Ustadz yang berceramah di tarawih yang saya datengin malam ini bertanya, "Bapak-bapak, Ibu-ibu, adakah di antara Anda yang hari ini berdoa, 'Ya Allah, berikan saya detak jantung. Ya Allah, berikan saya oksigen untuk bernafas.'?"
Saya dengan jujur menggeleng. Karena saya memang nggak pernah berdoa minta dikasih detak jantung atau oksigen.
Tadi pagi, saya berdoa sesudah witir. "Ya Tuhan, saya mohon supaya kedua orang tua saya selalu sehat.. Saya mohon bimbing saya supaya saya bisa menjalani sekolah dengan baik."
***
Setelah bertahun-tahun jadi dokter, saya baru menyadari ironi bahwa, tetap bernyawa ternyata nggak selalu lebih baik daripada mati. Saya melihat pasien-pasien tergolek loyo di ranjang ICU, ada yang sudah berada di sana seminggu, ada yang sudah sebulan, hanya ditopang mesin bantu napas (yang dibayarin Jamkesmas alias dana Pemerintah alias pajak rakyat), mereka mungkin saja masih bernyawa tetapi menurut saya mereka nggak hidup.
Hidup itu, harusnya bisa merespon kalau diajak ngomong oleh keluarganya, kalau digigit nyamuk bisa nepok nyamuknya, atau minimal masih bisa mikir. Kalau masih bisa mikir berarti pasti bisa ngedoain dirinya, ngedoain keluarganya, supaya dirinya segera dibebaskan dari mesin bantu napas dan semoga keluarganya yang nungguin di rumah bisa masak tanpa kelaparan karena yang biasa masak sedang kesakitan di ICU. Itu namanya hidup.
Tapi kalau cuman bernyawa, jika bernyawa itu diartikan sempit sebagai punya detak jantung dan punya oksigen, tapi nggak bisa berdoa, menurut saya itu nggak ada gunanya.
Jadi, saya nggak minta detak jantung atau oksigen. Saya cuman minta dikasih sehat. Supaya saya bisa menjalankan hidup yang bermanfaat bagi diri dan orang lain. Dan doa yang sama, itu saya copy paste buat orang tua, adek, dan suami saya.
www.laurentginekologi.wordpress.com
www.laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com
Saya dengan jujur menggeleng. Karena saya memang nggak pernah berdoa minta dikasih detak jantung atau oksigen.
Tadi pagi, saya berdoa sesudah witir. "Ya Tuhan, saya mohon supaya kedua orang tua saya selalu sehat.. Saya mohon bimbing saya supaya saya bisa menjalani sekolah dengan baik."
***
Setelah bertahun-tahun jadi dokter, saya baru menyadari ironi bahwa, tetap bernyawa ternyata nggak selalu lebih baik daripada mati. Saya melihat pasien-pasien tergolek loyo di ranjang ICU, ada yang sudah berada di sana seminggu, ada yang sudah sebulan, hanya ditopang mesin bantu napas (yang dibayarin Jamkesmas alias dana Pemerintah alias pajak rakyat), mereka mungkin saja masih bernyawa tetapi menurut saya mereka nggak hidup.
Hidup itu, harusnya bisa merespon kalau diajak ngomong oleh keluarganya, kalau digigit nyamuk bisa nepok nyamuknya, atau minimal masih bisa mikir. Kalau masih bisa mikir berarti pasti bisa ngedoain dirinya, ngedoain keluarganya, supaya dirinya segera dibebaskan dari mesin bantu napas dan semoga keluarganya yang nungguin di rumah bisa masak tanpa kelaparan karena yang biasa masak sedang kesakitan di ICU. Itu namanya hidup.
Tapi kalau cuman bernyawa, jika bernyawa itu diartikan sempit sebagai punya detak jantung dan punya oksigen, tapi nggak bisa berdoa, menurut saya itu nggak ada gunanya.
Jadi, saya nggak minta detak jantung atau oksigen. Saya cuman minta dikasih sehat. Supaya saya bisa menjalankan hidup yang bermanfaat bagi diri dan orang lain. Dan doa yang sama, itu saya copy paste buat orang tua, adek, dan suami saya.
www.laurentginekologi.wordpress.com
www.laurentina.wordpress.com
www.georgetterox.blogspot.com