Soalnya kau tidak tahu bagaimana rasanya memakai sepatunya.
Akhir-akhir ini di internet banyak beredar hujatan terhadap profesi financial planner. Dimulai dari kejadian sebuah biro perencana keuangan yang memberi rekomendasi sebuah CV berinisial "PM" untuk dijadikan tempat nanam modal kepada seorang calon investor. Ternyata CV itu nggak bisa bayar, pemilik CV-nya kabur membawa lari duit sang investor. Sang investor marah-marah kepada biro perencana keuangan tadi, coz dianggap kasih rekomendasi yang salah, lalu kisah itu di-blow up di media massa. Memang akhirnya si pemilik CV pun ditangkep polisi, tapi nama baik biro perencana keuangannya sudah kadung tercemar.
Kisah terulang lagi gegara seorang artis berinisial FH minggu ini ngamuk di media massa, coz merugi jutaan setelah nanam modal di sebuah PT. Padahal dos-q nanam modal di tempat itu setelah konsul ke biro perencana keuangan dan sang biro itu bilang bahwa PT ini aman buat ditanamin modal. Ngomong-ngomong, biro yang dikira "ikutan" merugikan FH dan jadi rekomendatornya CV "PM" ini adalah biro yang sama.
Gegara ini, orang jadi ngeh bahwa di dunia ini ada profesi bernama perencana keuangan. Dan gegara berita-berita ini juga, profesi perencana keuangan jadi dihujat oleh orang awam.
Saya nggak akan ngocehin perkara investasi bodong ini, tapi saya akan fokus terhadap isu penghujatan profesi.
Profesi saya dokter. Tahun lalu, profesi saya dihujat gegara dokter-dokter di seluruh Indonesia mogok massal nggak mau kerja lantaran ngamuk mendengar tiga kolega kami dipenjara karena disangka membunuh ibu ketika berusaha menyelamatkan janin yang dia lahirkan. Kolega-kolega kami akhirnya dibebaskan beberapa bulan lalu dan sekarang sepertinya nggak ada media massa yang ngocehin tuduhan membunuh itu lagi. Dan saya belom pernah denger ada dokter yang prakteknya jadi sepi cuman gegara dos-q ikutan mogok yang hanya berlangsung sehari itu.
Tapi kami belum lupa bahwa profesi kami pernah di-bully. Akibatnya semua dokter sekarang cari aman. Tidak ada praktek pertolongan kalau tidak ada surat ijin praktek. Entah pertolongan itu berupa tindakan menyuntik, atau menuliskan resep, atau sekedar jawab konsul via SMS. Karena dokter seperti manusia biasa, dalam usahanya bekerja, bisa saja khilaf. Dan kekhilafan itu mestinya tidak berujung pada pencemaran nama baik di media apalagi membuatnya dipidana.
Balik lagi ke urusan profesi. Profesi itu punya ciri khas, harus ada latar belakang kompetensinya. Lalu harus ada regulasinya. Dokter itu profesi, coz harus sekolah khusus bidang kedokteran dulu untuk jadi dokter. Dan regulasinya adalah regulasi dari Ikatan Dokter Indonesia.
Pengacara itu profesi, coz harus sekolah advokat dulu untuk jadi pengacara. Dan ada asosiasi khusus advokat di Indonesia.
Polisi itu profesi, coz ada sekolah polisi. Ada lembaga yang ngatur polisi yaitu Polri.
Pengobat alternatif itu bukan profesi. Karena nggak ada lembaga yang ngatur kompetensi pengobatan alternatif. Apalagi lembaga yang kasih ijin apakah pengobat alternatif itu boleh "praktek" atau tidak.
Seniman itu sebetulnya profesi. Karena ada sekolah seni yang menentukan kompetensinya. Dan ada lembaganya juga, misalnya yang saya tahu itu PARFI. Tapi dalam prakteknya, di Indonesia banyak orang bisa main sinetron dan dihonorin banyak tanpa harus kuliah dulu di IKJ.
Blogger bukan profesi. Kompetensinya nggak ada, biarpun untuk mempertahankan blog kudu bisa nulis dengan bagus dan mengendalikan page visitor dengan baik. Nggak ada lembaga yang kasih ijin apakah seseorang boleh ngeblog atau tidak.
Lha perencana keuangan? Orang sepertinya nggak tahu bahwa untuk jadi perencana keuangan itu harus belajar dulu secara khusus selama kurun waktu tertentu. Dan saya belom tahu apakah Otorisasi Jasa Keuangan berwenang untuk melegalisasi atau malah menutup seseorang untuk jadi perencana keuangan.
