Sekitar 80% ikan yang
hidup di Kali Brantas, Jawa Timur, ternyata betina. Artinya jumlah ikan jantan di
sungai itu mungkin hanya seperempatnya. Jika ini dibiarkan terus-menerus, di
masa depan kita akan lebih jarang menemukan ikan-ikan yang masih anakan, dan
bukan tidak mungkin lama-kelamaan populasi ikan makin punah. Akibatnya tentu
adalah kekacauan rantai makanan dalam ekosistem, yang lambat-laun akhirnya akan
merembet mengancam kehidupan kita juga sebagai manusia.
Ketika Semua Ikan Menjadi Betina
Bagaimana bisa ikan-ikan
di sungai itu kebanyakan betina? Prigi Arisandi, ilmuwan lingkungan asal
Surabaya dalam kampanyenya pada sebuah pertemuan blogger di Pandaan, Pasuruan,
bercerita. Tim riset yang dimotorinya, Ecoton, menemukan bahwa lebih banyak
ikan yang menetas sebagai betina karena gangguan pada proses pembentukan jenis
kelamin ikan itu sendiri semenjak mereka masih dalam bentuk anak. Bakal ikan
yang semula mengalami spermatogenesis, atau dalam bahasa awamnya, proses pembentukan
jenis kelamin jantan, terganggu oleh karena sungai tempatnya bernaung telah
tercemar sampah. Wujud sampah tersebut antara lain sisa pakan ternak yang
dibuang oleh masyarakat. Pakan ternak ini mengandung etinil estradiol, zat kimiawi
mirip estrogen, alias hormon yang membentuk sifat betina. Sumber sampah lainnya
yang juga mengandung hormon ini adalah urin manusia dari jamban-jamban rumah
tangga maupun mereka yang buang air kecil langsung di sungai, dan kebetulan
urin ini juga mengandung etinil estradiol (biasanya karena manusia tersebut
mengonsumsi pil KB). Ketika zat feminin ini mengkontaminasi sungai dan terminum
oleh si bakal anak ikan, maka hormon ini akan mendominasi hormon jantan yang
dikandung oleh si bakal anak ikan. Akibatnya anak ikan tersebut cenderung lahir
sebagai betina. Dan karena sampah yang mengandung zat-zat mirip estrogen ini berjumlah
cukup banyak sampai mencemari Kali Brantas, maka anak-anak ikan yang terlahir
sebagai betina pun jumlahnya membludak.
Ini masih diperparah
produk pencemar lainnya dari sampah, yaitu bisfenol A alias BPA. BPA hasil sampah
ynag juga banyak ditemukan mencemari sungai Brantas ini punya efek buruk mengganggu
pematangan sel sperma pada ikan-ikan jantan. Akibatnya ikan jantan tersebut
menjadi kesulitan untuk membuahi ikan betina yang sudah telanjur mendominasi
sungai tadi.
Dan ketika masyarakat
yang tinggal di sepanjang daerah aliran sungai kesulitan untuk memperoleh air minum,
suka tidak suka mereka terpaksa akan mengonsumsi air sungai yang telah tercemar
tadi. Padahal BPA yang terkandung dalam air, bila terkonsumsi oleh bayi
manusia, akan mengintervensi sel-sel otak sehingga mengakibatkan anak tersebut
mengalami kelainan hiperaktivitas. Sel-sel otak anak yang terlalu banyak
menelan BPA ternyata juga cenderung menyebabkan anak menjadi lebih agresif.
Jika sifat ini sulit dikendalikan, ia akan mengalami kesulitan belajar dan kelainan
ini akan mengganggu proses perkembangannya untuk jadi dewasa.
Ketika Pembangunan Berbuntut pada Banjir
Pencemaran limbah pada daerah
aliran sungai Brantas memang saat ini dalam kondisi mencemaskan. Ecoton
menunjukkan bahwa hampir seluruh daerah tersebut dalam keadaan tercemar,
terutama di daerah hilirnya di sekitar area kota Surabaya yang sudah penuh oleh
sampah rumah tangga maupun sampah industri. Adapun daerah hulu sungai yang
diharapkan lebih steril dari kepadatan penduduk, nyaris kesulitan untuk
menyuplai air bersih lantaran area hutan semakin menyempit. Padahal pepohonan
di hutan sangat diharapkan untuk bisa menyerap air hujan agar dapat menjadi
sumber untuk air tanah. Ketika musim hujan menjadi sulit diprediksi di
Indonesia, hujan yang masif menjadi bencana karena tidak siapnya lahan hutan
untuk menampung air. Akibatnya pun bisa diduga: banjir.
