpangnya tentang cara-cara pakai rompi keselamatan dan pintu-pintu darurat buat nyebur menyelamatkan diri kalau ada musibah, ya persis kayak pramugari yang nerangin prosedur keselamatan di pesawat-pesawat itu. Yang nggak kuat sama angin laut, asyik-asyik aja kalau nongkrong di dalam kapal sembari karaokean atau nonton pertunjukan sulap. Kapal berangkat jam 5 sore dari dermaga Pelabuhan Tanjung Perak dan balik lagi ke dermaga yang sama dalam dua jam. Tips kecil dari saya buat cewek-cewek: Jangan pakai high heels. Nggak nyaman banget buat mondar-mandir di buritan kapal. Kapalnya kecil, bo’!

Foto-foto dijepret oleh Eddy Fahmi dan Handoko Photography.

Putri duyung lagi photo session di buritan, persis melewati terminal peti kemas.
Su-er, nih foto nggak pakai stunt-girl.
Buritannya nggak licin sih, tapi tetep aja rada takut kepeleset.
Bukan ngeri jatuhnya, tapi takut sendalnya terlempar n jatuh ke air.. :p

Tuesday, July 19, 2011

Tak Bisa Hidup Tanpanya

Salah satu indikator terjadinya stress di tempat kerja adalah ditemukannya rokok di toiletnya.

Memang sudah jadi hukum bahwa siapa-siapa yang nekat merokok di rumah sakit akan didenda sejuta perak. Tapi kalau siapapun pegawainya sudah stress berat dan memang aselinya ngebul, maka dia akan mencari tempat buat ngumpet untuk ngebul. Dan pilihan tempat strategis itu adalah..toilet.

Asal puntungnya jangan dibuang ke dalam kloset aja. Kandungan asbes dalam puntung rokok itu bisa matiin bakteri-bakteri pembusuk di dalam septitank. Bisa bumpet WC-nya nanti.

Merokok membuat kantong Anda menjadi kering, bikin Anda sama sekali tidak nampak keren.
http://laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com

Monday, July 18, 2011

Menahan Orang Tetap Betah

Snack ini dipakai sebagai appetizer yang dihidangkan gratis kepada para pelanggan yang lagi nungguin pesenan mie-nya. Pengelola restoran nampaknya ngerti bahwa bikin mie yang enak nggak bisa buru-buru, perlu waktu yang agak lama, padahal pelanggan sudah berteriak kelaparan. Karena itu, untuk mengitik-ngitik perut pelanggan supaya pelanggan nggak sampek minggat lantaran dirasa pesenannya kelamaan, maka pengelola restoran menyediakan snack berupa emping melinjo untuk dimakan sambil nungguin pesenan datang.

Ternyata, lama-lama pelanggan hafal. Lain kali mereka dateng kemari, tanpa nunggu pun mereka proaktif ngambil sendiri empingnya sesuka hati. Pengelola restoran nggak merasa rugi, emping pun tidak di-charge biarpun satu orang pelanggan bisa ngambil emping sampek tiga kali (itu kamu, Vic!). Yang penting, pelanggannya tetap betah biarpun pesenannya lama jadinya.

Dewasa ini masih sedikit restoran yang memahami pentingnya snack appetizer untuk menahan pelanggan. Di kawasan Dharmahusada, Surabaya, sebuah restoran nyuguhin tahu pong di meja pelanggannya tanpa ngomong apa-apa. Pura-puranya, tahu pong disajikan sebagai appetizer sambil nungguin pesenan dateng. Kalau pelanggan ngambil tahunya, pelanggan kena charge.

Restoran yang nyediain snack appetizer gratis buat pelanggannya, nampaknya sadar betul bahwa pengunjung adalah asset penting yang harus dijaga supaya nggak kabur. Karena itu mereka mikir bahwa biaya buat nyediain snack appetizer gratisan hanyalah serasa recehan dibandingkan kerugian yang diderita restoran jika pelanggan protes lantaran merasa pesenannya kelamaan jadi. Padahal, hidangan yang lama disuguhin bukan berarti lelet, coz bisa jadi masaknya memang harus lama supaya terasa enak. :)

Foto ini diambil di Gokkana Teppan, sebuah restoran Jepang di kawasan Cihampelas, Bandung.

Apakah Sodara-sodara Jemaah Georgetterox tahu di mana restoran lain yang nyediain snack appetizer gratis? :)
http://laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com

Saturday, July 16, 2011

Pertolongan Pertama Korban Pemerkosaan

Apa yang biasa dilakukan pertama kali jika seorang perempuan menyadari bahwa dia telah diperkosa? Di Indonesia, umumnya perempuan korban perkosaan masih memilih ngumpet lantaran trauma, dan ngumpet itu bisa makan waktu berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan sampek berbulan-bulan.

