Pasien itu menunduk malu sekaligus ngeri. "Saya takut kalo tangan dokternya masuk ke dalem bawahnya saya," katanya ngaku.
Saya nggaruk-nggaruk kepala. Saya bisa ngerti sih, apa yang dia takutkan. Siyalnya yang kayak gini nggak cuman dia doang. Bahkan teman-teman cewek saya yang pemberani dan udah sekolah tinggi pun masih banyak yang takut diperiksa dalem.
"Langsung USG aja. Saya bayar," kilah mereka pasti begitu.
Oh yeah, seolah-olah dengan USG maka semua penyakit bisa keliatan.
Makanya banyak pasien nggak mau diperiksa dalem. Lalu karena dokter kandungannya takut prakteknya jadi sepi karena pasiennya takut diperiksa dalem, maka mereka pun ogah maksa pasiennya periksa dalem. Sekarang kan jamannya dokter males berantem sama pasien. Daripada pasiennya nuntut karena merasa dipaksa, mending pasiennya disuruh tanda tangan di surat pernyataan menolak periksa dalem. Bahwa ternyata di dalem vaginanya ada tumor yang ganas? Itu risiko pasiennya. Lha kan nggak mau diperiksa dalem?
Saya jadi inget pasien yang saya periksa beberapa hari yang lalu. Di perutnya ada bekas jahitan operasi. Ternyata enam bulan yang lalu, pasiennya baru operasi angkat tumor di luar kota, karena di dalem rahimnya ada tumornya. Sekarang pasiennya dateng ke sini, soalnya mensnya nggak karuan dan pinggangnya sakit di sana sini. Dia nggak mau balik ke dokter kandungan yang ngoperasi dia dulu, soalnya dianggepnya nggak manjur. Lha sudah dioperasi kok masih mens nggak karuan?
Setelah kami membujuk-bujuk pasiennya setengah mati, akhirnya pasiennya mau diperiksa dalem. Dengan syarat yang meriksa dokternya cewek. Baiklah, kata saya. Sini saya lihat. Saat saya masukkan jari saya ke dalem vaginanya dan dia mulet-mulet kegelian, saya tertegun. Demit. Kanker serviks.
"Bu? Dulu dokter yang ngoperasi Ibu, sebelumnya meriksanya kayak saya gini, nggak?" tanya saya.
"Nggak, Dok.." jawabnya getir.
"Maksudnya nggak, gimana?"
"Tangannya nggak masuk kayak gini, Dok.." jawabnya lemah. "Dok, udah dong, Dok, jangan lama-lama tangannya.."
Saya menarik tangan saya keluar dan cuci tangan. Si pasien yang jengah, kembali pakai celana dalamnya dan memandang saya dengan cemas.
"Dok? Penyakit saya nggak bahaya kan?"
Saya menatapnya, bingung harus ngomong apa.
Kanker serviks tidak muncul mendadak. Apalagi yang sudah sampek ke stadium parah gini. Sekarang jalan untuk menolong dia hanya dengan terapi sinar. Itu juga kalau dia punya cukup duit untuk bayar terapi.
Coba kalau ketahuan kankernya masih stadium dua dulu. Pengobatannya masih gampang. Tinggal angkat kandungan, maka masalahnya akan selesai. Nggak perlu punya kanker sampek nyebar ke saluran kencingnya gini. Dan dia pernah punya kesempatan untuk itu. Ya pada saat dokternya mau ngoperasi angkat tumor rahim yang dulu itu.
Sayang kalau penyakit bisa nggak ketahuan cuman gara-gara pasiennya nggak mau periksa dalem..
Padahal periksa dalem itu sangat sederhana. Dua jari masuk dan muter aja di dalem terowongan itu. Ini sebenarnya sama dengan masukin penis ke dalem vagina, seperti yang biasa terjadi pada hubungan suami-istri. Gerakan penis kan ya gitu-gitu doang, muter-muter, nyundul-nyundul. Gerakan periksa dalem ya samalah.
Kenapa kok kanker sampek nggak ketahuan? Karena dokternya nggak periksa dalem..
Kenapa dokternya nggak periksa dalem? Ya karena pasiennya memang nggak mau diperiksa dalem..
Powered by Telkomsel BlackBerry®