Saturday, February 11, 2012

Tablet Kebablasan

Sewaktu demam tablet merambah ke mana-mana, saya menyangka bahwa orang tidak lagi percaya kepada kekuatan netbook dalam urusan mempermudah pekerjaan. Tetapi ketika orang mulai bersikap terlalu kreatif atas tablet mereka, saya mulai merasa bahwa urusan tablet ini mulai memasuki era “salah kaprah”.

Tersebutlah suatu hari saya lagi berada dalam ruang kuliah bersama kolega-kolega saya yang lain. Kami lagi ngerjain proyek masing-masing dengan gadget-gadget kami sambil nunggu dosen datang. Lalu terdengar suara ringtone, cukup panjang, dan saya menoleh ke kolega-kolega saya dengan tatapan terganggu, “Angkat HP-mu, brother. Berisik, tau!”

Kolega saya, sebut saja namanya Ditsey, akhirnya tersadar bahwa gadget-nya baru saja berbunyi, akhirnya mengalihkan pandangan dari Macbook-nya. Saya sangka dia mau ngangkat Blackberry-nya, tapi ternyata dia malah ngegotong Samsung Galaxy Tab-nya dan nempelin barang segede talenan itu ke telinganya, lalu menyapa, “Halo? Halo? Ya, ada apa??”

Menelepon dengan tablet.
Rasanya seperti lagunya Glenn Fredly, "Berat bebanku.."
Gambar diambil dari sini
Kami ngeliatin dia dengan melongo sejenak melihat gestur aneh itu. Lalu, kolega saya lainnya yang duduk di sebelah Ditsey, sebut saja namanya Wahdsey, mengambil netbook Lenovo miliknya dan menggotongnya ke telinganya juga dan berujar, “Halo? Halo?”

Kami langsung ngakak terbahak-bahak liat ulah kedua orang itu. Saya bahkan tidak tahan untuk nggak mencela kolega saya yang lain, Novrsye, sembari menunjuk leptop Asus-nya yang segede-gede gaban, “He, kamu nggak mau telfonan pake itu sekalian?” (Karena di antara geng kami, saat kami semua sudah berlomba-lomba beli netbook yang imut-imut, Novrsye yang masih ngotot pakai layar 14” karena dia nggak tahan liat layar netbook yang sekecil-kecil semut).

***

Saya pasti gaptek lantaran saya nggak tahu bahwa tablet sekarang bisa dipakai nelfon. Dan menurut saya itu ganjil karena bodinya tablet itu memang nggak ergonomis buat digenggam dari telinga sampek mulut. Memang Galaxy Tab yang dibeli Ditsey itu kecil banget, ukurannya hampir sama dengan telapak tangan, tapi tetep aja saya rasa nggak asyik buat nelfon karena untuk menggenggamnya perlu dua tangan. Entah bagaimana gestur nelfon pakai tablet itu mengingatkan saya pada pemuda tengil yang saya lihat di Pengalengan ngegotong-gotong tape berbunyi lagu dangdut buat piknik di pinggir danau Situ Ciburuy.. Mau gaya-gayaan aja kok berat amat sih, Pak??

Kemaren tuh saya dibikin takjub lagi lantaran pas saya lagi main di operasi Cesar, kolega saya yang jadi juru anestesi tahu-tahu ngegotong iPad-nya tinggi-tinggi di atas muka si pasien yang lagi merem. Tampangnya persis seperti mau ngejatuhin iPad-nya di atas perutnya si pasien yang lagi saya operasi! Si kolega ternyata menangkap ekspresi saya yang terkejut (syukurlah, karena dia kan cuman ngeliat mata saya yang terbelalak, sementara idung dan mulut saya ketutupan masker), dan buru-buru berdalih, “Nggak pa-pa, ini cumak buat tugasku!”

Motret konser pakai tablet.
Kira-kira fotografernya lincah nggak ya?
Gambarnya diambil dari sini
Baru saya nyadar kalau ternyata si kolega motret adegan operasi itu untuk laporan tugas kuliahnya. Alamak, gestur lu motret megang iPad kayak megang Nikon aja..

Saya yakin para insinyur perancang Galaxy Tab maupun perancang iPad sama-sama tidak berniat membuat tablet-tablet aneh itu untuk dipakai nelfon apalagi motret. Fungsi telfon mungkin bisa digantikan dengan wireless, sedangkan kamera mungkin dimaksudkan untuk sebagai webcam. Yang jelas memotret dengan tablet tidak dimaksudkan sama seperti menggenggam Canon, sama seperti menelfon dengan tablet tidak sama seperti menggenggam Nokia. Jadi melihat teman-teman saya melakukan itu, rasanya buat saya masih ganjil.

Tablet itu mestinya hanya untuk membaca aja, bukan untuk motret apalagi nelfon.

(Salah, Vic, tablet itu bukan untuk baca, tapi untuk minum obat..)