Padahal, banyak banget akibat jelek yang timbul akibat pemerkosaan itu, salah satunya adalah korban menjadi hamil. Dan lantaran kehamilan akibat pemerkosaan adalah kehamilan yang nggak diinginkan, maka hampir selalu aja ada konsekuensi yang menimpa si janin, entah janinnya akhirnya keguguran, atau beberapa terlahir mengalami cacat lantaran ibunya nggak memelihara kehamilannya dengan baik. Lha gimana mau hamil dengan enak, ibunya sendiri nggak menginginkan dirinya hamil, apalagi hamilnya lantaran diperkosa toh?

Pengguguran kandungan akibat pemerkosaan masih kontroversial di Indonesia. Kalangan rohaniwan menentang keras aborsi, apapun itu alasannya. Sementara kalangan pembela hak asasi korban pemerkosaan umumnya mendukung janin untuk digugurkan, karena memperhatikan kesulitan ibu untuk memelihara anak yang tidak pernah dia maksudkan untuk dia hamilkan. Sebetulnya ada jalan keluar untuk membatalkan kehamilan akibat pemerkosaan tanpa harus menggugurkan kandungan, yaitu dengan menggunakan alat kontrasepsi darurat.

Friday, July 15, 2011

Time is Money, Damnit.

Setelah sekian hari dirundung kerjaan yang nggak berenti-berenti, akhirnya hari Minggu lalu saya sempet nyuci baju pagi-pagi. Saya jemur di lantai paling atas gedung apartemen saya, berharap tuh baju bakalan cepet kering dan siangnya sudah bisa saya angkat. Nggak taunya jam sembilan pagi saya dimintain Senior neliti pasien-pasien di rumah sakit, dan ternyata kerjaannya banyak banget. Selesai kerjaan, saya pergi nyalon soalnya sudah lima bulan lebih saya nggak potong rambut. Padahal rambut kan kudu ditrim dua bulan sekali supaya tetap sehat. Begitu urusan salon kelar, saya langsung disibukin urusan kencan sama my hunk coz dos-q minta saya nemenin ke helatan pesta temennya. Total saya betul-betul pulang baru jam sembilan malem, dan saya belum ngangkat jemuran yang saya gantung pagi-pagi.

Senen besoknya, saya udah kudu di rumah sakit pagi-pagi banget coz kuliahnya pagi. Tuh kuliah baru selesai sore, dan saya langsung lanjut bantuin Senior neliti pasien-pasien lagi. Lagi dan lagi, kerjaan pasiennya setumpuk karena yang diteliti adalah lalu-lintas pasien selama tiga hari sebelumnya, dan urusan itu baru selesai setelah Maghrib. Itu pun dalam perjalanan pulang, saya masih sempet mampir kost kolega saya dulu coz kami kudu ngerjain PR dari dosen dan PR itu kudu dikerjain berpasangan. Hari itu saya menyadari netbook saya rusak, dan saya terpaksa minta my hunk bawa ke tukang servis. Saya nggak bisa nyervis sendiri, coz tukang servis resminya punya jam kerja jam 8-5, padahal saya udah harus di rumah sakit sebelum jam 7.

Selasa, masuk rumah sakit lagi pagi-pagi coz kudu dengerin acara laporan jaga dari shift malam sebelumnya. Abis itu saya lanjut kuliah, yang jadwalnya mestinya selesai jam tiga sore. Ternyata dosen saya adalah tipe dosen yang senang bicara, dan dosen saya itu pidato tanpa henti dan tanpa interupsi sampek jam empat sore. Cleaning service-nya sampek pulang duluan coz nggak sanggup nungguin kami selesai kuliah buat ngepel ruangannya. Lha saya sendiri nggak langsung pulang, coz saya kudu ke kantor operator seluler buat klaim produk mereka yang sudah kadung saya beli dan ternyata rusak. Kantor itu ternyata na'udzubillah ngantrenya panjang banget, dan saya baru diladenin jam setengah enam sore, saat hari sudah mulai gelap..

Hari Rabu, kuliah lagi pagi-pagi. Kolega-kolega saya yang kebagian tugas jaga malam sebelumnya, selalu tewas di bangku belakang lantaran kecapekan. Lalu dosen saya nyuruh saya buktikan bahwa malam itu saya bisa jaga gedung gawat darurat tanpa harus jatuh ketiduran besoknya. Saya merasa ditantang. Alhasil, begitu kuliah beres, saya buru-buru ke gedung gawat darurat, beresin semua pekerjaan secepat mungkin supaya saya bisa curi waktu buat leyeh-leyeh. Ternyata nggak berhasil. Coz saban kali saya rada nganggur dikit selama jaga malam, ada aja yang harus dikerjain menyangkut pasien, dan saya jadi kudu bikin banyak rapat dengan banyak departemen di tempat itu. Saya jadi nggak bisa tidur semaleman..

