Sewaktu demam tablet merambah ke mana-mana, saya menyangka
bahwa orang tidak lagi percaya kepada kekuatan netbook dalam urusan mempermudah
pekerjaan. Tetapi ketika orang mulai bersikap terlalu kreatif atas tablet
mereka, saya mulai merasa bahwa urusan tablet ini mulai memasuki era “salah
kaprah”.
Tersebutlah suatu hari saya lagi berada dalam ruang kuliah
bersama kolega-kolega saya yang lain. Kami lagi ngerjain proyek masing-masing
dengan gadget-gadget kami sambil nunggu dosen datang. Lalu terdengar suara
ringtone, cukup panjang, dan saya menoleh ke kolega-kolega saya dengan tatapan
terganggu, “Angkat HP-mu, brother. Berisik, tau!”
Kolega saya, sebut saja namanya Ditsey, akhirnya tersadar
bahwa gadget-nya baru saja berbunyi, akhirnya mengalihkan pandangan dari
Macbook-nya. Saya sangka dia mau ngangkat Blackberry-nya, tapi ternyata dia malah
ngegotong Samsung Galaxy Tab-nya dan nempelin barang segede talenan itu ke telinganya,
lalu menyapa, “Halo? Halo? Ya, ada apa??”
Menelepon dengan tablet. Rasanya seperti lagunya Glenn Fredly, "Berat bebanku.." Gambar diambil dari sini |
Kami ngeliatin dia dengan melongo sejenak melihat gestur
aneh itu. Lalu, kolega saya lainnya yang duduk di sebelah Ditsey, sebut saja
namanya Wahdsey, mengambil netbook Lenovo miliknya dan menggotongnya ke
telinganya juga dan berujar, “Halo? Halo?”
Kami langsung ngakak terbahak-bahak liat ulah kedua orang
itu. Saya bahkan tidak tahan untuk nggak mencela kolega saya yang lain,
Novrsye, sembari menunjuk leptop Asus-nya yang segede-gede gaban, “He, kamu
nggak mau telfonan pake itu sekalian?” (Karena di antara geng kami, saat kami
semua sudah berlomba-lomba beli netbook yang imut-imut, Novrsye yang masih
ngotot pakai layar 14” karena dia nggak tahan liat layar netbook yang
sekecil-kecil semut).
***
Saya pasti gaptek lantaran saya nggak tahu bahwa tablet
sekarang bisa dipakai nelfon. Dan menurut saya itu ganjil karena bodinya tablet
itu memang nggak ergonomis buat digenggam dari telinga sampek mulut. Memang
Galaxy Tab yang dibeli Ditsey itu kecil banget, ukurannya hampir sama dengan
telapak tangan, tapi tetep aja saya rasa nggak asyik buat nelfon karena untuk
menggenggamnya perlu dua tangan. Entah bagaimana gestur nelfon pakai tablet itu
mengingatkan saya pada pemuda tengil yang saya lihat di Pengalengan
ngegotong-gotong tape berbunyi lagu dangdut buat piknik di pinggir danau Situ
Ciburuy.. Mau gaya-gayaan aja kok berat amat sih, Pak??
Kemaren tuh saya dibikin takjub lagi lantaran pas saya lagi main
di operasi Cesar, kolega saya yang jadi juru anestesi tahu-tahu ngegotong
iPad-nya tinggi-tinggi di atas muka si pasien yang lagi merem. Tampangnya
persis seperti mau ngejatuhin iPad-nya di atas perutnya si pasien yang lagi
saya operasi! Si kolega ternyata menangkap ekspresi saya yang terkejut
(syukurlah, karena dia kan cuman ngeliat mata saya yang terbelalak, sementara
idung dan mulut saya ketutupan masker), dan buru-buru berdalih, “Nggak pa-pa,
ini cumak buat tugasku!”
Motret konser pakai tablet. Kira-kira fotografernya lincah nggak ya? Gambarnya diambil dari sini |
Baru saya nyadar kalau ternyata si kolega motret adegan
operasi itu untuk laporan tugas kuliahnya. Alamak, gestur lu motret megang iPad
kayak megang Nikon aja..
Saya yakin para insinyur perancang Galaxy Tab maupun
perancang iPad sama-sama tidak berniat membuat tablet-tablet aneh itu untuk
dipakai nelfon apalagi motret. Fungsi telfon mungkin bisa digantikan dengan
wireless, sedangkan kamera mungkin dimaksudkan untuk sebagai webcam. Yang jelas
memotret dengan tablet tidak dimaksudkan sama seperti menggenggam Canon, sama
seperti menelfon dengan tablet tidak sama seperti menggenggam Nokia. Jadi melihat
teman-teman saya melakukan itu, rasanya buat saya masih ganjil.
Tablet itu mestinya hanya untuk membaca aja, bukan untuk
motret apalagi nelfon.
(Salah, Vic, tablet itu bukan untuk baca, tapi untuk minum
obat..)