Lebih repot lagi, orang sepertinya nggak tahu bahwa keuangan itu mestinya direncanakan. Boleh direncanakan sendiri atau melibatkan makhluk profesional yang bernama perencana keuangan. Karena nggak tahu tentang pentingnya perencanaan keuangan itu, implikasinya banyak orang nggak merencanakan keuangan. Akibatnya di negeri ini banyak orang tua yang semula tajir pun gagal mewariskan kesuksesan duitnya kepada anak-anaknya karena memang nggak pernah merencanakan keuangan. Mungkin Anda salah satunya.
Karena banyak faktor nggak tahu tentang profesi-profesian ini, ketika sebuah profesi gagal memuaskan kliennya, maka profesi itu dihujat. Padahal yang menghujat itu nggak tahu bagaimana profesi itu telah bekerja keras untuk melayani kliennya.
Dokter nggak sembarangan mengobati pasien. Dia menginterogasi pasiennya, dia periksa seluruh badan pasiennya. Berdasarkan data-data yang dia peroleh, dia putuskan bahwa pasiennya butuh obat X, bukan obat Y. Sayangnya karena ternyata penyakit pasien itu berasal dari Tuhan, bukan diciptakan oleh pasiennya sendiri, maka obat X pun tidak manjur dan dokter yang dihujat.
Pengacara yang mau belain kliennya juga butuh data. Dia mau tahu kenapa kliennya dirugikan atau dituduh bersalah, dia cari undang-undang yang mengatur apakah kliennya sudah mendapatkan atau memberi perlakuan yang adil atau tidak. Dengan data itu, dia berargumentasi di pengadilan bahwa menurut undang-undang, kliennya nggak bersalah. Kalau menurut rakyat sebetulnya klien itu melakukan hal yang tidak adil, apakah harus menghujat pengacaranya? Ya nggak dong, yang mestinya dihujat ya undang-undangnya.
Polisi untuk bisa nangkep penjahat, harus tahu dulu penjahatnya itu siapa, posisi penjahatnya kira-kira di mana, penjahatnya baru melakukan kejahatan apa. Dia akan tanya dulu sama korban seperti apa tampang penjahatnya. Dia tanya sama orang-orang di TKP, pernah lihat orang lewat yang tampangnya kayak gini nggak. Dia mau tahu buktinya apa, kok sampek korbannya merasa dijahatin. Lha kalau korbannya telat lapor, nggak punya bukti, dan orang-orang di TKP nggak merasa pernah lihat penjahatnya, gimana polisinya mau nangkep penjahatnya? Apakah terus polisinya layak dihujat?
Perencana keuangan kan juga begitu. Sebelum dia kasih rekomendasi bahwa CV atau PT Anu itu layak ditanamin modal, dia udah selidikin dulu laporan keuangan si Anu itu. Di laporan keuangannya ada bukti bahwa si Anu bisa menghasilkan laba sekitar Y persen. CEO-nya si Anu itu lulusan dari sekolah bagus dan udah jadi manajer selama sekian tahun. Sumber dayanya si Anu itu bagus-bagus dan setiap tahun profitnya selalu nambah. Aman kan buat ditanamin modal?
Tapi yang tidak diketahui sang perencana keuangan, ternyata diam-diam CEO-nya dicopot oleh pemiliknya si Anu karena sang CEO nikungin putrinya si Anu. Karena nggak nemu CEO pengganti yang cemerlang, maka si Anu mengganti bahan baku dengan bahan KW. Dasar bahan KW berakibat jadi produk KW, maka produk nggak laku dan si Anu merugi. Padahal si Anu masih punya kewajiban bayar komisi ke ribuan investor yang udah kadung nanam modal. Awal-awal si Anu memang bisa bayar komisi ke investornya, tapi lama-lama nggak kuat bayar. Hal-hal drama yang kayak gini yang mungkin nggak bisa diramalkan perencana keuangan.
Jadi pekerjaan dari setiap profesi memang ada risiko ruginya. Meskipun setiap profesi sudah berupaya keras meminimalisir risiko rugi itu, tapi risiko akan terjadi kerugian yang tidak bisa diramalkan akan selalu ada. Dan yang tahu seberapa keras profesi itu berupaya, hanyalah orang-orang yang berkecimpung di dunia profesi tersebut. Nggak pantas orang menghujat suatu profesi, apalagi kalau orang itu nggak tahu seberapa keras profesi itu telah berusaha.
Because you don't know what it feels to be in their shoes.
