"Tolong, Dok, tolong.." Perempuan itu memandang saya dengan tampang memelas. "Anak saya di rumah sudah dua dari suami yang pertama. Dengan suami yang ini saya masih nikah siri. Suami yang ini belum resmi cerai dari istrinya yang pertama. Saya takut kalau anak ini lahir sedangkan status saya masih belum jelas.."
Saya menatapnya balik dengan tampang flat. "Lha belum resmi cerai kok sudah sama yang lain?"
Sang perempuan nampak jengah. "Yah..gimana ya.."
Saya menjawab dalam hati, "Because we girls are fools." Yah, tentu saja gw ngerti perasaan elu.
Tapi saya tetap tidak mau melakukan permintaannya.
"Bu, keputusan saya tidak bisa digugat. Kami tidak bisa melakukan apa yang Anda inginkan."
"Tapi, Dok, saya baru terlambat haid seminggu.."
Saya nyahut dalam hati, artinya anak itu sudah punya neural tube. Umurnya sudah 3 minggu.
Saya menggeleng. "Kembalilah ke rumah sakit ini besok pagi. Kami akan USG. Kami akan rawat janin Ibu supaya sehat."
Dia mulai putus asa. "Tapi saya belum resmi cerai, Dok.."
"Kami akan rawat anak Ibu," kata saya tenang. "Dan sebaiknya Ibu juga ikut merawat anak Ibu. Bukan begitu?"
***
Dan beberapa bulan kemudian, saya dapat kasus yang sama lagi.
Terlambat dua minggu. Dan sekarang test pack-nya positif.
"Wah, bakalan dapet adek dong," kata saya.
Si pasien malah merengut. "Dok, saya kepingin dikiret aja."
Saya terhenyak. "Apa?"
"Saya nggak kepingin anak ini, Dok," tukas pasiennya, sambil memilin-milin ujung jilbabnya.
Saya meliriknya dari atas ke bawah. "Kok ke sini sendirian? Suaminya ke mana, Bu?"
"Ke luar kota. Kerja."
"Sampeyan ndak kepingin anak ini kok nggak KB aja sih dari dulu-dulu?"
Si pasien menunduk. "Yah saya ndak ngira kalau bisa kebobolan. Lagian saya kirain tanggalnya nggak pas. Orang baru dua kali kok.."
"Dua kali?? Katanya menikahnya sudah delapan bulan?"
"Ini.." Si pasien menelan ludah dengan susah-payah. "Ini masih nikah siri.."
Dia hampir menangis. Saya menatapnya lekat-lekat.
Lalu saya tidak banyak bicara lagi. Hasil USG senilai 13 minggu masih menempel di map rekam medisnya. Saya menulis cepat di kertas resep, lalu saya sodorkan kertasnya ke pasiennya. "Diminum satu kali sehari."
Mata pasiennya berseri-seri. "Ini untuk mengeluarkan ya, Dok?"
"Bukan. Ini vitamin supaya anaknya sehat dan otaknya pintar," jawab saya kalem.
Si pasien melenguh kecewa. "Dia kan masih daging, Dok. Belum jadi anak!"
Saya menatapnya, kasihan melihat ketidaktahuannya. "Bu, anak Ibu yang masih daging itu punya nyawa."
***
Pagi ini saya dikirim message oleh seorang kawan. Katanya test pack-nya negatif lagi. Sudah tiga kali dalam sebulan ini dia beli alat test pack. Dia begitu terobsesi kepingin hamil sampai dia mencoba semua merk test pack yang dijual di Kimia Farma.
Di dunia ini, orang rela melakukan apa saja supaya bisa punya anak. Tapi banyak juga yang memohon-mohon supaya anaknya digugurkan. Mungkin mereka harus duduk bersebelahan supaya mereka bisa dapet solusi untuk masalah masing-masing.
Saya sekolah tinggi-tinggi untuk jadi orang yang bermanfaat. Bukan untuk membunuh anak yang sebenarnya layak untuk hidup.
www.laurentginekologi.wordpress.com
www.laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com
Saya menatapnya balik dengan tampang flat. "Lha belum resmi cerai kok sudah sama yang lain?"
Sang perempuan nampak jengah. "Yah..gimana ya.."
Saya menjawab dalam hati, "Because we girls are fools." Yah, tentu saja gw ngerti perasaan elu.
Tapi saya tetap tidak mau melakukan permintaannya.
"Bu, keputusan saya tidak bisa digugat. Kami tidak bisa melakukan apa yang Anda inginkan."
"Tapi, Dok, saya baru terlambat haid seminggu.."
Saya nyahut dalam hati, artinya anak itu sudah punya neural tube. Umurnya sudah 3 minggu.
Saya menggeleng. "Kembalilah ke rumah sakit ini besok pagi. Kami akan USG. Kami akan rawat janin Ibu supaya sehat."
Dia mulai putus asa. "Tapi saya belum resmi cerai, Dok.."
"Kami akan rawat anak Ibu," kata saya tenang. "Dan sebaiknya Ibu juga ikut merawat anak Ibu. Bukan begitu?"
***
Dan beberapa bulan kemudian, saya dapat kasus yang sama lagi.
Terlambat dua minggu. Dan sekarang test pack-nya positif.
"Wah, bakalan dapet adek dong," kata saya.
Si pasien malah merengut. "Dok, saya kepingin dikiret aja."
Saya terhenyak. "Apa?"
"Saya nggak kepingin anak ini, Dok," tukas pasiennya, sambil memilin-milin ujung jilbabnya.
Saya meliriknya dari atas ke bawah. "Kok ke sini sendirian? Suaminya ke mana, Bu?"
"Ke luar kota. Kerja."
"Sampeyan ndak kepingin anak ini kok nggak KB aja sih dari dulu-dulu?"
Si pasien menunduk. "Yah saya ndak ngira kalau bisa kebobolan. Lagian saya kirain tanggalnya nggak pas. Orang baru dua kali kok.."
"Dua kali?? Katanya menikahnya sudah delapan bulan?"
"Ini.." Si pasien menelan ludah dengan susah-payah. "Ini masih nikah siri.."
Dia hampir menangis. Saya menatapnya lekat-lekat.
Lalu saya tidak banyak bicara lagi. Hasil USG senilai 13 minggu masih menempel di map rekam medisnya. Saya menulis cepat di kertas resep, lalu saya sodorkan kertasnya ke pasiennya. "Diminum satu kali sehari."
Mata pasiennya berseri-seri. "Ini untuk mengeluarkan ya, Dok?"
"Bukan. Ini vitamin supaya anaknya sehat dan otaknya pintar," jawab saya kalem.
Si pasien melenguh kecewa. "Dia kan masih daging, Dok. Belum jadi anak!"
Saya menatapnya, kasihan melihat ketidaktahuannya. "Bu, anak Ibu yang masih daging itu punya nyawa."
***
Pagi ini saya dikirim message oleh seorang kawan. Katanya test pack-nya negatif lagi. Sudah tiga kali dalam sebulan ini dia beli alat test pack. Dia begitu terobsesi kepingin hamil sampai dia mencoba semua merk test pack yang dijual di Kimia Farma.
Di dunia ini, orang rela melakukan apa saja supaya bisa punya anak. Tapi banyak juga yang memohon-mohon supaya anaknya digugurkan. Mungkin mereka harus duduk bersebelahan supaya mereka bisa dapet solusi untuk masalah masing-masing.
Saya sekolah tinggi-tinggi untuk jadi orang yang bermanfaat. Bukan untuk membunuh anak yang sebenarnya layak untuk hidup.
www.laurentginekologi.wordpress.com
www.laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com