Kamis subuh, saya mulai pakai segala macam cara supaya nggak sampek ngantuk. Nenggak kopi banyak-banyak, jalan naik-turun nganterin dokumen, sampek cara manual dengan melek-melekin mata pakai jari. Pasca laporan jaga, saya ikut kuliah, dan dosen saya bolak-balik godain saya setiap 1-2 jam, "Sudah ngantuk?" yang selalu saya jawab dengan tandas, "Belum!" Padahal bodi saya sudah jerit-jerit kepingin tidur. Akhirnya dosen saya membubarkan kuliah jam 2.30 siangnya, dan saya langsung lari pulang. Yang pertama saya lakukan adalah lari ke lantai paling atas gedung saya, dan di sanalah saya menemukannya, baju yang saya jemur hari Minggu lalu..

Baju itu, gimana yah? Dia nampak sedih tergantung di tali, mungkin lantaran saya baru sempat angkat dari jemuran setelah empat hari..
Sodara-sodara mungkin bertanya-tanya kenapa saya nggak langsung angkat hari Minggu malem lalu, sepulang dari pesta.
Alasannya, untuk ke tempat jemuran itu saya kudu naik tangga putar. Tangga itu sempit dan gelap banget coz nggak ada lampunya, jadi amat berbahaya buat dinaikin malem-malem. Jadi kalau mau naik tangga itu ya harus nunggu matahari bersinar.
Saya nggak sempat ke sana pagi-pagi, karena setiap pagi saya selalu repot dengan urusan siap-siap berangkat tugas. Saya nggak pernah bisa ke sana sore-sore, coz saya selalu pulang setelah matahari terbenam..

Saya merasa sedih banget coz saya nggak punya waktu. Cuman mau ngangkat jemuran aja saya nggak punya waktu. Saya heran kenapa ada orang di dunia ini sedih karena merasa nggak punya cukup duit, nggak punya suami, dan lain-lain. Saya lho punya cukup finansial, punya pacar buat diajakin kencan, tapi saya sering nggak punya waktu buat nyelipin dos-q di jadwal saya. Kadang-kadang saya lupa bales comment di blog, coz tiap kali baca e-mail comment tangan saya langsung gerak otomatis ke icon Publish atau Spam, tanpa inget buat mbales. Kadang-kadang saya lupa ngecek apakah adek saya yang cuman satu-satunya itu baik-baik aja di Lombok sana, dan tiap kali saya buka Facebook ternyata update-nya udah setumpuk, isinya galau semua karena dia udah jenuh, dan saya menyesal coz saya nggak pernah sempat memperhatikannya dengan baik. Hari ini aja saya mau ambil leptop saya yang udah diperbaikin keyboardnya, ternyata nggak bisa coz hard disk internalnya kan dibawa my hunk gara-gara kami nggak mau hard disk itu dibaca isinya sama tukang servis. My hunk belum bisa kembaliin hard disk ke saya coz dia baru pulang kerja jam enam sore, padahal tuh tukang servis udah tutup jam lima sore dan baru buka lagi hari Senen jam delapan. Dan saya udah be-te coz gara-gara tuh laptop diservis, saya jadi nggak bisa kerja selama empat hari. Karena tuh laptop baru bisa diambil hari Senen jam delapan coz my hunk available-nya ya pas itu, saya akan terpaksa melalui tiga hari lagi bekerja di rumah sakit tanpa leptop. Sabtu, Minggu, Senen. Duh, lama amat.

Saya merasa miskin. Saya punya jam tangan, tapi tuh jam cuman dipakai buat ngecek berapa waktu yang saya punya sebelum saya pindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain. Bukan dipakai buat ngecek kapan saya punya waktu buat diri sendiri.

Siapa suruh sekolah?
http://laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com

Saturday, July 2, 2011

Keburu Amat Sih..

Mungkin dulu liftnya pernah rusak, terus diperbaikin dan tombol-tombolnya dicopotin semua. Pas mau dipasang lagi, mungkin tukangnya udah kecapekan, jadi yang mestinya tombolnya bertuliskan HOLD jadi njungkir.

Cuman mikir aja, kira-kira kesalahan pemasangan kayak gini bisa digantirugi nggak ya? Soalnya kan perbaikan lift rumah sakit ini juga memakan biaya dari anggaran yang dibangun dari pajaknya rakyat lhoo..
http://laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com