Itu hari minggu yang sangat lelah. Saya baru menyelesaikan persalinan vakum
yang sangat berat. Ketika saya terduduk di ruang tunggu nungguin suami saya
menjemput pulang, saya baru menyadari saya kecapekan sangat dan saya sudah lama
nggak browsing senang-senang. Saya merogoh tas, nyari HP saya, dan terhenyak.
HP itu nggak ada.
Tiba di rumah, saya membongkar seluruh kamar demi nyari HP itu. Tapi HP itu
tetap raib. Saya sedih bukan kepalang. Saya nggak pernah gonta-ganti HP, jadi
kalau HP hilang, feeling saya nggak enak banget. Mungkin saya terlalu capek
sehingga teledor menaruhnya di sembarang tempat.
Tapi jauh di dalam hati, ada sesuatu yang mengusik saya dan sangat saya
enggan untuk akuin. Akhir-akhir ini, di rumah sakit tempat saya bersekolah,
beredar isu teman-teman sesama dokter sering kehilangan barang. Nggak cuman
dokter, tapi juga beberapa koass dan mahasiswa kebidanan juga mengaku barang
mereka raib. Macam-macam yang hilang, ada yang hilang HP, ada yang hilang duit.
Disinyalir mereka kecurian. Soalnya yang ngaku kehilangan duit, hilangnya
sampek sejuta. Duit itu dos-q simpen di dalem amplop, dan raib. Yang
ketinggalan cuman amplopnya, dan selembar duit Rp 50k. Niat banget tuh maling.
Lha mosok HP saya dicuri juga? Saya kan
naruh HP jauh banget di dalam tas, dan tas itu ditaruh di kamar dokter. Di
rumah sakit itu, nggak ada orang berani masuk ke kamar dokter. Tapi saya diam
aja. Saya nggak mau menimbulkan isu ada orang nyuri HP dr Vicky di rumah sakit.
Nanti timbul prasangka buruk, nggak nyaman situasinya nanti.
Besoknya adalah hari duka di rumah sakit
itu. Kolega saya lagi jaga, dan salah satu pasien kami meninggal dunia malemnya.
Kolega saya yang jaga itu ketiban tugas harus bikin laporan kematian untuk
diumumkan besok paginya. Maka berjibakulah dos-q ngetik laporan kematian.
Karena pada saat itu ada banyak pasien lain yang harus dos-q awasin, maka dos-q
ngetik laporan itu di laptopnya sambil duduk di ruang pasien.
Paginya, dos-q selesai ngetik, lalu
masuk ke kamar dokter untuk mandi dan ganti baju. Lalu dia terhenyak. iPad-nya
ilang.
Kami mengadu ke kepala bidan. Dokter
jaga baru saja kesulitan karena menghadapi kematian pasien, dan di tengah
musibah itu iPad-nya hilang? Padahal iPad-nya ditaruh dalam tas di kamar dokter
yang tidak pernah dimasukin siapapun?
Kepala bidan gerah. Si maling ini
kayaknya sungguhan eksis, dan harus segera dihentikan. Persoalannya siapa
orangnya?
Kepala bidan gerak cepat, mendata
siapa-siapa aja yang telah kehilangan barang selama bekerja di sana. Saya
akhirnya mengaku, bahwa saya juga kehilangan HP. Lalu kepala bidan meneliti
siapa-siapa aja yang bertugas pada malam naas itu. Ada satu orang dokter jaga,
beberapa bidan, lebih banyak mahasiswa kebidanan, dan seorang pegawai cleaning
service. Kemudian boss bidan memanggil semua mahasiswa kebidanan yang jaga
malam itu, lalu terpaksa menggeledah tas mereka. Untungnya di tas-tas itu nggak
ditemukan apapun yang signifikan. Akhirnya terpaksa pegawai CS yang jaga malam
itu dipanggil.
Pegawai itu kembali, lalu ditanyain.