Apalagi kalau Anda sehari-harinya cuman pakai sandal.
http://laurentina.wordpress.com
http://georgetterox.blogspot.com
Akhir-akhir ini di internet banyak beredar hujatan terhadap profesi financial planner. Dimulai dari kejadian sebuah biro perencana keuangan yang memberi rekomendasi sebuah CV berinisial "PM" untuk dijadikan tempat nanam modal kepada seorang calon investor. Ternyata CV itu nggak bisa bayar, pemilik CV-nya kabur membawa lari duit sang investor. Sang investor marah-marah kepada biro perencana keuangan tadi, coz dianggap kasih rekomendasi yang salah, lalu kisah itu di-blow up di media massa. Memang akhirnya si pemilik CV pun ditangkep polisi, tapi nama baik biro perencana keuangannya sudah kadung tercemar.
Kisah terulang lagi gegara seorang artis berinisial FH minggu ini ngamuk di media massa, coz merugi jutaan setelah nanam modal di sebuah PT. Padahal dos-q nanam modal di tempat itu setelah konsul ke biro perencana keuangan dan sang biro itu bilang bahwa PT ini aman buat ditanamin modal. Ngomong-ngomong, biro yang dikira "ikutan" merugikan FH dan jadi rekomendatornya CV "PM" ini adalah biro yang sama.
Gegara ini, orang jadi ngeh bahwa di dunia ini ada profesi bernama perencana keuangan. Dan gegara berita-berita ini juga, profesi perencana keuangan jadi dihujat oleh orang awam.
Saya nggak akan ngocehin perkara investasi bodong ini, tapi saya akan fokus terhadap isu penghujatan profesi.
Profesi saya dokter. Tahun lalu, profesi saya dihujat gegara dokter-dokter di seluruh Indonesia mogok massal nggak mau kerja lantaran ngamuk mendengar tiga kolega kami dipenjara karena disangka membunuh ibu ketika berusaha menyelamatkan janin yang dia lahirkan. Kolega-kolega kami akhirnya dibebaskan beberapa bulan lalu dan sekarang sepertinya nggak ada media massa yang ngocehin tuduhan membunuh itu lagi. Dan saya belom pernah denger ada dokter yang prakteknya jadi sepi cuman gegara dos-q ikutan mogok yang hanya berlangsung sehari itu.
Tapi kami belum lupa bahwa profesi kami pernah di-bully. Akibatnya semua dokter sekarang cari aman. Tidak ada praktek pertolongan kalau tidak ada surat ijin praktek. Entah pertolongan itu berupa tindakan menyuntik, atau menuliskan resep, atau sekedar jawab konsul via SMS. Karena dokter seperti manusia biasa, dalam usahanya bekerja, bisa saja khilaf. Dan kekhilafan itu mestinya tidak berujung pada pencemaran nama baik di media apalagi membuatnya dipidana.
Balik lagi ke urusan profesi. Profesi itu punya ciri khas, harus ada latar belakang kompetensinya. Lalu harus ada regulasinya. Dokter itu profesi, coz harus sekolah khusus bidang kedokteran dulu untuk jadi dokter. Dan regulasinya adalah regulasi dari Ikatan Dokter Indonesia.
Pengacara itu profesi, coz harus sekolah advokat dulu untuk jadi pengacara. Dan ada asosiasi khusus advokat di Indonesia.
Polisi itu profesi, coz ada sekolah polisi. Ada lembaga yang ngatur polisi yaitu Polri.
Pengobat alternatif itu bukan profesi. Karena nggak ada lembaga yang ngatur kompetensi pengobatan alternatif. Apalagi lembaga yang kasih ijin apakah pengobat alternatif itu boleh "praktek" atau tidak.
Seniman itu sebetulnya profesi. Karena ada sekolah seni yang menentukan kompetensinya. Dan ada lembaganya juga, misalnya yang saya tahu itu PARFI. Tapi dalam prakteknya, di Indonesia banyak orang bisa main sinetron dan dihonorin banyak tanpa harus kuliah dulu di IKJ.
Blogger bukan profesi. Kompetensinya nggak ada, biarpun untuk mempertahankan blog kudu bisa nulis dengan bagus dan mengendalikan page visitor dengan baik. Nggak ada lembaga yang kasih ijin apakah seseorang boleh ngeblog atau tidak.
Lha perencana keuangan? Orang sepertinya nggak tahu bahwa untuk jadi perencana keuangan itu harus belajar dulu secara khusus selama kurun waktu tertentu. Dan saya belom tahu apakah Otorisasi Jasa Keuangan berwenang untuk melegalisasi atau malah menutup seseorang untuk jadi perencana keuangan.
