Wednesday, July 31, 2013

Belajar Tidur Sendirian

Dalam pernikahan, selalu ada yang pertama. Masak pertama. Nyuci baju pertama. Masang antene tv pertama. Browsing rumah pertama. Mandi bareng pertama. Dan entah apa lagi yang pertama.

Ini sudah 10 malam terakhir bulan Ramadhan dan tahu-tahu my hunk bilang kalau malam ini dos-q mau ngumpul bareng temen-temennya. Sesama pria. Saya sih nggak keberatan, tetapi itu jadi persoalan sewaktu dos-q bilang dos-q mau pulang subuh. Saya mengkeret. Soalnya berarti itu konsekuensinya dos-q bakalan di luar rumah dari malem sampek subuh. Berarti saya tidur sendirian dong malam ini?

He's always there beside me.
Now he wants to beside himself for a while.
Bukan saya nggak berani tidur sendirian ya? Semenjak menikah, seumur-umur cuman satu kali saya tidur sendirian di kamar, yaitu waktu my hunk pergi seminggu keluar kota untuk urusan kerjaan. Sisanya bukan saya yang tidur sendirian, tapi saya yang ninggalin my hunk tidur sendirian.. soalnya saya jaga rumah sakit.
Well, saya sendiri nggak keberatan tidur sendirian selama itu urusan cari nafkah atau sekolah, tapi ini kan.. ugh, semata-mata karena dos-q mau kumpul sama temen-temennya.


Yah, saya tahu sih kalau sudah jadi kebiasaannya tiap tahun buat kumpul sama temen-temennya pada malam-malam terakhir bulan Ramadhan. Mereka kumpul di mesjid, tahajud, denger khotbah, baca tasbih dan entah apa lagi. Dos-q sendiri sudah melakukannya sejak dulu, sejak kami masih pacaran dulu. Dulu saya mengira dos-q melakukannya karena semata-mata dos-q masih membujang. Dan saya taunya temen-temennya yang sesama begadang itu ya bujangan juga. Tapi saya kenal beberapa di antara mereka, dan saya tahu kalau sebagian dari mereka tahun ini sudah punya bini juga, dan malah ada yang sudah punya bayi segala. Kok ya masih ngumpul di luar malem-malem seeh?

Lalu mendadak saya jadi cembokur karena dos-q milih begadang sama temen-temennya ketimbang tidur sama bininya. (Yeah I know, ini sangat kekanak-kanakan.)(Biarpun cuman sekali aja dalam setahun.) (Tetep aja, saya cembokur.) (Alinea ini menggunakan tanda kurung terlalu banyak.)

Terus, mendadak saya jadi malu juga sama diri sendiri. Tentang berapa banyak malam yang sudah dihabiskan my hunk sendirian di malam hari sementara bininya jaga rumah sakit, melek lebih banyak daripada satpam. Tentang berapa banyak waktu dan tenaga yang sudah dihabiskannya cuman demi nganter jemput saya sekolah, karena sekolah saya nggak seperti orang normal, di mana saya pergi sebelum matahari terbit dan saya pulang menjelang larut malam. Mbok ya sebaiknya sekali-sekali saya membiarkannya jadi dirinya sendiri, bukan terus-menerus menjadi guardian angel saya..

I may be not loving him too much, I’m just loving myself too much.. Sampek-sampek nggak rela kalau sekali-sekali saya nggak dijagain.

Alternatif terbaiknya, saya ikutan kumpul sekalian sama jemaah itu malam ini, tapi ya Allah..mereka semua laki-laki dan mereka semua pasti nggak tidur malam ini. Kalau saya nekad begadang pisan, besok saya pasti ngantuk berat waktu kerja di rumah sakit. Atau alternatif lainnya, saya kabur aja ke rumah sakit, toh di sana ada kamar tidur buat mahasiswanya. Tapi malam ini kamar ceweknya lagi penuh soalnya ditempatin sama temen-temen saya yang jaga, kok ya kebetulan yang giliran jaga malam ini ya cewek-cewek. Kalau saya tidur di kamar cowok, bisa-bisa saya didamprat ntar sama senior saya nanti (ampun, Maas!). Lebih serem lagi kalau saya nekat tidur di tempat tidurnya pasien, bisa-bisa nanti saya di-vaginal touche sama temen-temen saya sendiri..yaiks!

Ya Tuhan, tolong jagakan suamiku, aku masih perlu dia buat mijitin aku besok-besok. Ya Tuhan, untuk teman-temannya yang sesama nongkrong itu, suruhlah istri-istri mereka memanggil mereka pulang satu-satu. Dan untuk teman-temannya yang masih jomblo, pertemukanlah mereka dengan wanita-wanita, supaya mereka punya gandolan lain yang lebih menarik ketimbang kumpul-kumpul di luar malem-malem bersama suami beta..