Tim Ecoton membeberkan
hasil penelitian mereka, menjelaskan bagaimana pembangunan perumahan dan
industri yang tidak terkendali di sepanjang daerah aliran sungai Brantas telah
berkontribusi banyak terhadap banjir selama bertahun-tahun di Jawa Timur. Selain
banjir ini, ancaman masa depan yang masih mengintai tentu saja adalah rusaknya ekosistem
akibat makin jarangnya ikan jantan karena kebanyakan ikan sudah menjadi betina.
Suatu hari nanti kita mungkin akan jarang melihat ikan. Ketika tak ada lagi cukup
bangkai ikan untuk didegradasi oleh plankton-plankton, bisa dipastikan
makhluk-makhluk pengurai ini akan mati karena tidak dapat makanan. Jika semua
hewan ini mati, maka apa yang bisa dimakan oleh manusia untuk bertahan hidup?
Kampanye pada Masyarakat
Selain mengadvokasi
pemerintah lokal untuk menerbitkan regulasi yang mampu melindungi mata air, Ecoton
juga aktif berkampanye ke masyarakat. Programnya yang mengajak anak-anak
sekolah untuk ikut mengamati sungai, antara lain mengajari mereka tentang
betapa beragamnya ikan yang tinggal di sungai itu, dan betapa banyaknya spesies
ikan yang sudah hampir punah. Mereka memberitahukan bahwa sebenarnya masyarakat
bisa ikut serta melindungi air dengan cara-cara yang sederhana. Misalnya dengan
mengawasi hutan agar tidak terjadi penebangan liar.
Nilai lainnya yang juga
dikampanyekan ke masyarakat ialah mengurangi pemakaian produk-produk yang sulit
terurai, misalnya kantong plastik dan popok bayi. Karena kepadatan pemukiman
akan menciptakan sampah, dan keterbatasan pengendalian sampah akan merangsang
masyarakat untuk membuang sampah mereka yang sulit terurai itu, ke sungai. Beberapa
perusahaan air minum, seperti Danone yang memproduksi Aqua, mengalokasikan dana
corporate social responsibility mereka untuk membuat bank daur ulang sampah
plastik di Desa Jatianom, kawasan Pasuruan. Masyarakat diajari untuk
menggunakan kembali sampah plastik dari rumah-rumah mereka untuk menjadikannya
produk baru yang punya nilai tambah. Dengan cara ini, diharapkan tidak saja sumber
air di daerah aliran sungai itu berhasil diremajakan kembali, namun pencemaran sungai
juga berhasil dikurangi dan perekonomian masyarakat juga menjadi lebih berdaya.
Air dan Kehidupan, untuk Indonesia yang Lebih
Sehat
Perjalanan bangsa kita
untuk memiliki generasi yang sehat mungkin masih panjang. Tetapi usaha kita
melindungi dan melestarikan sumber air akan berkontribusi banyak untuk
perbaikan generasi yang lebih baik di masa depan. Saat kita bekerja menjaga air,
sebenarnya kita sedang menyiapkan rumah yang lebih baik untuk keturunan kita
yang akan meninggalinya nanti. Dan kabar baiknya, upaya itu dapat dimulai dari
hal-hal kecil yang sederhana. Bergaya hidup sehat. Melindungi sumber air dari
sampah. Dan mungkin, menyisakan area perumahan untuk membangun pohon.
Karena pada akhirnya,
kita tetap ingin anak cucu kita di masa depan nanti tetap bisa makan ikan,
bukan?
Sumber:
Presentasi Being Part of Solution for Environmental
Crisis oleh Prigi Arisandi, 19 Juli 2014, Pandaan, Pasuruan
Lembar Fakta Payung Inisiatif Keberlanjutan Aqua (Aqua
Lestari), oleh Aqua Plant
Presentasi Siklus Air oleh Daru Setyorini
Semua sumber disampaikan
kepada saya oleh Blog Detik.
Artikel ini sudah saya muat di sini.