Lebih repot lagi, orang sepertinya nggak tahu bahwa keuangan itu mestinya direncanakan. Boleh direncanakan sendiri atau melibatkan makhluk profesional yang bernama perencana keuangan. Karena nggak tahu tentang pentingnya perencanaan keuangan itu, implikasinya banyak orang nggak merencanakan keuangan. Akibatnya di negeri ini banyak orang tua yang semula tajir pun gagal mewariskan kesuksesan duitnya kepada anak-anaknya karena memang nggak pernah merencanakan keuangan. Mungkin Anda salah satunya.
Karena banyak faktor nggak tahu tentang profesi-profesian ini, ketika sebuah profesi gagal memuaskan kliennya, maka profesi itu dihujat. Padahal yang menghujat itu nggak tahu bagaimana profesi itu telah bekerja keras untuk melayani kliennya.
Dokter nggak sembarangan mengobati pasien. Dia menginterogasi pasiennya, dia periksa seluruh badan pasiennya. Berdasarkan data-data yang dia peroleh, dia putuskan bahwa pasiennya butuh obat X, bukan obat Y. Sayangnya karena ternyata penyakit pasien itu berasal dari Tuhan, bukan diciptakan oleh pasiennya sendiri, maka obat X pun tidak manjur dan dokter yang dihujat.
Pengacara yang mau belain kliennya juga butuh data. Dia mau tahu kenapa kliennya dirugikan atau dituduh bersalah, dia cari undang-undang yang mengatur apakah kliennya sudah mendapatkan atau memberi perlakuan yang adil atau tidak. Dengan data itu, dia berargumentasi di pengadilan bahwa menurut undang-undang, kliennya nggak bersalah. Kalau menurut rakyat sebetulnya klien itu melakukan hal yang tidak adil, apakah harus menghujat pengacaranya? Ya nggak dong, yang mestinya dihujat ya undang-undangnya.
Polisi untuk bisa nangkep penjahat, harus tahu dulu penjahatnya itu siapa, posisi penjahatnya kira-kira di mana, penjahatnya baru melakukan kejahatan apa. Dia akan tanya dulu sama korban seperti apa tampang penjahatnya. Dia tanya sama orang-orang di TKP, pernah lihat orang lewat yang tampangnya kayak gini nggak. Dia mau tahu buktinya apa, kok sampek korbannya merasa dijahatin. Lha kalau korbannya telat lapor, nggak punya bukti, dan orang-orang di TKP nggak merasa pernah lihat penjahatnya, gimana polisinya mau nangkep penjahatnya? Apakah terus polisinya layak dihujat?
Perencana keuangan kan juga begitu. Sebelum dia kasih rekomendasi bahwa CV atau PT Anu itu layak ditanamin modal, dia udah selidikin dulu laporan keuangan si Anu itu. Di laporan keuangannya ada bukti bahwa si Anu bisa menghasilkan laba sekitar Y persen. CEO-nya si Anu itu lulusan dari sekolah bagus dan udah jadi manajer selama sekian tahun. Sumber dayanya si Anu itu bagus-bagus dan setiap tahun profitnya selalu nambah. Aman kan buat ditanamin modal?
Tapi yang tidak diketahui sang perencana keuangan, ternyata diam-diam CEO-nya dicopot oleh pemiliknya si Anu karena sang CEO nikungin putrinya si Anu. Karena nggak nemu CEO pengganti yang cemerlang, maka si Anu mengganti bahan baku dengan bahan KW. Dasar bahan KW berakibat jadi produk KW, maka produk nggak laku dan si Anu merugi. Padahal si Anu masih punya kewajiban bayar komisi ke ribuan investor yang udah kadung nanam modal. Awal-awal si Anu memang bisa bayar komisi ke investornya, tapi lama-lama nggak kuat bayar. Hal-hal drama yang kayak gini yang mungkin nggak bisa diramalkan perencana keuangan.
Jadi pekerjaan dari setiap profesi memang ada risiko ruginya. Meskipun setiap profesi sudah berupaya keras meminimalisir risiko rugi itu, tapi risiko akan terjadi kerugian yang tidak bisa diramalkan akan selalu ada. Dan yang tahu seberapa keras profesi itu berupaya, hanyalah orang-orang yang berkecimpung di dunia profesi tersebut. Nggak pantas orang menghujat suatu profesi, apalagi kalau orang itu nggak tahu seberapa keras profesi itu telah berusaha.
Because you don't know what it feels to be in their shoes.
Apalagi kalau Anda sehari-harinya cuman pakai sandal.
http://laurentina.wordpress.com
http://georgetterox.blogspot.com