Ditodong, apakah dos-q ngambil iPad dari kamar dokter.
Dan..si pegawai itu mengaku.
Sang boss bidan naik pitam, lalu
memanggil semua pejabat. Kepala sumber daya manusia, sekuriti, termasuk juga
agen outsourcing yang menyuplai pegawai untuk dijadikan petugas CS untuk ruang
bersalin. Si pegawai pun diantar pulang, tapi rumahnya digeledah. Dan di rumah
itu, mereka menemukan barang-barang yang mengejutkan. HP, kamera, termasuk juga
iPad, dan entah apa lagi.
Semua barang disita, lalu dibawa ke
kantor kami. Saya dipanggil, disuruh mengidentifikasi. Saya langsung mengenali
itu kamera milik kolega saya, dan iPad dengan casing centil itu jelas milik
kolega saya yang jaga semalam. Tapi nggak cuman itu yang ternyata mereka
temukan. Ketika mereka menunjukkan dua buah flash disc yang mereka temukan,
saya langsung gerah.
Flash disc adalah barang khas milik anak
sekolah. Si maling ini jelas tidak tahu barang macam apa ini yang dia curi. Saya langsung menegor si maling habis-habisan. Ngapain kamu
curi flash disc? Kamu tahu kami ini siapa? Kami semua, koass, bidan-bidan muda,
dan bahkan dokternya, adalah mahasiswa yang lagi sekolah. Di dalem flash disc,
HP, dan kamera yang kamu curi ini berisi data-data pasien untuk sekolah kami.
Kamu kira kamu nyuri barang-barang kami supaya bisa kamu jual, tapi apakah kamu
nggak tahu bahwa dengan mencuri data-data di dalam barang-barang ini berarti
kamu merusak kegiatan sekolah kami?!
Klimaksnya adalah saya bilang bahwa barang-barang yang
dia curi berisi data-data pasien rumah sakit itu. Si maling langsung mengkeret
pucat. Terlebih lagi bahwa dia mengaku kalau ternyata dia memang mencuri HP
saya, dan HP saya sudah dia transfer ke tukang tadah.
Saya nggak kasih dia ampun. Saya tidak peduli soal tukang tadah, saya tetap
tuntut dia untuk kembalikan HP saya, atau saya akan bawa masalah ini ke kantor
polisi. Karena di dalam HP itu, saya bilang, ada banyak data pasien rumah sakit
itu, dan datanya berharga lebih banyak daripada harga beli HP-nya!
Akhirnya besoknya, kemarahan saya berbuah hasil. HP saya kembali. Tanpa
cacat. Saya pun kembali ngurusin pasien, dan membatalkan niat untuk bikin BAP
di kantor polisi..
Si maling diputuskan untuk mengembalikan semua barang yang di curi. Dia
akan bekerja tanpa digaji selama beberapa kurun waktu, karena gajinya akan dia
gunakan untuk membayar duit yang dia rampok. Kepala bidan melarang keras si
maling bekerja di kamar bersalin lagi, sehingga dia pun dipindahkan ke
departemen lain.
Si agensi outsourcing sempat berusaha memohon kepada kepala bidan dan
dokter untuk meminta keringanan untuk kompensasi, tapi kami semua menolak.
Karena pencurian tidak bisa ditoleransi. Jika maling yang ini diampuni dan
dibiarkan tidak mengganti barang yang dirampoknya, bukan tidak mungkin lain
kali akan terjadi hal yang sama oleh pegawai lain. Siapa mau kerja di tempat
yang rawan pencurian?
Menuntut hak kita untuk mendapatkan kembali barang yang
dirampas ternyata tidak sia-sia. Sewaktu saya menuntut HP saya balik, saya
merasa sebagai manusia yang menuntut untuk dimanusiakan oleh malingnya. Dan
menuntut keadilan itu harus sama, tanpa peduli meskipun mungkin malingnya
mencuri karena alasan ekonomi.